KLIK gambar untuk menutup Iklan

Friday, May 12, 2017

AUDITING : Memahami Sampling Audit

AUDITING : Memahami Sampling Audit

13.1. Definisi Sampling dalam Audit

Standar audit (SA 530) mendefinisikan sampling audit sebagai penerapan standar audit terhadap kurang dari 100% unsur dalam suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling memiliki peluang yang sama dipilih untuk memberikan basis memadai bagi auditor untuk menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan.
Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun pengujian substantif. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis. Sampling audit banyak dipakai dalam pengujian berupa prosedur pencocokkan ke dokumen (vouching), konfirmasi, dan penelusuran (tracing). Sampling audit, jika diterapkan dengan semestinya akan dapat menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar pekerjaan lapangan yang ketiga.

13.1.1. Perlunya Sampling Audit

Dalam setiap pelaksanaan audit baik keuangan maupun operasional, auditor selalu dihadapkan dengan banyaknya bukti-bukti transaksi yang harus diaudit dengan waktu audit yang sangat terbatas. Sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, auditor berkepentingan dengan keabsahan simpulan dan pendapatnya terhadap keseluruhan isi laporan dan/atau kegiatan yang diauditnya. Mengingat tanggung jawab ini, maka auditor hanya akan dapat menerbitkan laporan yang sepenuhnya benar, jika dia memeriksa seluruh bukti transaksi. Namun demikian, hal ini tidak mungkin dilakukan. Pertama, dari segi waktu dan biaya hal ini akan memerlukan sumberdaya yang sangat besar. Kedua, dari segi konsep, audit memang tidak dirancang untuk memberikan jaminan mutlak bahwa hasil audit 100% sesuai dengan kondisinya. Karena itulah sampling perlu dilakukan agar dapat menghemat biaya dan memudahkan auditor melakukan pekerjaan.

13.1.2 Sampel Representatif, Risiko Sampling dan Non-Risiko Sampling

Sampel represetatif adalah sampel yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan populasi. Hal ini berarti bahwa unsur sampel serupa dengan unsur yang tidak diikut sertakan dalam sampel. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah suatu sampel representatif atau tidak adalah dengan melakukan audit terhadap keseluruhan populasi. Suatu hasil sampel bisa menjadi tidak representatif karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling. Risiko dari terjadinya kedua jenis kesalahan ini disebut resiko non-sampling dan resiko sampling.
Resiko non-sampling adalah resiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel. Dua penyebab risiko non-sampling adalah: auditor gagal untuk mengetahui adanya penyimpangan dan tidak tepat atau tidak efektifnya prosedur audit.
Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena sampel tidak mencermikan populasi. Risiko sampling adalah bagian inheren dari sampling yang disebabkan karena pengujian tidak dilakukan terhadap keseluruhan populasi.

13.1.3. Sampling Statistik dan Sampling Non-Statistik

Tujuan perencanaan sampel adalah untuk memastikan bahwa pengujian audit dilaksanakan sedemikian rupa sehingga menghindari risiko sampling yang mungkin terjadi dan meminimumkan kemungkinan terjadinya kesalahan nonsampling. Teknik sampling dalam audit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling statistik" dan Tanpa Menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling non statistik". Sampling statistik berbeda dari sampling non statistik. Dalam sampling metoda statistik, dengan menerapkan aturan matematika, auditor dapat mengkuantifikasi risiko sampling dalam perencanaan sampel, dan mengevaluasi hasil. Dalam sampling non-statistik, auditor tidak mengkuantifikasi risiko sampling. Auditor memilih unsur-unsur sampel yang diyakininya akan memberi informasi yang paling bermanfaat dalam situasi yang dihadapi dan mencapai kesimpulan tentang populasi berdasarkan hasil pertimbangannya. Karena alasan tersebut, penggunaan sampling non-stastistik sering disebut judgemental sampling.
Apabila auditor menggunakan pemilihan sampel probabilistik, auditor memilih unsur-unsur sampel secara acak yang setiap unsur populasinya memiliki probabilitas yang diketahui untuk dimasukkan dalam sampel. Standar auditing memberi kebebasan kepada auditor untuk menggunakan metoda sampling statistic atau metoda sampling non-statistik. Apabila digunakan digunakan sampling statistic, sampel hendaknya yang probabilistik dan harus digunakan metoda evaluasi statistic yang tepat terhadap hasil sampel untuk menghitung besarnya risiko sampling.

13.2. Pemilihan Sampel Untuk Tingkat Penyimpangan

Auditor menggunakan sampel dalam pengendalian dan pengujian substantive transaksi untuk menaksir persentase unsur-unsur alam suatu populasi yang berisi suatu karakteristik atau atribut. Persentase ini disebut ingkat keterjadian atau tingkat penyimpangan. Auditor menaruh perhatian pada jenis-jenis penyimpanagna dalam populasi data akuntansi berikut: a. Penyimpangan dari pengendalian yang ditetapkan klien; b. kesalahan penyajian rupiah dalam populasi transaksi; c. kesalahan penyajian rupiah dalam populasi detil saldo akun. Dalam penggunaan sampling audit untuk tingkat penyimpangan, auditor ingin mengetahui tnggkat penyimpangan yang paling mungkin, dan bukan lebarnya interval keyakinan. Oleh krena itu auditor fokus pada batas atas dari taksiran itervval yang disebut taksiran atau computed upper exception rate dalam pengujian pengendalian dan pengujian sustantif transaksi.

13.3. Penerapan Pemilihan Sampel Audit Non-Statistik

Auditor harus melakukan langkah demi langkah dengan cermat untuk mencapai penerapan yang tepat baik dari segi auditing maupun persyaratan sampling. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu;
A.    Merencanakan Sampel, terdiri dari:
i.        Menetapkan tujuan pengujian audit
Tujuan pengujia harus ditetapkan sesuai dengan siklus transaksi yang akan diuji.biasanya auditor merumuskan tujuan pengujian pengendalian dan pengujian sbstatif transaksi sebagai berikut: menguji efektifitas operasi pengendalian dan menentukanapakah transasksi berisi kesalahan penyajian rupiah. Tujuan pengujian ini dalam siklus penjualan dan pengumpulan piutang biasanya adalah untuk menguji efekivitas pengendalian intern.
ii.      Menentukan apakakah audit sampling bisa diterapkan
Audit sampling bisa diterapkan apabila auditor merecanakan untuk memperoleh kesimpulan tentang populasi berdasarkan suatu sampel. Auditor harus melihat keprogram audit da memilih prosedurmana yang bisa diterapkan dengan menggunakan sampling audit.
iii.    Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan
Apabia akan menggunakan sampling audit, auditor harus merumuskan karakteristik atau atribut yang akan diuji dan kondisi-kondisi penyimpangan. Apabila atribut tidak dirumuskan di muka denga cermat, para staf audit yang melaksanakan prosedur audit tidak memiliki pegangan untuk mengidentifikasi penyimpangan.
iv.    Merumuskan populasi
Populasi adalah unsur-unsur yang ingin digeneralisasi oleh auditor. Auditor bisa merumuskan populasi untuk mengikutsertakan setap unsur yang diinginkan, tetapi ketika mereka menarik sampel, unsur tersebut harus terpiih dari keseluruhan populasi sebagaimana yang telah dirumuskan. Auditor harus menguji kelngkapan populasi dan detil keterkaitan sebelum suatu sampel ditarik untuk memastikan bahwa semua unsur populasi memiliki kesempatan untuk dipilih. Auditor hanya bisa melakukan generalisasi tentang populasi yang telah disampel. Sebagai contoh, ketika melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi penjualan, biasanya yang dirumuskan auditor sebagai populasi adalah semua faktur yang telah dicatat selama tahun diaudit. Apabila auditor hanya mengambil sampel dari satu bulan transaksi, menjadi tidak valid untuk mengambil kesimpulan  tentang faktur untuk keseluruhan tahun. Auditor juga harus dengan cermat merumuskan populasi dimuka dan harus konsisten dengan tujuan audit.
v.      Merumuskan unit sampling
Unit sampling dirumuskan oleh auditor berdasarkan definisi tentang populasi dan  tujuan pengujian audit. unit sampling adalah unit fisik yang berkaitan dengan nomor-nomor acak yang akan digeneralisasi oleh auditor. Unit sampling adalah langkah awal dalam melakukan pengujian audit. untuk siklus penjualan dan pengumpulan piutang, unit sampling biasanya adalah nomor-nomor fatur penjualan dan dokumen pengiriman barang.
vi.    Menetapkan tingkat penyimpangan yang bisa ditoleransi
Penetapan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi atau tolerable exception rate (TER) untuk setiap atribut membutuhkan pertimbangan professional auditor.seberapa besar TER yang dipandang memadai,berkaitan dengan materialitas dan oleh karena itu dipengaruhi oleh perumusan atribut dan artinya atribut dalam perencanaan audit. TER akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapa ukuran sampel. Ukuran sampel yang lebih besar akan dibutuhkan untuk TER yang rendah dibandingkan denga TER yang tinggi.
vii.  Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah yang bisa diterima
Untuk sampling audit dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi, risiko tersebut disebut risiko yang bisa diterima untuk penetapa risiko pengendalian terlalu rendah atau acceptable risk of assessing control risk too low (ARACR). ARACR mengukur risiko yang bisa diterima auditor untuk menerima bahwa pengendalian efektif padahal tingkat penyimpangan populasi yang sesungguhnya lebih besar dari TER. ARACR yang tinggi berarti bahwa auditor bersedia untuk mengambil risiko yang substansial dengan menimpulakan bahwa pengendalian efektif setelah semua pengujian selesai.  
viii.Menaksir tingkat penyimpangan populasi
Auditor harus menaksir dimuka tingkat penyimpangan populasi untuk merencanakan ukuran sampel yang tepat. Apabila taksiran tingkat penyimpangan populasi atau estimated population exception rate (EPER) rendah, maka ukuran sampel relative kecil akan memuaskan tingkat penyimpangan yang bisa ditolerasi sebagaimana yang ditetapkan auditor, karena hanya diperlukan suatu tingkat ketepata taksiran yang redah. Auditor sering menggunakan hasil audit tahun sebelumnya untuk menaksir EPER. Jika hasil adit tahun lalu tidak tersedia, auditor bisa mengambil suatu sampel pendahuluan yang kecil dari populasi tahun ini untuk tujuan audit tahun ini. Tidak menjadi masalah apakah taksiran akan tepat, karena tingkat penyimpangan sampel tahun ini akhirnya akan digunakan untuk menaksir karakteristik populasi. Apabila digunakan sampel pendahuluan, sampel tersebut bisa diikut sertakan dalam total sampel, asalkan diikuti prosedur pemilihan yang tepat.
ix.    Menentukan ukuran sampel awal
Ada empat factor yang menentukan ukuran sampel  awal untuk sampling udit, yaitu: ukuran populasi, TER, ARACR dan EPER.ukuran populasi bukan factor yang signifikan dan biasanya bisa diabaikan, terutama apabila populasinya besar. Auditor mengungkapkan sampling non-statistik dalam penentuan ukuran sampel apabila ia bermaksud akan menggunakan pertimbangan professional, tidak menggunakan formula statistil. Setelah ketiga factor yang memengaruhi ukuran sampel ditentukan, auditor dapat memutuskan ukuran sampel awal. Disebut “ukuran sampe awal” karena penyimpangan dalam sampel yang sesungguhnya harus dievaluasi sebelum auditor memutuskan apakah sampel cukup besar untuk mencapai tujuan pengujian.

Tabel 12-6 Pengaruh Perubahan Faktor Penentu Terhadap Ukuran Sampel
Jenis Perubahan
Pengaruh Terhadap Ukuran Sampel Awal
Kenaikan risiko bisa diterima untuk penetapan risiko pengendalian terlalu rendah
Turun
Kenaikan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi
Turun
Kenaikan taksiran tingkat penyimpangan populasi
Naik
Kenaikan ukuran populasi
Naik (pengaruhnya kecil)

   Kombinasi dua faktor akan berpengaruh besar terhadap ukuran sampel: TER dikurangi EPER. Selisih antara kedua faktor adalah presisi sampe awal. Presisi yang lebih kecil, yang biasanya disebut taksiran lebih perish, memerlukan sampel yang lebih besar. Pada suatu ekstrim tertentu, misalkan saja TER 4% dan EPER 3%. Dalam situasi ini, presisi adalah 1% yang akan berakibat sampel yang besar. Sekarang Dimisalkan TER 8% dan EPER adalah nol sehingga presisi sama dengan 8%. Dalam situasi ini ukuran sampel akan menjadi kecil dan masih memberi keyakinan pada auditor bahwa tingkat penyimpangan sesungguhnya adalah lebih kecil dari 8% dengan asumsi bahwa tidak dijumpai penyimpangan ketika dilakukan pengauditan terhadap sampel.
B.     Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit, terdiri dari:
i.        Memilih sampel
Setelah auditor menentukan ukuran sampel awal untuk penerapan sampling audit, auditor harus memilih unsur – unsur dalam populasi yang akan diikut sertakan dalam sampel. Auditor dapet melakukan pemilihan sampel dengan metoda probabilistic atau non – probabilistic.
ii.      Melaksanakan prosedur audit
Auditor melaksanakan prosedur audit dengan memeriksa unsur – unsur dalam sampel untuk menentukan apakah unsur tersebut konsisten dengan definisi dari atribut dan dengan mencatat semua penyimpangan yang ditemukan. Apabila prosedur audit telah selesai diterapkan pada sampel auditor telah memiliki suatu ukuran sampel dan sejumlah penyimpangan untuk setiap atribut.  Untuk mendokumentasikan pengujian dan memberi informasi untuk keperluan review, auditor biasanya membuat suatu daftar hasil.
C.     Mengevaluasi Hasil, terdiri dari:
i.        Melakukan generalisasi dari sampel ke populasi
Untuk metoda non – statistik, auditor bisa menggunakan dua cara untuk melakukan generalisasi dari sampel ke populasi. (1) Tambahkan suatu taksiran kesalahan sampling (estimated sampling error) ke SER sehingga diperoleh tingkat batas atas penyimpangan terhitung (computed upper exception rate/CUER) untuk suatu ARACR tertentu. (2) Kurangnya suatu tingkat penyimpangan sampel dari tingkat penyimpangan bisa ditoleransi sehingga bisa diketahui kesalahan sampling terhitung (calculated sampling error) : (TER – SER), dan evaluasi apakah cukup besar untuk mengambil kesimpulan bahwa tingkat penyimpangan populasi sesungguhnya bisa diterima
ii.      Melakukan analisis penyimpanagan
Auditor harus menganalisis penyimpangan individual untuk menentukan titik lemah dalam pengendalian interen yang memungkinkan terjadinya penyimpangan. Penyimpangan bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti misalnya kecerobohan pegawai, salah pengertian intruksi, atau kesalahan yang memang disengaja dalam melaksanakan prosedur.

13.4. Sampling Audit Statistik

Metoda sampling statistik yang paling umum digunakan untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi adalah sampling atribut. (sampling atribut yang dimaksud dalam hal ini adalah sampling atribut statistik. Sampling non statistik juga mempunyai atribut, yaitu: karakteristik dalam populasi yang akan diuji, tetapi istilah sampling atribut hanya digunakan dalam sampling statistik).
Penerapan sampling atribut untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi lebih banyak persamaannya dengan sampling non statistik di bandingkan dengan perbedaannya.

13.5. Menentukan Ukuran Sampling

Faktor dalam menentukan ukuran sampel :
1.      Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah.
Dalam sampling atribut, risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah harus ditetapkan secara aksplisit. Contoh tingkat risiko yang disesuaikan dengan tingkat risiko yang direncanakan :

Risiko pengendalian direncanakan
Tingkat deviasi bias ditoleransi
Rendah
5
Moderat
10
Tinggi
15

2.      Tingkat deviasi bias ditoleransi.
Tingkat deviasi bisa diterima adalah tingkat deviasi maksimum dari suatu pengendalian yang akan diterima oleh auditor dan masih menggunakan risiko pengendalian direncanakan. Pedoman untuk mengkuantifikasi suatu rentang tingkat deviasi yang bisa ditoleransi:

Risiko pengendalian direncanakan
Tingkat deviasi bias ditoleransi rentang (%)
Rendah
2-7
Moderat
6-12
Tinggi
11-20

3.      Tingkat deviasi populasi diharapkan.
Auditor menggunakan satu atau lebih hal dibawah ini untuk menaksir tingkat deviasi populasi diharapkan untuk masing-masing pengendalian : (a)Tingkat deviasi sampel tahun lalu, disesuaikan dengan perimbanngan auditor untuk perubahan dalam efektivitas pengendalian tahun ini. (b)Estimasi semata-mata didasarkan pada penilaian auditor atas pengendalian tahun ini. (c) Tingkat tertentu yang diperoleh pada pendahuluan kurang lebih 50 unsur.
Faktor
Hubungan terhadap ukuran sampel
Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah
Terbalik
Tingkat deviasi bias ditoleransi
Terbalik
Tingkat deviasi populasi diharapkan
Langsung
Ukuran populasi

5000 unit keatas
Tidak berpengaruh
Lebih dari 5000 unit
langsung

KESIMPULAN


Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun pengujian substantif. Sampling audit banyak dipakai dalam pengujian berupa prosedur pencocokkan ke dokumen (vouching), konfirmasi, dan penelusuran (tracing). Suatu hasil sampel bisa menjadi tidak representatif karena kesalahan non-sampling dan kesalahan sampling. Risiko dari terjadinya kedua jenis kesalahan ini disebut resiko non-sampling dan resiko sampling.
Resiko non-sampling adalah resiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel. Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena sampel tidak mencermikan populasi. Teknik sampling dalam audit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling statistik" dan Tanpa Menggunakan Metode Statistik atau disebut "sampling non statistik".



DAFTAR PUSTAKA


Mulyadi. Auditing. Edisi ke-6 Jakarta: PT Salemba Empat, 2010.
Haryono Jusup, Al. 2012. Auditing Pengauditan Berbasis ISA, edisi ke-2. Yogyakarta: STIE YKPN


1 comment:

  1. Dating for everyone is here: ❤❤❤ Link 1 ❤❤❤


    Direct sexchat: ❤❤❤ Link 2 ❤❤❤

    59 .

    ReplyDelete