Pemerintah memberikan insentif kepada Wajib Pajak
badan dalam negeri berupa pengurangan tarif pajak penghasilan sebesar 50% dari
tarif PPh pasal 17 Undang-Undang PPh. Pemberian insentif ini dituangkan dalam
pasal 31E Undang-Undang No.36 tahun 2008 tentang PPh. Namun dalam
penghitungannya, pemberian insentif didasarkan pada besaran jumlah Peredaran
Bruto.Pengertian peredaran bruto ini tidak ada penjelasannya dalam
Undang-Undang PPh. Pengertian peredaran bruto juga tidak ada penjelasannya pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pada Internasional Accounting
Standard 18 — Revenue.
Ternyata pengertian peredaran bruto sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan
pada SE-02/PJ/2015 yaitu semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh
dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan
penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan,
sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1. penghasilan
yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2. penghasilan
yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3. penghasilan
yang dikecualikan dari objek pajak
Latar
Belakang
Pemerintah mengeluarkan pasal 31E Undang-Undang PPh
tahun 2008 berupa pemberian insentif melalui pengurangan tarif PPh sebesar 50%.
Namun dalam penghitungannya, pemberian insentif didasarkan pada besaran jumlah
Peredaran Bruto.Pengertian peredaran bruto ini tidak ada penjelasannya dalam
Undang-Undang PPh. Pengertian peredaran bruto, apakah peredaran bruto tersebut
setelah atau sebelum dikurangi dengan retur penjualan dan potongan penjualan,
perlu didefinisikan, agar pengertian peredaran bruto menurut Undang-Undang PPh
tidak didefinisikan secara bebas, baik menurut Standar Akuntansi atau standar
lainnya.
Pembahasan
Wajib Pajak badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPhtahun
2000, rincian tarif pajak penghasilannya diatur pada pasal 17:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
s.d. Rp
50.000.000,00
|
10%
|
Di atas Rp
50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00
|
15 %
|
Di atas Rp
100.000.000,00
|
30 %
|
Tarif pajak
ini berubah pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang
selanjutnya disebut Undang-Undang PPh tahun 2008, menjadi tarif tunggal 28% dan
tahun 2010 menjadi 25%. Alasan perubahan tarif ini adalah:
·
Tarif Tunggal selaras dengan prinsip
netralitas dalam pengenaan pajak atas badan.
·
Tarif diturunkan secara bertahap
untuk meningkatkan daya saing dengan negara lain dalam menarik investasi luar
negeri.
Sehubungan dengan perubahan tarif progesif menjadi
tarif tunggal ini, pemerintah mengeluarkan pasal 31 E Undang-Undang PPh tahun
2008 yaitu:
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Wajib Pajak badan dalam negeri
dengan peredaran brutosampai
dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Alasan diberikannya insentif ini adalah:
·
untuk mendukung program pemerintah
dalam rangka pemberdayaan UMKM.
·
mengurangi beban pajak bagi WP badan
UMKM akibat penerapan tarif tunggal PPh Badan.
Contoh
penghitungan pemberian insentif ini menurut penjelasan pasal 31 E UU PPh 2008 :
Contoh 1:
Kesimpulan dari penelusuran pengertian
Peredaran Bruto.
Dari penelusuran pengertian “Peredaran Bruto” di atas,
bahwa pengertian Peredaran Bruto hanya ada dalam konteks aturan perpajakan saja
yaitu pada pasal 31E Undang-Undang No.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
No comments:
Post a Comment