Studi
Beda Reaksi Pasar atas Pengumuman Corporate Govermance Perception Indeks antara
Perusahaan “10 Besar” dan “Non 10 Besar” yang Terdaftar Pada Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2011
ISU
Krisis
finansial di Asia Timur dan Asia Tenggara tahun 1997, hancurnya Enron dan
WorldCom, serta krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang menyebabkan
kerugian luar biasa pada perusahaan besar seperti Merrill Lynch, Lehmn
Brothers, dan Citicorp, mengingatkan akan pentingnya penerapan Good Corporate Governance (Joko
Sugiarsono, jurnalis senior Majalah SWA, Januari 2008). Good Corporate
Governance (GCG) merupakan landasan yang kokoh untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan membangun bisnis yang berkelanjutan (Harmanto Edy Djatmiko,
pimpinan Divisi Penerbitan SWA, 2010). Pada tahun 2005,
Bank Mandiri bermasalah dengan Non
Performing Loan (NPL) dan keuntungannya menurun sebesar 80%. Setelah menerapkan
GCG, pada tahun 2007 Bank Mandiri
mencapai predikat “Sangat
Terpercaya” dalam Corporate Governance Perception Index serta peningkatan
keuntungan sebesar 200% dari Rp 1,1 triliun menjadi Rp 3,1 triliun dan harga
saham dari Rp 1.600/lembar pada tahun 2005 menjadi Rp 3.500/lembar (Majalah SWA
Januari 2008).
Menurut
survei McKinsey & Co (Coombes dan Watson, 2000 dan Luhukay, 2002) pada
lebih dari 200 investor global dengan akumulasi aset lebih dari US$
3,25 miliar di Asia, Eropa dan
Amerika Serikat, serta Amerika Latin, informasi corporate governance sama pentingnya
bahkan lebih penting dari informasi laporan
keuangan. Investor bersedia memberi
premium kepada perusahaan yang menerapkan
corporate governance dengan baik,
yang besarnya berbeda antar negara. Untuk negara Asia berkisar antara 20-27%
dan Indonesia tertinggi, yaitu 27%. Jadi, jika suatu perusahaan di Indonesia
menerapkan corporate governance dengan baik di lingkungan Indonesia yang secara
umum masih kurang baik penerapan corporate governance-nya, perusahaan tersebut
akan memperoleh premium yang lebih tinggi dari investor.
Penelitian
ini bertujuan untuk menguji apakah informasi CGPI mendapatkan
reaksi pasar yang diproksikan dengan
abnormal return dan peningkatan trading volume activity di sekitar tanggal
pengumuman CGPI. Selain itu juga menguji apakah perusahaan yang corporate
governance-nya lebih baik (kelompok “Sepuluh Besar”)
memiliki perbedaan reaksi pasar
dengan perusahaan yang corporate governance-nya yang kurang baik (kelompok “Non
Sepuluh Besar”).
Kajian
Teoritis
Corporate
Govermance dan Corporate Govermance Perception Indeks (CGPI)
Corporate
governance adalah suatu mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
agar tercapai tujuan bersama (The Indonesian Institute for Corporate
Governance, 2009; Organization for Economic and Development, 1999 dalam
Syakhroza, 2003). Sementara itu, Good Corporate Governance (GCG) merupakan
sistem yang memberikan nilai tambah kepada semua takeholder
dalam jangka panjang dengan
menekankan pentingnya penyediaan informasi
(The Indonesian Institute for
Corporate Governance, 2009; Daniri, 2000 dan Ruru, 2000 dalam Sulistyanto dan
Warastuti, 2004). Suatu perusahaan dikatakan
melaksanakan GCG apabila telah
menerapkan prinsip Transparency,Accountability, Responsibility, Independency,
dan Fairness (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
Corporate
Governance Perception Index (CGPI) merupakan program riset dan pemeringkatan
penerapan GCG yang diselenggarakan oleh The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG) dan Majalah SWA pada perusahaan publik, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Lembaga Keuangan Perbankan dan
non-Perbankan, Lembaga Keuangan Syariah, dan Perusahaan Swasta di Indonesia
secara tahunan sejak tahun 2001(www.iicg.org).
CGPI bertujuan untuk memicu perusahaan
dalam meningkatkan kualitas penerapan GCG. Keikutsertaan CGPI bersifat sukarela
dan melibatkan partisipasi aktif perusahaan dan seluruh stakeholder-nya.
Coprprate Govermane dan Reaksi Pasar
Suatu
pengumuman dianggap informatif jika dapat mengubah kepercayaan
pengambil keputusan (Wuryani, 2007).
Pengumuman CGPI diduga memiliki kandungan informasi yang mempengaruhi reaksi
pasar. Reaksi pasar ditunjukkan
dengan adanya perubahan harga saham
perusahaan yang masuk pemeringkatan CGPI yang diukur dengan abnormal return.
Perubahan harga saham merefleksikan perubahan kepercayaan rata-rata pasar
secara agregat (Beaver, 1968 dalam Bandi dan Hartono, 2000; Kim dan Verrecchia,
1991; Bamber dan Cheon, 1995). Jadi, abnormal return digunakan untuk melihat
reaksi pasar secara keseluruhan terhadap informasi CGPI sebagai keputusan
perdagangan saham.
Almilia
dan Sifa (2006) menguji reaksi pasar terhadap publikasi CGPI 2001 2003 dengan
membagi perusahaan menjadi kelompok sepuluh besar dan kelompok non s epuluh
besar. Dari penelitian tersebut diperoleh bukti bahwa pengumuman CGPI pada
kedua kelompok tersebut sama-sama direaksi pasar dengan adanya
abnormal return signifikan di
sekitar tanggal pengumuman. Wirajaya (2011) yang menguji CGPI tahun 2006-2008
menemukan hasil yang sejalan dengan Almilia dan Sifa (2006). Sulistyanto dan
Prapti (2003) membuktikan bahwa terdapat abnormal return signifikan di sekitar
pengumuman Annual Report Award (ARA) tahun 2002 kepada perusahaan yang baik
corporate governance-nya. Namun, Wuryani (2007) yang juga menguji ARA tahun
2002, tidak menemukan abnormal return signifikan di sekitar tanggal pengumuman.
Penelitian
pada negara emerging market yang memiliki efisiensi pasar
modal serupa dengan Indonesia,
seperti Brazil dan Turki (Morey et al, 2009), menemukan adanya abnormal return
signifikan di sekitar tanggal pengumuman
informasi corporate governance
(Chavez dan Silva, 2006; Bozcuk, 2010). Nittayagasetwat dan Nittayagasetwat
(2006) menguji reaksi harga saham atas pengumuman Corporate Governance Rating
(CGR) pada perusahaan top quartile
yang terbaik penerapan corporate
governance-nya di Thailand, yang juga termasuk negara emerging market,
membuktikan bahwa informasi tersebut tidak direspon pasar dengan tidak adanya
abnormal return signifikan.Dari uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
H1 : Terdapat
abnormal return signifikan disekitar tanggal pengumuman CGPI
pada
perusahaan yang termasuk dalam kelompok “Sepuluh Besar”.
H2: Terdapat
abnormal return signifikan di sekitar tanggal pengumuman CGPI
pada
perusahaan yang termasuk dalam kelompok “Non Sepuluh Besar”.
Selain
abnormal return, reaksi pasar juga ditunjukkan dengan adanya peningkatan
aktivitas perdagangan saham perusahaan yang diukur dengan trading
volume activity. Trading volume
activity merupakan jumlah tindakan atau
perdagangan investor individual
(Beaver, 1968 dalam Bandi dan Hartono, 2000;
Kim dan Verrecchia, 1991; Bamber dan
Cheon, 1995). Jadi, trading volume activity
digunakan untuk melihat reaksi
investor secara individual terhadap informasi CGPI dalam membuat keputusan
perdagangan saham.
Almilia
dan Sifa (2006) dan Wirajaya (2011) membuktikan adanya volume
perdagangan signifikan di sekitar
tanggal pengumuman CGPI pada kedua kelompok.
Wuryani (2007) membuktikan bahwa
tidak terdapat perbedaan signifikan trading volume activity sebelum dan setelah
pengumuman ARA. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Terdapat
peningkatan trading volume activity signifikan di sekitar tanggal
pengumuman
CGPI pada perusahaan yang termasuk dalam kelompok “Sepuluh Besar”.
H4 : Terdapat
peningkatan trading volume activity signifikan di sekitar tanggal
pengumuman
CGPI pada perusahaan yang termasuk dalam kelompok “Non Sepuluh Besar”.
Dengan
adanya pemeringkatan CGPI, dapat diduga bahwa perusahaan yang
corporate governance-nya lebih baik
(kelompok “Sepuluh Besar”) memiliki abnormal return dan peningkatan trading
volume activity yang lebih tinggi dari perusahaan yang kurang baik corporate
governance-nya (kelompok “Non Sepuluh Besar”). Hal tersebut memungkinkan adanya
perbedaan reaksi pasar yang signifikan antara perusahaan “Sepuluh Besar” dan
“Non Sepuluh Besar” CGPI.
Almilia
dan Sifa (2006) serta Santoso dan Shanti (2009) membuktikan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan abnormal return dan volume perdagangan di sekitar
tanggal pengumuman CGPI antara perusahaan sepuluh besar dan non sepuluh besar.
Wirajaya (2011) memperoleh hasil penelitian yang sejalan dengan Almilia dan
Sifa (2006) serta Santoso dan Shanti (2009). Dari uraian tersebut dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Terdapat
perbedaan signifikan abnormal return di sekitar tanggal pengumuman CGPI antara perusahaan yang termasuk dalam
kelompok “Sepuluh Besar” dan “Non
Sepuluh Besar”.
H6 : Terdapat
perbedaan signifikan trading volume activity di sekitar tanggal
pengumuman
CGPI antara perusahaan yang termasuk dalam kelompok “Sepuluh Besar” dan “Non Sepuluh Besar”.
METODE PENELITIAN
Populasi
penelitian ini adalah semua perusahaan yang termasuk pemeringkatan CGPI dalam
Majalah SWA tahun 2007-2011. Kemudian
diambil sampel dengan metode
purposive sampling yang menggunakan kriteria
tertentu agar relevan dengan tujuan
penelitian. Kriteria pengambilan sampel adalah:
1. Perusahaan
tersebut dikelompokan dalam kelompok “Sepuluh Besar” dan “Non Sepuluh Besar”
untuk masing-masing tahun 2007-2011. Kelompok “Sepuluh Besar” merupakan 10 pe
rusahaan dengan nilai total tertinggi, sedangkan yang lainnya termasuk dalam
kelompok “Non Sepuluh Besar”.
2. Perusahaan
tersebut terdaftar di BEI pada masing-masing periode pengumuman CGPI tahun
2007-2011 dan mempublikasikan laporan keuangan di websiteBEI (www.idx.co.id).
3. Perusahaan
tersebut tidak melakukan corporate action seperti: right issue, warrant,
convertible bond, stock option, stock split, stock dividend, bonus share,
reverse stock split, serta merger dan akuisisi selama periode jendela.
4. Perusahaan
tersebut memiliki informasi mengenai harga saham penutupan (closing price) dan
volume perdagangan saham harian selama periode jendela.
Dari
jumlah total perusahaan yang termasuk dalam pemeringkatan CGPI tahun 2007-2011
sebanyak 122 perusahaan, setelah dilakukan seleksi diperoleh total sampel
sebanyak 70 perusahaan. Sampel tersebut terdiri dari 39 perusahaan kelompok
“Sepuluh Besar” dan 31 perusahaan kelompok “Non Sepuluh Besar”. Daftar
perusahaan yang menjadi sampel dapat dilihat pada lampiran 1.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Tidak
terdapat perbedaan signifikan
abnormal return dan trading volume activity antara
kelompok ”Sepuluh Besar” dan “Non
Sepuluh Besar” di sekitar tanggal pengumuman CGPI, yang menunjukkan bahwa
informasi CGPI masih dianggap kurang berarti
dalam keputusan berinvestasi, serta
(2) Pengumuman CGPI pada kelompok ”Sepuluh Besar” dan“Non Sepuluh Besar” tidak
direspon secara agregat oleh pasar dengan tidak adanya abnormal return
signifikan di sekitar tanggal pengumuman, tetapi direspon secara individual
oleh investor dengan adanya peningkatan trading volume activity signifikan.
Penelitian
ini masih terdapat keterbatasan, yaitu: penghitungan return ekspektasi hanya
menggunakan market adjusted model, indikator reaksi pasar hanya menggunakan
abnormal return dan trading volume activity, jumlah sampel
sedikit karena peserta CGPI relatif
sedikit sehingga kemungkinan hasil pengujian
tidak dapat digene ralisasikan,
serta tidak mempertimbangkan faktor lain selain
corporate action yang kemungkinan
dapat mempengaruhi reaksi pasar.
REFERENSI
Melissa Aristya Tedjakusuma, 2013, Studi Beda Reaksi Pasar atas
Pengumuman Corporate Govermance Perception Ineks antara Perusahaan “10 Besar”
dan “Non 10 Besar” yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011
Studi
Beda Reaksi Pasar atas Pengumuman Corporate Govermance Perception Ineks antara
Perusahaan “10 Besar” dan “Non 10 Besar” yang Terdaftar Pada Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2011
No comments:
Post a Comment