Pengaruh
budaya dalam perilaku konsumen
Kebudayaan
adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam perilaku
pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya
konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18
saat terjadinya tehnologi produksi secara massal. Tehnologi yang disebabkan
oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan
memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif
murah.
Pada
saat yang bersamaan muncul revolusi kebudayaan, di mana masyarakat secara
bertahap berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang kekotaan,
karena dengan berpindahnya ke perkotaan maka budaya mereka berubah sehingga
berkembanglah tata nilai baru dan pola kehidupan yang baru akibat pekerjaan
yang berbeda. Tidak hanya orang yang kaya saja bahkan orang yang biasa juga
merasa perlu membeli produk yang dapat memuaskan kebutuhan budaya baru, seperti
munculnya perbedaan status yang makin menonjol di kalangan masyarakat
perkotaan.
Gambaran
lahirnya masyarakat konsumsi tersebut diatas, menunjukkan pentingnya budaya
dalam memahami perilaku konsumen. Aspek-aspek budaya yang penting dapat
diidentifikasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami bagaimana
hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen dan tentunya dapat digunakan dalam
mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.
Definisi Kebudayaan
Banyak
definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para pakar, diantaranya:
Kebudayaan didefinisikan sebagai kompleks simbol dan barang-barang buatan
manusia (artifacts) yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan
dari generasi satu ke generasi yang lain sebagai faktor penentu ( determinants)
dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya (Setiadi, 2003).
Budaya
adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis
melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (
Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995).
Budaya
(culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat
dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson, 2000).
Culture
is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law,
custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of
society ( Loudan & Della Bitta, 1993)
Budaya
mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol bermakna lainnya
yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi
sebagai anggota masyarakat ( Angel, Blackwell& Miniard, 1994).
Beberapa
definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis besar menurut Engel,
Blacwell & Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan menjadi Makro budaya (
macroculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol yang berlaku pada
keseluruhan masyarakat, dan Mikro budaya ( microculture/ subculture ) yang
mengacu pada perangkat nilai dan simbol dari kelompok yang lebih terbatas,
seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau subbagian dari keseluruhan.
Budaya
dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas dan perilaku yang dapat
diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari sikap dan perilaku yang
dipengaruhi oleh budaya. Seperti halnya : pakaian, penampilan, komunikasi,
bahasa, makanan dan kebiasaan makan, hubungan, kepercayaan, dan lain sebagainya
yang seringkali meliputi semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih
karena nilai kultur mereka, adat istiadat dan ritual mereka telah menyatu dalam
kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai
contoh misalnya komponen budaya di masyarakat Amerika, memiliki sekian nilai
yakni : achievement & succes, activity, efficiency & practicality,
progress, material comfort, individualism, freedom, humanitarianism,
youthfulness, fitness and health and external conformity.
Permasalahan Dalam Menganalisis
Budaya
Pemasar
harus mempertimbangkan beberapa isu penting saat menganalisis budaya, yaitu:
- Makna budaya dapat dianalisis
dalam beberapa tahapan yang berbeda, seperti halnya penganalisisan pada
tingkat makro dari masyarakat atau negara secara keseluruhan ataupuan
budaya dari nilai-nilai bersama oleh sekelompok masyarakat tertentu secara
mikro, seperti dilihat dari segmen masyarakat tertentu misalnya sekelompok
orang dalam kelas sosisl atau grup referensi ,ataupun dalam lingkup
keluarga.
- Konsep makna umum atau yang
dimiliki bersama sangat penting untuk memahami budaya. Makna budaya ( cultural
meaning) adalah jika sebagian atau beberapa masyarakat dalam suatu
kelompok sosial memiliki makna dasar yang sama. (misalnya, apakah arti
‘orang tua/ manula’? apakah makna ‘lingkungan yang aman’? bagaimana
arti’bicara yang sopan’? dsb).
- Makna budaya diciptakan oleh
masyarakat melalui interaksi sosial mereka. Pembangunan makna budaya
terlihat dalam tingkatan kelompok yang lebih kecil misalnya bagaimana mode
busana yang disebut “ngetrend” pada mahasiswa sampai akhir tahun ini?
Accessories apa yang sering mereka gunakan?Sedangkan di lingkungan makro
makna itu dipengaruhi oleh institusi budaya seperti pemerintah, organisasi
keagamaan, pendidikan, dan juga perusahaan semuanya dapat terlibat dalam
pembangunan makna budaya.
- Makna budaya terus melakukan
gerakan ( dinamis ) dan dapat mengalami perubahan yang cepat, misalnya
perilaku masyarakat yang dramatis oleh munculnya tipe ponsel (handphone )
Blackberry, yang dianggap mampu melakukan fungsi lebih dari sekedar ponsel
tetapi mampu melakukan chating , facebook, email dsb.
- Kelompok-kelompok sosial
memiliki perbedaan dalam tingkat kebebasan memilih makna budaya tertentu,
seperti di Amerika dan Eropa masyarakat lebih memiliki kesempatan untuk
menciptakan identitas pribadi dan menggunakannya, sementara sebagian masyarakat
lain di Cina, India dan Arab Saudi mungkin lebih terbatas dalam memiliki
kebebasan memilih makna budaya tertentu.
Kandungan Suatu Budaya
Kandungan
utama budaya sering digunakan sebagai pendekatan oleh pemasar dalam
menganalisis budaya untuk melakukan terobosan pemasaran. Pemasar biasanya
berfokus pada nilai-nilai dominan dalam suatu masyarakat. Kandungan suatu
budaya ( content of culture) adalah kepercayaan, sikap, tujuan, dan nilai-nilai
yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lingkungan yang
menyangkut aspek-aspek lingkungan sosial ( ragam agama dan kepercayaan, ragam
partai politik , dsb) dan fisik ( produk, peralatan , gedung dan bangunan dsb)
dalam masyarakat tertentu.
Tujuan
dalam analisis budaya adalah untuk memahami kandungan makna dari sudut pandang
konsumen yang menciptakan dan menggunakannya. Misalnya pengibaran bendera
memiliki tanggapan rasa patriotisme dan semangat juang, diskon 50% adalah
memiliki tanggapan “daya tarik” yang heboh, antri lebih dari 30 menit bagi
sebagian orang Amerika membuat frustasi dan marah, namun di bagian masyarakat
Indonesia merupakan hal yang biasa saja, sehingga ada slogan” budayakan
antri……yang ada gambarnya bebek berbaris rapi.
Seperti
halnya makna berjabat tangan ketika menyapa menjadi simbol selamat datang dan
persahabatan oleh sebagian besar masyarakat dunia, meskipun ada sebagian yang
melakukannya dengan membungkukkan badan atau mencium. Perbedaan makna budaya
bahkan dapat diamati dari lingkungan berbelanja apakah toko diskon yang
konsumen bisa memilih sendiri atau toko spesial yang dilengkapi dengan
pelayanan pribadi penuh dari pramuniaga dan fasilitas belanja yang mewah.
Akhirnya
strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya bersama, seperti reaksi
masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa mengungkap iklan dengan
secara langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu ‘fulgar’ atau emosional
oleh sebagian masyarakat di negara lain. Atau promosi diskon dan penjualan
murah, di sebagian masyarakat bisa dianggap positif tetapi bagian masyarakat
lain bisa berbeda dan justru sering mendapat reaksi negatif karena adanya
anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas dan barang sisa,
cuci gudang atau barang yang tidak laku.
Sehingga
pemasar harus hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang akan
dipasarkan dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang
akan dipilihnya.
Mengukur
Kandungan Budaya
Pemasar
dapat menggunakan berbagai prosedur untuk mengukur kandungan budaya yaitu
melalui analisis kandungan budaya, penelitian etnografis dan pengukuran nilai.
Pendekatan yang umum dipakai adalah dengan penelitian konsumen melalui
wawancara, survei, telepon bahkan fokus group). Analisis kandungan budaya dapat
dilakukan dengan mengamati obyek material yang ada dalam kelompok sosial,
misalnya komik yang beredar di kalangan anak-anak sering berisi tentang
nilai-nilai persahabatan, nilai agama, bahkan ini dapat diamati selama periode
waktu tertentu, seperti perubahan peran wanita yang bekerja dalam puluhan tahun
terakhir sehingga iklan dapat disentuhkan dengan keberadaan mereka.
Penelitian
etnografis, yang melibatkan pengamatan ciri yang rinci yang bersumber dari
antropologi untuk melihat tanggapan emosi, pengetahuan, dan perilaku dalam
keseharian dalam masyarakat lingkungan tertentu. Misalnya bagaimana perilaku
masyarakat pada pasar tradisional Jawa?Budaya tawar menawar yang dilakukan?Hal
itu dapat diangkat sebagai tema dalam iklan produk tertentu.
Pengukuran
nilai cenderung dilakukan secara langsung untuk melihat nilai dominan, dengan
alat penilaian tertentu seperti rangking nilai yang dominan dan menggunakan
metode statistik tertentu.
Mitos dan Ritual Kebudayaan
Setiap
masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos
adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan
cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan (
Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai
jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat
diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh
Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut
kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi
pemasaran tertentu.
Ritual
kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi
yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan
simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual
budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini
dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari
seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat
ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan
benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh
pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin,
roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan
ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’
dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi
iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema
perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan
produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol
kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa
yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya.
Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya ,
misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan
penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai
kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain
Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna,
seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci,
merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk
menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
Budaya dan Konsumsi
Produk
mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka
berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen
terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun,
bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus
memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan,
crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas
untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali
produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi
seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk
juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan
kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan
keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam
memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam
masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya
merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan
spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus
belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak
menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di
lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk
diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap
saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam
terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk
mengolah makanan.
Kebudayaan
juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan,
misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada
orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih
berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti
kepraktisan, individualisme, dan sebagainya.
Budaya
berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan
orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat
diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai,
keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu.
Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang
memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung
bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai
memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai
dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan
budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam
masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya
pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran
seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk
mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek
penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen.
Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan
promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yang
dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
- Tekanan pada kualitas
- Peranan wanita yang berubah
- Perubahan kehidupan keluarga
- Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
- Waktu senggang yang meningkat
- Pembelian secara impulsif
- Hasrat akan kenyamanan
Tinjauan Sub-Budaya.
Dalam
tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
- Afeksi dan Kognisi.
Penilaian
Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan
emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan
seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
- Perilaku.
Perilaku
merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang
ada pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi,
dan cara berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga,
masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
- Faktor Lingkungan.
Prinsip
teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian.
Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya
penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan
teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang
sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
Sub-Budaya
dan Demografis.
Berdasarkan
analisa dari bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada
variabel yang terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan
karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.
Variabel
yang termasuk kedalam demografis, adalah:
- Sub Etnis Budaya.
- Sub Budaya-agama.
- Sub Budaya Geografis dan
Regional.
- Sub Budaya Usia.
- Sub Budaya Jenis Kelamin.
Lintas
Budaya ( Cross Cultural Consumer Behavior )
Secara
umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik, seperti:
- Kebudayaan dipelajari, artinya:
kebudayaan yang dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka
didalam suatu kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi
ke generasi berikutnya.
- Kebudayaan bersifat
kait-mengkait, artinya : setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan
erat satu sama lain, misalnya: unsure agama berkaitan erat dengan unsure
perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat dengan unsur status sosial.
- Kebudayaan dibagikan, artinya:
prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain
dalam suatu kelompok.
Mengembangkan
ruang lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena merupakan
aspek penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran. Adapun yang harus diketahui
oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu negara
adalah sebagai berikut.
- Kehidupan Material: mengacu
pada kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh manusia untuk
memperoleh nafkah.
- Interaksi Sosial: interaksi
sosial membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat,
serta pola kekuasaan dan kewajiban mereka.
- Bahasa: bahasa secara harfiah
yaitu kata-kata yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol
komunikasi dari waktu, ruang, benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
- Estetika: meliputi seni (arts),
drama, musik, kesenian rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam
masyarakat.
- Nilai dan Sikap: setiap kultur
mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap
aspek perilaku manusia dan membawa keteraturan pada suatu
masyarakat/individu-individunya.
- Agama dan Kepercayaan: agama
mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan.
- Edukasi: edukasi meliputi
proses penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam
disiplin tertentu.
- Kebiasaan-kebiasaan dan Tata
Krama: kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata
Krama (manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada
masyarakat tertentu.
- Etika dan Moral: pengertian apa
yang disebut apa yang benar dan salah didasarkan pada kebudayaan.
Analisis
Lintas Budaya.
Analisis
Lintas Budaya adalah perbandingan sistematik dari berbagai similaritas dan
perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur.
Tujuan
analisis ini adalah menentukan apakah program pemasaran, dapat digunakan dalam
satu atau lebih pasar asing ataukah harus dimodifikasi untuk memenuhi kondisi
lokal.
Misinterpretasi
Penilaian Lintas Kultural.
Terdapat
3 sumber misinterpretasi lintas cultural:
- Tirai kultural bawah sadar
(subconscious cultural blinders) adalah tendensi untuk membuat
asumsi-asumsi bawah sadar yang berpangkal pada kultur, menyangkut
kejadian-kejadian, orang-orang dan perilaku.
- Tidak adanya kesadaran diri
kultural (cultural self-awarness) mengacu kepada tidak adanya kesadaran
pemasar terhadap karakteritik-karakteristik kultural si pemasar itu
sendiri.
- Similaritas dan kepicikan
terproyeksi (projected similarity and parochialism), mengacu pada tendensi
pemasar untuk menganggap orang-orang dari kultur lain (atau situasi dalam
kultur lain) serupa dengan yang dijumpainya dalam kulturnya sendiri.
Berikut
adalah garis besar analisis antar budaya mengenai tingkah laku konsumen:
- Menentukan motivasi yang
relevan dalam suatu budaya.
- Menentukan karakteristik pada
tingkah laku.
- Menentukan bidang nilai budaya
mana yang relevan dengan produk ini.
- Menentukan bentuk karakteristik
dalam membuat keputusan.
- Mengevaluasi metode promosi
yang cocok dengan budaya setempat.
- Menentukan lembaga yang cocok
untuk produk ini menurut pikiran konsumen.
Adaptasi
Budaya.
Adaptasi
budaya (cultural adaptation) mengacu pada penentuan kebijaksanaan bisnis yang
sesuai dengan ciri khas budaya suatu masyarakat.
Walaupun
arti penting dari adaptasi budaya disadari sangat luas, namun pelaksanaannya
sangatlah sulit. Alasan utama dari kesulitan ini adalah kecenderungan
menggunakan (SRC) self-reference criterion (berdasar criteria sendiri)
yang dapat dijelaskan sebagai berikut, kapan saja orang yang berhadapan dengan
kondisi unik, nilai-nilai mereka sendirilah yang akan digunakan sebagai ukuran
bagi pemahaman dan tanggapan mereka atas situasi tersebut.
Perilaku
Pembelian Suasana Global.
Dalam
memahami perilaku pembelian luar negeri, pemasar internasional perlu melakukan
4 tugas pokok yang hamper sama dengan pemasar dalam negeri, yaitu sebagai
berikut:
- Mengidentifikasi similaritas dan
perbedaan di dalam pasar yang sedang di tinjau.
- Memilih model, konsep dan
teknik perilaku pembeli untuk pasar yang sedang ditelaah.
- Memodifikasi penerapannya untuk
memenuhi karakteristik pasar.
- Menafsirkan hasilnya dalam
konteks pasar tersebut.
Membedakan
Strategi Lokal dan Global.
Persepektif
yang menyoroti sifat-sifat kultural yang khusus, ancangan ini cenderung menjadi
fokus perusahaan yang menggunakan strategi-strategi nasional. Perusahaan ini
mencoba mengisi kebutuhan/keinginan nasional yang unik. Idealnya, pemasar
internasional berusaha membuat program pemasaran yang sensitif terhadap
similaritas dan berbagai perbedaan kebudayaan.
Sampai
tingkat tertentu, pemilihan strategi tersebut merupakan hasil dari pengorbanan
antara kebutuhan untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain di dalam
bidangnya dan pemusatan perhatian pada kebutuhan dan keinginan pasar.
Pasar
dapat dibagi dalam dua jenis;
- 1.
Pasar Industrial (industrial market)
Pada
pasar ini pertimbangan-pertimbangan kultural dan sosial memainkan peranan yang
relatif kurang penting dalam keputusan pembelian mereka.
- 2.
Pasar Konsumsi (consumer market)
Pasar
yang terdiri atas pembeli-pembeli yang berkepentingan dalam pemuasan
kebutuhan/keinginan pribadi.
Bauran
Pemasaran Dalam Lintas Budaya.
Beberapa hal dalam pemasaran
internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana
mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana
keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan
standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi,
bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.
Organisasi
Perusahaan.
Terdapat
tiga cara dalam menyusun organisasi agar produk yang dihasilkan mampu menembus
sasaran pasar luar negeri. Adapun ketiga cara cara tersebut adalah:
- perusahaan tetap berada di
dalam negeri, dan menjual produk ke luar negeri melalui proses ekspor.
- Perusahaan dapat membuat
perusahaan patungan dengan pihak dalam negeri pasar sasaran, disebut juga
cara aliansi strategis. Produk di buat dinegara dimana produk akan
dipasarkan.
- Dengan mendirikan perusahaan di
negara dimana produk akan dipasarkan dan kepemilikan tidak dibagi
dengan pengusaha dalam negeri.
Rencana
Standarisasi.
Perusahaan
bermaksud memasarkan produknya diluar negeri perlu merencanakan standarisasi
produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, bukan berarti perusahaan harus membuat
standar yang sama untuk setiap negara yang akan dimasuki, tetapi standar perlu
dibuat walaupun tidak sama dengan setiap negara. Jika perusahaan bermaksud
membuat standarisasi, berarti perusahaan melakukan usaha pemasaran yang
bersifat umum dan berlakudi semua negara tujuan.
Perencanaan
Distribusi.
Distribusi
produk internasional memerlukan jalur yang panjang. Perusahaan yang ingin
menjual produk ke pasar internasional memerlukan jalur distribusi fisik dan
pergerakan produk.
Dimensi
kultural sebuah negara membuat metode-metode distribusi tertentu dapat lebih
berhasil dibandingkan dengan yang lain.
Perencanaan
Promosi.
Promosi
yang dijalankan pada tahapan pasar internasional, dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu promosi global dan promosi lokal.
Alasan
melakukan promosi glokal (global dan lokal) adalah bahwa nama dan merek
peruasaan perlu mendunia, tetapi secara lokal merek perusahaan juga bisa
diterima oleh berbagai budaya yang ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
disetiap negara terdapat perbedaan yang tidak mungkin bisa disentuh oleh satu
jenis iklan yang dipakai diseluruh pasar luar negeri.
Praktek-praktek
promosi khususnya periklanan mungkin yang paling rentan terhadap kesalahan
kultural. Akibatnya iklan itu tidak mencapai sasaran yang diinginkan.
Contoh:
- Colgate Palmolive Company
memperkenalkan pasta gigi merek “Cue” di Perancis, untuk kemudian
menjumpai bahwa kata “Cue” dalam Bahasa Perancis adalah kata porno.
- Pepsi mengalami kesulitan di
Jerman dengan menggunakan iklan Amerika. Pada iklan tertulis “Come Drive,
You’re In The Pepsi Generations” yang dalam Bahasa Jerman berarti
“Hidup Setengah Mati”.
Penentuan
Harga.
Harga
atas produk yang tersedia dibayar konsumen tergantung pada nilai perkiraan dan
aktual dari produk tersebut. Nilai barang yang diimpor dari negara-negara barat
misalnya dianggap lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang. Contohnya,
orang India memandang bahwa produk-produk impor lebih unggul dibandingkan
dengan yang diproduksi secara lokal. Karena alasan inilah, maka merek-merek
Inggris dan Amerika dijual dengan harga mahal.
Ciri
khas budaya suatu bangsa mempunyai pengaruh yang sangat dalam atas pola gaya
hidup dan tingkah laku orang, dan semuanya itu tercermin pada pasar. Kultur
mempengaruhi setiap aspek pemasaran. Perusahaan yang berorientasi pemasaran
hendaknya mendasarkan keputusan-keputusannya pada perspektif pelanggan.
Suatu
kajian kultural untuk keputusan-keputusan pemasaran internasional dapat
dilakukan pada kajian makro dan mikro. Tujuan kajian makro adalah
mengidentifikasi iklim sosiologis umum terhadap bisnis di sebuah negara,
sikapnya terhadap orang asing dan produk baru. Kajian mikro berkenaan dengan
penafsiran dampak kultur terhadap sekelompok orang tertentu didalam sebuah
negara.
Perbedaan
budaya memiliki dampak terhadap keputusan pemasaran yang mempengaruhi produk,
harga, distribusi daan promosi. Analisis Lintas Kultural mengacu kepada
perbandingan sistematis berbagai perbedaan dalam aspek materi dan perilaku
kultur. Dalam pemasaran, analisis lintas kultural digunakan untuk mendapatkan
suatu pengertian atas segmen-segmen pasar di dalam dan di seberang batas-batas
nasional.
An
Alternative Consumer Behaviour Theory For Asia.
Konsep
Budaya
Budaya
merupakan kompleks keseluruhan dimana dimasukkannya pengetahuan, keyakinan,
seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan kemampuan lain apapun serta kebiasaan
yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Beberapa
aspek dari perlunya perluasan budaya.
- Pertama, budaya merupakan
konsep yang meliputi banyak hal (luas). Hal tersebut termasuk segala
sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika
budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis
seperti lapar atau seks, hal tersebut berpengaruh jika, kapan, dan
bagaimana dorongan ini akan memberi kepuasan.
- Kedua, budaya adalah hal yang
diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon dan kecenderungan.
Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
- Ketiga, kerumitan dari
masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya jarang memberikan
ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
Budaya
terutama dijalankan oleh keadaan yang batasannya cukup bebas pada perilaku
individu dan oleh pengaruh fungsinya dari institusi seperti keluarga dan media
massa. Kemudian, budaya memberikan kerangka dalam yang mana individu dan rumah
tanga gaya hidup menyusun. Batasan dimana perangkat budaya dalam perilaku
disebut norma, yang merupakan aturan sederhana dimana menentukan atau melarang
beberapa perilaku dalam situasi yang spesifik. Norma dijalankan dari nilai
budaya. Dimana nilai budaya adalah kepercayaan yang dipertahankan dimana
menguatkan apa yang diinginkan. Pelanggaran dari norma budaya berakhir dengan
sangsi yang merupakan hukuman dari pencelaan sosial yang ringan untuk dibuang
dari kelompok.
Variasi
Dalam Nilai Budaya
Nilai
budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini
dimasukkan kedalam tiga kategori umum:
orientasi
nilai-lainnya
Merefleksi
gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam
masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran.
Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan
melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan
merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan
begitu juga pada budaya yang individualistik.
sifat
dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya
individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New
Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India,
dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor
kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada
individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif
dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia
muda/tua
dalam
hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda
lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata
lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari
peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan fiji, para orang tua memilih
untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda
dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi
anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan
untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya
mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka
inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan
keluarga
Yang
dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan
penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa
(orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik
bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa
yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya
pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Seperti contoh pada beberapa budaya:
Di
Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh.
Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam
membeli.
Para
orang dewasa muda di Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga
mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua
maupun keluarga mereka.
Lain
halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam
satu keluarga (diskusi keluarga).
Maskulin/feminisme
Pada
dasarnya kita hidup dalam orientasi dunia maskulin, disamping Negara Eropa
Barat yang menerapkan kesetaraan didalamnya. Tetapi hal tersebut tidak menjadi
suatu pengaruh besar. Seperti contoh pada Negara Jepang, yang mana pada saat
sekarang ini para wanita kembali bekerja setelah ia menikah. Hal ini menjadikan
mereka lebih menghemat waktu terhadap kerjaannya. Misalnya, dalam memilih
makanan, mereka lebih cenderung untuk membeli makanan beku untuk dibawa anak
mereka ketimbang membeli makanan segar yang dalam membeli serta menyajikannya
membuang waktu mereka. Sisi lainnya adalah penampilan menjadi prioritas mereka dalam
bekerja. Untuk itu barang-barang yang berhubungan dengan penampilan tersebut
lebih menjadi suatu kebutuhan bagi mereka.
Disini
sekali lagi para pemasar bukan hanya melihat dari lintas budaya dan nilainya
saja, melainkan juga didalam budaya itu sendiri.
Persaingan/Kerjasama
Yang
dimaksud disini adalah bagaimana orientasi baik itu maskulin maupun feminisme
dalam keterbukaannya pada konsumen. Pada orientasi maskulin seperti di Amerika,
keterbukaan menjadi suatu hal yang harus terpelihara. Lain halnya Jepang yang
berorientasi feminim, Mereka menganggap bahwa keterbukaan sama halnya dengan
“kehilangan muka”. Variasi dari nilai ini bisa dilihat dari perbedaan reaksi
budaya pada iklan yang dibandingkan. Seperti contoh Amerika Serikat yang
membesarkan hati mereka ketika mereka menggunakannya didalam budaya lain yang
bisa dengan mudahnya mendapatkan reaksi yang tidak baik. Disisi lainnya, jepang
yang memiliki kolektifitas yang lebih menurut sejarahnya menemukan perbandingan
iklan menjadi sesuatu yang tidak disukai, meskipun demikian Pepsi menemukan
anak muda Jepang sedikit lebih mau menerima jika pembandingan dilakukan dalam
keterus-terangan dan cara yang lucu.
Sebagai
aturannya, perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan hanya
sungguh-sungguh telah teruji.
Perbedaan/keseragaman
Budaya
dengan nilai yang berbeda tidak hanya akan menerima aturan yang bergai macam
dari perilaku pribadi dan sikap tapi juga menerima variasi dalam bentuk
makanan, pakaian, dan produk lain serta pelayanannya. Dibandingkan dengan
masyarakat yang memiliki keseragaman nilai, dimana mereka tidak menyukai serta
menerima bermacam aturan dari rasa dan produk pilihan.
Jepang
dan budaya kolektif lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat dalam
keseragaman dan kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih
seperti Canada dan Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek
penting dari budaya ini dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata
dengan relative ketiadaannya turis yang berlatar “etnis” di restoran-restoran
Jepang dibandingkan dengan Canada dan Belanda. Walaupun demikian, perubahan
ekonomi dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada masyarakat kolektifis,
membuat perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal tradisional yang
dijumpai, dan juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih rendah
dibandingkan dengan sisi individualistik mereka.
Orientasi
nilai-lingkungan
Yakni
menentukan hubungan masyarakat dengan ekonomi, teknis, dan linkungan fisik nya.
Contoh dari nilai lingkungan seperti kebersihan, dayaguna/keadaan,
tradisi/perubahan, pengambilan risiko/pengamanan, pemecahan masalah/fatalistis,
dan sifat dasar (alam).
Kebersihan
Ketika
adanya perbedaan dalam meletakkan nilai kebersihan diantara budaya ekonomi
berkembang, ada perbedaan yang sangat luas diantara budaya ini dengan banyak
budaya negara kurang berkembang. Di banyak negara miskin, kebersihan dinilai
tidak pada tingkatan yang cukup untuk menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal
ini dapat dilihat pada negara Cina dan India, dimana kebersihan menjadi Sesutu
yang begitu mengkhawatirkan. Ketika hal tersebut menjadi dampak bagi budaya
lokal, McDonald’s mendapat penghargaan dengan memeperkenalkan pengolahan
makanan yang higienis dan toilet beberapa pasar Asia Timur termasuk Cina.
Dayaguna/keadaan
Dayaguna/keadaan
lebih dekat hubungannya pada konsep jarak kekuasaan, dimana menghubungkan pada
derajat dimana orang menerima ketidak sama rataan dalam kekuasaan, otoritas,
status, dan kekayaan sebagai kelaziman atau yang melekat dalam masyarakat.
Konsumen di negara dengan jarak kekuasaan yang tinggi akan lebih suka untuk
melihat opini dari orang lain dalam membuat keputusan. Masyarakat dengan
orientasi status lebih suka pada “kwalitas” atau nama merk yang terkenal dan
barang yang harganya mahal untuk menyamakan fungsi barang dengan merk yang
tidak terkenal atau harga yang murah. Dimana konsumen ditarik oleh rasa gengsi
dari merk yang terkenal.
Tradisi/perubahan
Berbeda
pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea dan Cina kurang nyaman dengan situasi
baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini direfleksikan dalam iklan mereka
dimana berbeda pada iklan di Amerika, dimana di Inggris dan Cina menekankan
tradisi dan sejarah. Untuk target pada kerangka berpikir penonton melalui
televisi, daya tarik budaya lebih digunakan. Dalam target majalah pada
orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang difokuskan pada teknologi, mode,
dan kesenangan lebih banyak digunakan.
Pengambilan
resiko/pengamanan
Nilai
ini berhubungan pada toleransi bagi ambuitas dan menghindari ketidaktentuan. Ia
nya memiliki pengaruh yang kuat dalam hubangan usaha dan perkembangan ekonomi
sebagai penerimaan produk baru. Masyarakat dimana tidak mengagumi adanya
pengambilan resiko, tidak suka pada pengembangan hubungan usaha yang cukup untuk
mencapai perubahan dan pertumbuhan ekonomi. Produk baru yang diperkenalkan,
saluran baru dari pendistribusian, dan tema iklan adalh hal yang mempengaruhi
nilai ini.
Pemecahan
masalah/fatalistis
Di
Karibia, kesulitan atau hal yang tidak dapat dikendalikan selalu dihilangkan
dengan ekspresi “tidak masalah”. Ini biasanya berarti: “ada suatu masalah, tapi
kita tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap hal tersebut-jadi jangan
khawatir!”. Di Eropa Barat dan Amerika cenderung kearah untuk menyurutkan akhir
pemecahan masalah dari rangkaian kesatuannya. Sedangkan Meksiko dan negara
timur tengah menyurutkan kearah akhir yang fatal. Hal ini ditunjukkan pada
mengurangi dugaan konsumen atas kualitas dan mengurangi kemungkinan dimana
konsumen membuat keluhan secara resmi ketika berhadapan dengan pembelian yang
tidak memuaskan.
Alam
Yang
dimaksud disini adalah bagaimana negara-negara yang memproduksi atau mengimpor
suatu produk meletakkan nilai tinggi dalam lingkungan. Seperti negara Inggris
yang memiliki gagasan dalam pengurangan emisi. Dalam peluncuran produknya,
mereka lebih menekankan kendaraan yang memiliki emisi rendah.
Nilai
orientasi-diri
Yakni
merefleksikan tujuan dan pendekatan pada hidup dimana anggota individu dari
masyarakat menemukan apa yang diinginkan. Disini termasuk aktif/pasif, kepuasan
sensual/pantangan, material/non material, kerja keras/santai, penundaan
kepuasan/kesegeraan kepuasan, dan keberagamaan/keduniawian.
Aktif/Pasif
Kecenderungan
dalam beraktifitas akan mempengaruhi pemasaran dalam suatu produk. Misalnya
tema olahraga bagi kemasan botol tidak begitu cocok di negara seperti Jepang,
dimana dua dari tiga pria dan tiga dari empat wanita berolahraga kurang dari
dua kali dalam setahun.
Kepuasan
sensual/pemantangan
Yang
dimaksud disini adalah apakah suatu negara menggunakan daya tarik
seks/sensualitas atau apakah memberikan pembatasan pada iklan yang dibuatnya
terhadap sensualitas. Pembatasan terhadap iklan dengan kesederhanaan lebih
terlihat di negara Arab Saudi atau negara-negara timur tengah. Ini dikarenakan
budaya Islam yang sangat konservatif dalam nilai ini.
Material/non
material
Ada
dua tipe dari materialisme. Intrumen materialism adalah barang yang diperoleh
yang mana memungkinkan untuk dilakukannya sesuatu hal. Terminal materialism
adalah barang yang diperoleh untuk kepentingan dari apa yang dimiliki oleh
benda itu sendiri. Seni secara umum diperoleh dari kesenangan pada apa yang
dimilikinya daripada sebagai harta untuk tujuan lain.
Kerja
keras/santai
Dalam
hal ini, seorang pemasar harus melihat apakah dalam suatu negara memiliki lebih
nilai kerja dalam aktivitasnya dibandingkan dengan waktu luang/santai atau
sebaliknya. Dengan kata lain, nilai ini mempunyai konsistensi bagi gaya hidup
dan tuntutan untuk aktivitas luang/santai.
Penundaan
kepuasan/kesegeraan kepuasan
Orientasi
jangka pendek dan orientasi jangka panjang mempunyai implikasi pada strategi
bisnis serta usaha untuk mendorong menabung, dan juga pada penggunaan kredit.
Seperti contoh, nilai tujuan bisnis dalam budaya jangka pendek cenderung untuk
dimasukkan kedalam “keuntungan tahun ini” ketika kemudian dalam budaya jangka
panjang dimasukkan kedalam “keuntungan 10 tahun dari sekarang”. Dengan kata
lain, menggunakan kredit merupakan suatu penurunan dalam budaya jangka panjang
dimana tunai dan kartu debit lebih lazim digunakan.
Religi/sekuler
atau duniawi
Amerika
Serikat relatif sekuler. Banyak budaya Islam dan juga beberapa budaya katholik
lebih banyak berorientasi pada religi. Perbandingannya, religi bermain dengan
peran yang sangat sedikit dalam budaya Cina. Bagaimanapun juga, Cina memili
aktivitas religi didalamnya. Secara garis besarnya pengertian yang luas dan dan
tipe dari yang berhubungan dengan pengaruh religi dalam budaya pada dasarnya
untuk tujuan efektif semua elemen pada campuran pemasaran.
Variasi
Kebudayaan Dalam Komunikasi Nonverbal
Perbedaan
dalam sistem komunikasi verbal adalah lintas budaya yang nyata dengan segera
dan harus diambil kedalam suatu perhitungan oleh keinginan pemasar untuk
dilakukannya bisnis dalam budaya itu. Mungkin lebih penting dan bagaimanapun
juga tentu saja lebih sulit untuk mengenal apakah sistem komunikasi nonverbal
tersebut. Contoh utama dari variabel komunikasi nonverbal dimana mempengaruhi
pemasar adalah waktu, ruang, simbol, hubungan, persetujuan, benda, dan etiket.
Waktu
Pengertian
dari variasi waktu diantara budaya adalah dalam dua cara utama. Pertama, apa
yang kita sebut perspektif waktu: ini adalah keseluruhan orientasi terhadap
waktu. Kedua, adalah menempatkan interpretasi pada spesifik waktu yang
digunakan.
Perspektif
waktu
Ada
dua jenis perspektif waktu antara lain;
1.
Yang pertama, monochromic time perspective yakni orientasi yang kuat kearah
sekarang serta waktu jangka pendek. Dan kedua, polychromic time perspective
yakni orientasi kearah sekarang dan masa lalu. Arti dalam waktu yang digunakan.
2.
Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu
yang digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi
pada monochronic, mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik,
menit, jam sangat berharga bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang
berorientasi polichronic, istilah “tetaplah menunggu” menjadi suatu hal yang
biasa bagi mereka.
Ruang
Kegunaan
orang membuat ruang dan mengartikan apa yang mereka tempatkan merupakan bentuk
kedua dari komunikasi nonverbal. Di Amerika, “besar adalah lebih baik”, jadi,
ruang kantor dalam perusahaan biasanya dialokasikan sesuai dari pangkat atau
wibawa daripada apa yang dibutuhkan.
Hal
utama kedua yang digunakan dari ruang adalah ruang pribadi. Hal ini dimaksudkan
agar orang lain bisa datang pada anda dan dalam situasi apapun tanpa anda
merasa tidak nyaman.
Simbol
Di
Amerika jika melihat bayi memakai baju warna pink, maka bayi tersebut di
identikkan dengan seorang perempuan. Begitu juga jika memakai warna biru, maka
dapat dipastikan bahwa jenis kelaminnya adalah laki-laki. Tetapi hal tersebut
akan ditanggapi berlainan di negara Belanda. Warna, gambar binatang, bentuk,
angka, dan musik akan memberikan variasi pengartian dalam lintas budaya.
Kegagalan dalam mengenal arti penempatan pada simbol bisa berakibat pada
masalah yang serius. Salah satu contohnya adalah ketika pebisnis Cina yang
bepergian untuk mengelilingi rute pasifik, kebanyakan mereka terkejut ketika
melihat petugas perjalanan wisata tersebut memakai pakaian putih yang bagi Asia
merupakan simbol dari kematian.
Hubungan
Hak
dan kewajiban ditentukan oleh hubungan dan persahabatan yang mana merupakan
variabel komunikasi nonverbal lainnya. Bagi orang-orang Amerika, mereka lebih
cenderung untuk menjalin hubungan secara cepat dan mudah. Hal ini dikarenakan
mengingat ketika mereka pergi dari tempat tersebut, rasa sakit yang mereka
dapatkan dari hubungan tersebut akan sedikit. Berbeda di negara lainnya yang
lebih berhati-hati dalam menjalin suatu hubungan. Hal ini dikarenakan karena
mereka ingin mengimplikasikan hubungan tersebut lebih dalam lagi dan
mengekalkan kewajibannya.
Persetujuan
Persetujuan
disini yakni bagaimana budaya yang berbeda melihat hubungan bisnis didalam
kedua belah pihak. Seperti contoh pada hubungan bisnis antara Amerika dan
Jepang pada kontrak kesepakatan yang dilakukan. Bagi Amerika, mereka hanya
melihat atau fokus pada bisnisnya sedangkan bagi Jepang tidak cukup hanya
disitu, melainkan juga pada pengenalan lebih dekat dan jauh lagi dari hubungan
bisnis tersebut.
Benda
Pengartian
budaya terhadap benda pada pola pembelian adalah sesuatu yang tidak
disangka-sangka atau dengan kata lainnya adalah “hadiah”. Dalam beberapa budaya,
pemberian hadiah dilakukan dalam beberapa bentuk. Dinegara Cina pemberian
hadiah dilakukan secara rahasia, sedangkan di negara Arab dilakukan didepan
orang yang akan diberikan hadiah. Dan begitu juga terhadap benda apa yang
diberikan sebagai suatu hadiah.
Etiket
Etiket
menggambarkan secara umum kebiasaan yang diterima dari tingkah laku dalam
situasi sosial. Seperti contohnya pada iklan dimana di negara Amerika makan
dengan posisi garpu ditangan kanan dan tangan kiri dibawah meja adalah sesuatu
yang sudah biasa, tetapi lain halnya di negara Inggris dimana posisi garpu
berada ditangan kiri dan dan tangan kanan berada diatas meja.
Contoh
kecil ini merupakan dasar bagaimana suatu budaya yang berbeda melihat etiket
dari apa yang diiklankan. Dan bagaimana pula iklan melihat etikat dari lintas
budaya tersebut.
Budaya
Global
Isu
penting yang dihadapi oleh pemasar adalah perluasan pada salah satu atau lebih
pada budaya global konsumen atau pangsa yang tergabung. Ada kesan yang
memberikan keterangan bahwa ada pergerakan yang sungguh-sungguh dalam arah ini.
Budaya memiliki serta memberikan perangkat dari simbol hubungan-konsumsi dengan
pengertian umum dan sifat diantara anggotanya. Satu diantara maksud budaya
global adalah bahwasanya porsi dari budaya lokal menggambarkan diri mereka
sendiri sebagai kosmopolitan, berpengetahuan banyak, dan modern. Beberapa
individu memberikan banyak nilai dan perilaku hubungan konsumsi dengan individu
yang serupa pada jarak lintas dari budaya bangsa.
Beberapa
budaya dikreasikan oleh globalisasi media massa, kerja, pendidikan, dan wisata.
Beberapa kategori produk (telpon genggam, internet) dan merk (Sony, Nike)
menjadi simbol hubungan pada budaya ini. Ini tidak diimplikasikan bahwa merk
ini digunakan pada iklan global yang sama tetapi melainkan tema pokok dan
simbol yang mungkin sama.
Budaya
Global Anak Umur Belasan Tahun (ABG)
Para
ABG seluruh dunia menonton banyak pertunjukan yang sama, melihat film dan video
yang sama, dan mendengar musik yang sama. Mereka tidak hanya mengidolakan musisi
yang sama, tetapi juga musisinya, baik itu gaya berpakaian, kelakuan, dan
sikap, dimana melengkapi mereka dengan banyak karakter. Pemasar menggunakan
kesamaan ini diantara ABG lintas budaya untuk meluncurkan merk global. Dengan
kata lain, dalam mengiklankan produknya pemasar menggunakan model yang dapat
dikenal para ABG diseluruh dunia seperti bintang olah raga. Atau juga dengan
mengiklankan pada bentuk keseleruhan dari lintas budaya tersebut. Seperti pepsi
yang dalam satu iklan memperlihathkan aktivitas ABG diseluruh dunia.
Demografis
Global
Demografi
melukiskan populasi dalam hubungannya pada ukurannya, struktur, dan distribusi.
Ukuran mengarah pada jumlah dari individu dalam masyarakat. Struktur
menggambarkan masyarakat dalam hubungan dari usia, pendapatan, pendidikan, dan
pekerjaan. Distribusi melukiskan lokasi fisik dari individu dalam hubungannya
dari wilayah geografis dan pedesaan, pinggiran kota, dan lokasi perkotaan.
Secara garis besarnya, pemasar melihat serta menyesuaikan keadan tiap negara sesuai
dengan demografinya. Seperti contoh pada pendapatan yang berbeda ditiap negara,
pemasar meletakkan harga sesuai dengan kemampuan negara tersebut dalam
pembelian. Dan juga menempatkan iklan pada kecenderungan usia, pendidikan, dan
pekerjaan serta wilayah geografis yang menjadi tujuan pemasaran.
Strategi
Pemasaran Lintas Budaya
Yang
menjadi kontroversi dalam hal ini adalah apa yang menjadi standar terutama pada
iklan. Standarisasi strategi bisa berakibat dalam penghematan biaya pada
pokoknya. Secara garis besar tidak digambarkan bagaimana strategi pemasaran
tersebut, tetapi dapat diambil kesimpulan bahwasanya pemasar melihat apa yang
menjadi perilaku konsumen, konsep budaya, serta apa yang menjadi variasi dalam
lintas budaya. Seperti yang dilakukan McDonald’s dimana mengadaptasikan produk
serta tata ruang tokonya dengan tepat pada beberapa negara.
Perhatian
Penuh Dalam Pendekatan Pasar Asing
Ada
tujuh kunci perhatian penuh beberapa geografis pasar dimana perusahaan akan
menatap.
Apakah
wilayah goegrafis yang homogen atau heterogen juga tanggap pada budaya?
Usaha
pemasaran biasanya langsung pada penetapan wilayah geografis, terutama politik
dan ekonomi yang ada. Syarat legal dan saluran distribusi yang ada selalu
mendorong pendekatan ini. Bagaimanapun, hal itu juga didukung oleh asumsi
secara mutlak dimana geogafis atau batas politik dengan batas budaya. Seperti
kita lihat, batas negara menggambarkan keseluruhan kecenderungan, tapi
perbedaan didalam memberikan negara pertimbangan kritik. Seperti contoh, menurut
penelitian bahwa strategi di Amerika Latin membutuhkan pertimbangan tidak hanya
pada lintas negara tetapi juga didalam perbedaan negara (wilayah,
pinggiran/kota).
Demikian
juga dengan Cina yang memiliki budaya kedaerahan yang kuat, budaya perkotaan/
pedesaan, oleh karena itu Sharp menghubungkan perbedaan dengan pendapatan,
usia, dan pendidikan. Jadi, kampanye pemasaran harus dikembangkan bagi budaya
dan kelompok demografi, tidak hanya negara.
Apa
yang dibutuhkan produk ini atau versi pada pengisian dalam budaya ini?
Memeriksa
pasar baru dengan keberadaan produk atau teknologi produk dalam pikiran.
Pertanyaan mereka yang harus dijawab adalah kebutuhan apa yang mereka ada atau
produk modifikasi yang bisa diisi dalam budaya yang dilibatkan. Seperti contoh,
sepeda dan sepeda motor merupakan kebutuhan rekreasi di Amerika, tapi mereka
menjadi transportasi dasar bagi negara lainnya.
Bisakah
cukup dari kebutuhan orang akan produk menghasilkan produk?
Inisial
analisis demografis dibutuhkan untuk menentukan jumlah dari individu atau rumah
tangga yang mana membutuhkan produk yang benar-benar bisa menghasilkan.
Contohnya, ketika Cina memiliki lebih dari 1,3 milyar konsumen, pasar barat
berkurang 20 persen dari totalnya. Ekspansi ekonomi kedepan lebih ke negara
Cina dan India dimana mereka merupakan pasar potensial di tahun akan datang.
Untuk itu maka dibentuk sistem harga dimana untuk membantu adanya reaksi
konsumen dengan pendapatan yang relative rendah.
Nilai
atau pola apa dari nilai, yang relefan pada pembelian dan penggunaan produk.
Nilai
sistem seharusnya diinfestigasi bagi pengaruhnya dalam pembelian produk,
memiliki produk, menggunakan produk, dan membuang produk. Kebanyakan dari
strategi pemasaran akan berdasar pada analisa ini.
Apa
itu distribusi, politik, dan struktur legal bagi produk.
Struktur
yang legal dari suatu negara bisa memiliki dampak dalam tiap aspek dari
campuran pemasaran perusahaan. Begitu juga dengan distribusi dan politik yang
juga berpengaruh dalam pemasaran suatu produk.
Dengan
cara apa kita bisa berkomunikasi tentang produk.
Petanyaan
ini membutuhkan investigasi dalam:
- Media yang tersedia dan
menyertai pada tiap tipe
- Kebutuhan pemenuhan produk.
- Menggabungkan nilai dengan
produk dan menggunakannya.
- Sistem komunikasi verbal dan
nonverbal dalam budaya.
Dari
hal diatas dapat disimpulkan, menurut penelitian menghubungkan web sites pada
negara spesifik adalah kritik pada pemasaran online karena variasi budaya dalam
dimensi web site dapat mengendalikan pembelian dan ketetapan. Internet salah
satunya dimana kita dapat berkomunikasi dengan tepat.
Referensi:
- Bahan bacaan “An Alternative
Consumer Behaviour Theory For Asia”
- Sumber actual “Case Marketing
Todays; Varian Culture Marketing In The World, for Asia Market”
- Rujukan artikel pemasaran Asia
“The Consumerism Asia Culture” edisi: Agustus 2011.
Referensi
:
- Engel FJ, Roger D Blakwell,
Paul W Miniard ( 1994), Perilaku Konsumen, Terjemahan, Binarupa Aksara,
Jakarta.
- Loudon D and Della Bitta, JA
(1993), Consumer Behavior : Concepts and Applications, Mc Graw-Hill.
- Mowen CJ and Minor M,(1998),
Consumer behavior, Prentice Hall
- Peter JP and Jerry C Olson (
2000),Consumer Behavior : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran,
Erlangga, Jakarta
- Sciffman GL and Kanuk,L (1994)
Consumer Behavior, Prentice Hall
- Nugroho J Setiadi, (2003),
Perilaku Konsumen : Konsep & Implikasi untuk Strategi dan Penelitian
Pemasaran, Kencana, Jakarta.
No comments:
Post a Comment