CORPORATE GOVERNANCE
Pengungkapan dan Transparansi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah “pasar modal” di pakai
sebagai terjemahan dari istilah “Capital Market”. Yang berarti suatu tempat
atau sistem sebagaimana caranya di penuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk
kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual
surat efek yang baru di keluarkan. Dalam pasar modal terjadi
transaksi-transaksi saham dari berbagai pihak, berkumpulnya orang-orang yang
melakukan perdagangan. Pada transaksi dalam pasar modal terdapat payung hukum
yang mengatur di dalamnya. Pasar modal atau bursa efek secara sederhana adalah
tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu
(listed stock), pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual beli
efek.
Pembeli dana/modal adalah mereka baik
perorangan maupun kelembagaan/badan usaha yang menyisihkan kelebihan
dana/uangnya untuk usaha yang bersifat produktif. Sedang penjual modal/dana
adalah perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluaan
usahanya.4 Modal/dana atau efek yang diperjualbelikan di pasar modal atau bursa
tersebut pada umumnya berbentuk saham dan obligasi. Di Indonesia juga
diperdagangankan sertifikat danareksa.
Dalam perdagangan saham dalam bursa
efek, sering terjadi permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai
pihak dengan motivasi atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran
terhadap prinsip keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram
dalam transaksi saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan
insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang
tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana
didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam” (inside
information) yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan
mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan
ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan
keuntungan jalam pintas (short swing profit).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas
antara lain:
1.
Apa pengertian dari transparansi ?
2.
Apa pengertian dari pengakuan ?
3.
Bagaimana kasus insider trading yang pernah dialami PT
Gas Negara Tbk ?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari paper
ini antara lain:
1.
Untuk mengetahui
tranparansi.
2.
Untuk mengetahui
pengakuan.
3.
Untuk mengetahui
kasus dari insider trading yang pernah dialami PT Gas Negara Tbk.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Transparansi
Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi
perusahaan sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang
dapat dipercaya mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait,
posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan
dagang yang bersifat umum. Dalam tingakatan negara, Bushman, Piotroski, dan
Smith (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu
transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan
tingkat negara disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu
pelaporan, jumlah analisis, dan media penyebarannya.
2.2. Pengungkapan
dalam Laporan Perusahaan
Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan
keuangan adalah dari komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional
dan badan pengaturan standar Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat,
sepeti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang, telah memberi
perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak – pihak tersebut.
Dorongan untuk
Pengungkapan Informasi
Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang
ternyata meningkatkan persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan
dengan pengaturan badan dan standar perwakilan pada tingkat pemerintahan dan
professional. Cepatnya permintaan informasi untuk
tujuan penanaman modal, perkembangan pasar saham dan pembagian kepemilikan yang
mendunia, dipadukan dengan berkembangnya kekhawatiran terhadap perbedaan
standar dan perlakuan akuntansi dinegara berbeda, telah meningkatkan permintaan
terhadap bertambahnya pengungkapan akuntansi untuk peningkatan kualitas maupun
perbandingan laporan Perusahaan Multinasioal.
Mengkomunikasikan
kepada Pengguna
Pertumbuhan saat ini mengindikasikan banyak pengguna
informasi keuangan yang tidak bisa membaca atau mengerti isi laporan, terutama
investor dari kalangan awam akuntansi. Pengguna langsung yang jumlahnya relatif
kecil, yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk memahami laporan keuangan.
Banyak investor dan pemegang saham tidak membuat keputusan investasi sendiri
tetapi bergantung pada saran dari para ahli. Sebuah perusahaan analisis
komprehensif tidak hanya mengharuskan penggunaan informasi keuangan, tetapi
data tambahan, serta untuk menilai tren saat ini dan masa depan. Pada pusat,
Perusahaan Multinasional sangat kompleks, dan begitu pula dengan laporan
perusahaannya.
Pentingnya
Pengungkapan Informasi
Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran
dari isu-isu akuntansi, pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan
keuangan dan laporan perusahaan dengan semakin diakui oleh perusahaan
multinasional. Informasi ini memberikan masukan penting bagi analisis keuangan
proses evaluasi kualitas laba dan posisi keuangan, baik saat ini dan masa yang
akan datang. Pada saat yang sama, kebutuhan ini harus ditimbang terhadap
kepentingan analis, investor, dan masyarakat dalam transparansi usaha
multinasional. Dengan adanya pengungkapan informasi, maka perusahaan dapat menyampaikan
kebijaksanaan dan informasi mengenai orientasi perusahaan dimasa yang akan
datang. Diakui secara umum, bahwa biaya dalam
penyediaan informasi tidak boleh melebihi keuntungan yang diperoleh oleh
pengguna informasi. Perlunya perusahaan multinasional dalam memelihara
kepercayaan diri usahanya dalam area sensitif dan untuk menghindari bahaya
dalam persaingan, harus dicantumkan dalam akun-akun perusahaan. Dalam
prakteknya, muncul anggapan bahwa semakin spesifik, semakin berorientasi ke
depan dan semakin kuantitatif suatu informasi yang diusulkan untuk diungkapkan,
maka semakin pekalah Kinerja perusahaan ke arah pencegahan.
Insentif
Manajerial Untuk Mengungkapkan Informasi.
Manajemen secara sukarela memberikan informasi dan respon
terhadap peraturan. Penelitian oleh Meek dan Gray (1989) dan lain-lain telah
menunjukkan, misalnya, bahwa pengungkapan sukarela yang akan datang adalah
ketika perusahaan berkompetisi untuk pembiayaan dari investor, khususnya dalam
konteks lintas batas. Dimana pemerintah dan Perusahaan yang berusaha
mempengaruhi lingkungan di mana MNE beroperasi, ada juga yang akan berpengaruh
kuat pada MNE untuk memberikan informasi. Faktor-faktor kompleks yang
mempengaruhi pengungkapan perusahaan, ditunjukkan dalam figure berikut ini:
a. Biaya Infomasi Produksi
Pengungkapan
informasi memerlukan biaya keuangan langsung. Perusahaan multinasional mengerti
dan enggan untuk mendatangkan peningkatan biaya kecuali mereka diminta untuk
melakukannya atau potensi keuntungan melebihi perkiraan biaya. Biaya langsung
adalah nilai sumber daya yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan
informasi serta dalam mengaudit dan mengkomunikasikan. Biaya langsung seperti
pengungkapan informasi akan bergantung pada struktur internal MNE dan informasi
yang dihasilkan dalam rangka untuk mengelola struktur ini.
b. Kerugian Kompetitif dari Pengungkapan
Dalam
beberapa keadaan pengungkapan informasi bisa merugikan Perusahaan
Multinasional. karena informasi akan dapat diakses oleh siapa saja sehingga
pesaing juga dapat mengetahui informasi tersebut. Informasi yang memungkinkan
perusahaan pesaing untuk meningkatkan kekayaan mereka dengan menggunakan
informasi ini.
c. Perilaku Manajerial untuk Pengungkapan Sukarela
Tambahan
permintaan pengungkapan informasi datang dari organisasi internasional
(khususnya PBB, OECD, Uni Eropa, dan IASB), pemerintah dan masyarakat dimana
Perusahaan Multinasional beroperasi. Namun, pertumbuhan globalisasi dari pasar
modal menunjukkan adanya tekanan pasar yang signifikan untuk tambahan informasi
mengenai operasi Perusahaan Multinasional serta adanya prospek dan kekhawatiran
mengenai koordinasi internasional dari peraturan pasar modal. Tekanan ini
membuat manajemen harus menimbang biaya dan manfaat dari pengungkapan informasi
secara sukarela.
d. Praktek Pengungkapan Perusahaan
Praktek
pengungkapan secara sukarela oleh Perusahaan Multinasional, sebuah studi oleh
Meek, Roberts, dan Gray (1995) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan sukarela pada 226 Perusahaan Multinasional dari Amerika Serikat,
Inggris, dan negara-negara benua Eropa. Pengungkapan telah diteliti dan
diklasifikasikan menjadi tiga jenis : strategi, nonfinansial, dan financial.
Melihat faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi secara sukarela,
dukungan statistik ditemukan untuk ukuran perusahaan, status daftar perusahaan
internasional, asal negara atau kawasan. MNE terbesar adalah perusahaan yang
menentukan kecendrungan dalam memberikan keterbukaan informasi non financial
dan financial.
2.3 Kasus Insider Trading yang Pernah dialami
PT Gas Negara Tbk
Kasus
yang dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang berindikasi bermula pada
jatuhnya dalam penjualan saham dibursa efek. Terjadinya pada periode 12
september 2006 sampai dengan 11 januari 2007. Terdapat indikasi terjadinya
pelangaran terhadap peraturan undang-undang pasar modal pada transaksi
penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Semuanya terjadi bermula dari
penurunan secara signifikan harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk di Bursa
Efek Jakarta, yaitu dari Rp 9.650,00 (harga penutupan pada tanggal 11 januari
2006) menjadi Rp 7.400,00 per lembar saham pada tanggal 12 januari 2007.
Dugaan
adanya insider trading sangat terasa pada saat harga saham PGN anjlok pada
harga Rp 7.400,00. Jatuhnya harga saham tersebut dilihat tidak wajar, karena
merujuk pada harga sebelumnya Rp 9.650,00 berarti telah jatuh sebanyak 23,36%.
Melihat dengan jatuhnya harga saham dalam penjualan dibursa efek, patut diduga
bahwa adanya kesalahan atau pun kesengajaan dalam hal transaksi yang dilakukan
oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Kala
itu, saham PGN merosot hingga 23,32% atau Rp 2.250 menjadi Rp 7.400
dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 9.650. sebanyak 186,2 juta saham
ditransaksikan. Dan katagori orang dalam kasus PGN sebagaimana dimaksud di
Undang-undang Pasar Modal adalah Kementrian BUMN, sebagai pemegang saham,
manajemen emiten, serta Danareksa Sekuritas, Bahana Securitas dan Credit Suisse
sebagai konsultan.
Pada
masa periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, yang dimana telah
terjadi penurunan dalam penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk diduga
dikarenakan adanya tindakan Insider trading yang dilakukan. Namun, pembuktian
terhadap dugaan insider trading tidaklah gampang, membutuhkan waktu yang cukup
lama, karena keterbatasan teknologi yang tertinggal kemajuannya dibandingkan
pada perkembangan pasar.
Ada
dugaan bahwa beberapa pelaku pasar telah mengetahui informasi penting mengenai
penundaan komersialisasi gas tersebut sebelum diumumkan secara resmi oleh manajemen
PT Perusahaan Gas negara Tbk. Dalam arti lain, tidak semua pelaku pasar
mengetahui informasi penting tersebut. Sehingga bagi mereka yang mengetahui
informasi penting tersebut, langsung mengambil langkah yang dapat menguntungkan
mereka sendiri, dengan menjual saham PGN lebih dulu dibanding investor lainnya.
Puncaknya pada tanggal 12 Januari 2007, para investor lainnya ikut-ikutan
menjual saham PGN secara besar-besaran, yang mengakibatkan jatuhnya harga saham
PGN 23,32% dari harga Rp 9.650,00 menjadi Rp 7.400,00.
Dari
melihat dan memahami posisi kasus diatas, terdapat beberapa fakta-fakta hukum
yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, antara lain sebagai
berikut :
1. Penurunan
atau jatuhnya harga saham PT Perushaan Gas Negara Tbk pada saat penjualan
dibursa efek Indonesia. Pada harga Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11
januari 2006) 23,36% anjlok pada harga Rp 7.400 perlembar saham pada tanggal 12
januari 2007.
2. Adanya
bukti-bukti yang menunjuk pada praktek transaksi saham perusahaan yang
dilakukan oleh pihak orang dalam perusahaan, yang terjadi pada periode 12
september 2006 sampai dengan 11 januari 2007.
3. Adanya informasi yang tergolong sebagai
informasi material dan dapat mempengaruhi harga saham. Antaranya :
a. Penurunan harga saham PT Perusahaan Gas Negara
sangat erat dengan siaran pers yang dilakukan manajemn perusahan sehari
sebelumnya tertanggal 11 jaunari 2007.
b. Pernyataan
bahwa ditundanya proyek komersialisasi pemipaan gas PT Perusahaan Gas Negara
Tbk yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret
2007.
c. Informasi
tentang penurunan volume gas telah diketahui para pihak perusahaan sejak
tertanggal 12 September 2006 dan informasi tentang tertundanya gas in sejak
tanggal 18 Desember 2006, para pihak perusahaan baru menjelaskan pada tanggal
11 januari 2007.
Dalam kasus ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT. PGN
mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut :
1.
Pelanggaran
prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada Bapepam
dan masyarakat tentang peristiwa material.
Dalam
Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa
perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada
masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek
selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya
peristiwa tersebut.
Pada
kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek
pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan
keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas
dan informasi tertundanya gas ini Dikategorikan sebagai fakta material dalam
Peraturan Nomor X.K.1. Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar
pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran
ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 35 juta .
2.
Pelanggaran
prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material tidak
benar.
Ada beberapa hal yang
seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai
berikut :
a.
Memberikan informasi
yang salah sama sekali.
b.
Memberikan informasi
yang setengah benar.
c.
Memberikan informasi
yang tidak lengkap.
d.
Sama sekali diam
terhadap fakta/informasi material.
Keempat
hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan ”misleading” bagi
investor dalam memberikan judgement nya untuk membeli atau tidak suatu efek .
Ketentuan ini juga
diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan
bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang
secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek
di Bursa Efek .
Dalam
kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang
rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South
Sumatera-West Java) . Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh
direksi, yang kemudian seharusnya keterangan itu disampaikan kepada publik,
namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi bahwa telah terjadi pelanggaran
terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah
sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode
bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP
Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono.
3.
Keterlibatan
fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam:
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam:
a.
Komisaris,
Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka
b.
Pemegang saham
utama perusahan terbuka
c.
Orang yang
karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan perusahaan
terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan disini
dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang
merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan
usahanya, seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan
lain-lain
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi
permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi
atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip
keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram dalam transaksi
saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan insider trading
adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam”
perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi
karena adanya suatu “informasi orang dalam” (inside information) yang penting
dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider
tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secara pribadi,
langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalam pintas
(short swing profit).
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment