KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, May 23, 2016

CORPORATE GOVERNANCE : Pengungkapan dan Transparansi



CORPORATE GOVERNANCE
Pengungkapan dan Transparansi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Istilah “pasar modal” di pakai sebagai terjemahan dari istilah “Capital Market”. Yang berarti suatu tempat atau sistem sebagaimana caranya di penuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru di keluarkan. Dalam pasar modal terjadi transaksi-transaksi saham dari berbagai pihak, berkumpulnya orang-orang yang melakukan perdagangan. Pada transaksi dalam pasar modal terdapat payung hukum yang mengatur di dalamnya. Pasar modal atau bursa efek secara sederhana adalah tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu (listed stock), pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual beli efek.
Pembeli dana/modal adalah mereka baik perorangan maupun kelembagaan/badan usaha yang menyisihkan kelebihan dana/uangnya untuk usaha yang bersifat produktif. Sedang penjual modal/dana adalah perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluaan usahanya.4 Modal/dana atau efek yang diperjualbelikan di pasar modal atau bursa tersebut pada umumnya berbentuk saham dan obligasi. Di Indonesia juga diperdagangankan sertifikat danareksa.
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram dalam transaksi saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalam pintas (short swing profit).


1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas antara lain:
1.      Apa pengertian dari transparansi ?
2.      Apa pengertian dari pengakuan ?
3.      Bagaimana kasus insider trading yang pernah dialami PT Gas Negara Tbk ?
1.3  Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari paper ini antara lain:
1.      Untuk mengetahui tranparansi.
2.      Untuk mengetahui pengakuan.
3.      Untuk mengetahui kasus dari insider trading yang pernah dialami PT Gas Negara Tbk.





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Transparansi
Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Dalam tingakatan negara, Bushman, Piotroski, dan Smith (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan media penyebarannya.
2.2. Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan
Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak – pihak tersebut.
Dorongan untuk Pengungkapan Informasi
Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang ternyata meningkatkan persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan dengan pengaturan badan dan standar perwakilan pada tingkat pemerintahan dan professional.     Cepatnya permintaan informasi untuk tujuan penanaman modal, perkembangan pasar saham dan pembagian kepemilikan yang mendunia, dipadukan dengan berkembangnya kekhawatiran terhadap perbedaan standar dan perlakuan akuntansi dinegara berbeda, telah meningkatkan permintaan terhadap bertambahnya pengungkapan akuntansi untuk peningkatan kualitas maupun perbandingan laporan Perusahaan Multinasioal.

Mengkomunikasikan kepada Pengguna
Pertumbuhan saat ini mengindikasikan banyak pengguna informasi keuangan yang tidak bisa membaca atau mengerti isi laporan, terutama investor dari kalangan awam akuntansi. Pengguna langsung yang jumlahnya relatif kecil, yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk memahami laporan keuangan. Banyak investor dan pemegang saham tidak membuat keputusan investasi sendiri tetapi bergantung pada saran dari para ahli. Sebuah perusahaan analisis komprehensif tidak hanya mengharuskan penggunaan informasi keuangan, tetapi data tambahan, serta untuk menilai tren saat ini dan masa depan. Pada pusat, Perusahaan Multinasional sangat kompleks, dan begitu pula dengan laporan perusahaannya.
Pentingnya Pengungkapan Informasi
Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran dari isu-isu akuntansi, pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan laporan perusahaan dengan semakin diakui oleh perusahaan multinasional. Informasi ini memberikan masukan penting bagi analisis keuangan proses evaluasi kualitas laba dan posisi keuangan, baik saat ini dan masa yang akan datang. Pada saat yang sama, kebutuhan ini harus ditimbang terhadap kepentingan analis, investor, dan masyarakat dalam transparansi usaha multinasional. Dengan adanya pengungkapan informasi, maka perusahaan dapat menyampaikan kebijaksanaan dan informasi mengenai orientasi perusahaan dimasa yang akan datang.     Diakui secara umum, bahwa biaya dalam penyediaan informasi tidak boleh melebihi keuntungan yang diperoleh oleh pengguna informasi. Perlunya perusahaan multinasional dalam memelihara kepercayaan diri usahanya dalam area sensitif dan untuk menghindari bahaya dalam persaingan, harus dicantumkan dalam akun-akun perusahaan. Dalam prakteknya, muncul anggapan bahwa semakin spesifik, semakin berorientasi ke depan dan semakin kuantitatif suatu informasi yang diusulkan untuk diungkapkan, maka semakin pekalah Kinerja perusahaan ke arah pencegahan.
Insentif Manajerial Untuk Mengungkapkan Informasi.
Manajemen secara sukarela memberikan informasi dan respon terhadap peraturan. Penelitian oleh Meek dan Gray (1989) dan lain-lain telah menunjukkan, misalnya, bahwa pengungkapan sukarela yang akan datang adalah ketika perusahaan berkompetisi untuk pembiayaan dari investor, khususnya dalam konteks lintas batas. Dimana pemerintah dan Perusahaan yang berusaha mempengaruhi lingkungan di mana MNE beroperasi, ada juga yang akan berpengaruh kuat pada MNE untuk memberikan informasi. Faktor-faktor kompleks yang mempengaruhi pengungkapan perusahaan, ditunjukkan dalam figure berikut ini:
a.       Biaya Infomasi Produksi
Pengungkapan informasi memerlukan biaya keuangan langsung. Perusahaan multinasional mengerti dan enggan untuk mendatangkan peningkatan biaya kecuali mereka diminta untuk melakukannya atau potensi keuntungan melebihi perkiraan biaya. Biaya langsung adalah nilai sumber daya yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan informasi serta dalam mengaudit dan mengkomunikasikan. Biaya langsung seperti pengungkapan informasi akan bergantung pada struktur internal MNE dan informasi yang dihasilkan dalam rangka untuk mengelola struktur ini.
b.      Kerugian Kompetitif dari Pengungkapan     
Dalam beberapa keadaan pengungkapan informasi bisa merugikan Perusahaan Multinasional. karena informasi akan dapat diakses oleh siapa saja sehingga pesaing juga dapat mengetahui informasi tersebut. Informasi yang memungkinkan perusahaan pesaing untuk meningkatkan kekayaan mereka dengan menggunakan informasi ini.
c.       Perilaku Manajerial untuk Pengungkapan Sukarela
Tambahan permintaan pengungkapan informasi datang dari organisasi internasional (khususnya PBB, OECD, Uni Eropa, dan IASB), pemerintah dan masyarakat dimana Perusahaan Multinasional beroperasi. Namun, pertumbuhan globalisasi dari pasar modal menunjukkan adanya tekanan pasar yang signifikan untuk tambahan informasi mengenai operasi Perusahaan Multinasional serta adanya prospek dan kekhawatiran mengenai koordinasi internasional dari peraturan pasar modal. Tekanan ini membuat manajemen harus menimbang biaya dan manfaat dari pengungkapan informasi secara sukarela.
d.      Praktek Pengungkapan Perusahaan
Praktek pengungkapan secara sukarela oleh Perusahaan Multinasional, sebuah studi oleh Meek, Roberts, dan Gray (1995) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela pada 226 Perusahaan Multinasional dari Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara benua Eropa. Pengungkapan telah diteliti dan diklasifikasikan menjadi tiga jenis : strategi, nonfinansial, dan financial. Melihat faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi secara sukarela, dukungan statistik ditemukan untuk ukuran perusahaan, status daftar perusahaan internasional, asal negara atau kawasan. MNE terbesar adalah perusahaan yang menentukan kecendrungan dalam memberikan keterbukaan informasi non financial dan financial. 
2.3 Kasus Insider Trading yang Pernah dialami PT Gas Negara Tbk
Kasus yang dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang berindikasi bermula pada jatuhnya dalam penjualan saham dibursa efek. Terjadinya pada periode 12 september 2006 sampai dengan 11 januari 2007. Terdapat indikasi terjadinya pelangaran terhadap peraturan undang-undang pasar modal pada transaksi penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Semuanya terjadi bermula dari penurunan secara signifikan harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk di Bursa Efek Jakarta, yaitu dari Rp 9.650,00 (harga penutupan pada tanggal 11 januari 2006) menjadi Rp 7.400,00 per lembar saham pada tanggal 12 januari 2007.
Dugaan adanya insider trading sangat terasa pada saat harga saham PGN anjlok pada harga Rp 7.400,00. Jatuhnya harga saham tersebut dilihat tidak wajar, karena merujuk pada harga sebelumnya Rp 9.650,00 berarti telah jatuh sebanyak 23,36%. Melihat dengan jatuhnya harga saham dalam penjualan dibursa efek, patut diduga bahwa adanya kesalahan atau pun kesengajaan dalam hal transaksi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Kala itu, saham PGN merosot hingga 23,32% atau Rp 2.250 menjadi Rp 7.400 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 9.650. sebanyak 186,2 juta saham ditransaksikan. Dan katagori orang dalam kasus PGN sebagaimana dimaksud di Undang-undang Pasar Modal adalah Kementrian BUMN, sebagai pemegang saham, manajemen emiten, serta Danareksa Sekuritas, Bahana Securitas dan Credit Suisse sebagai konsultan.
Pada masa periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, yang dimana telah terjadi penurunan dalam penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk diduga dikarenakan adanya tindakan Insider trading yang dilakukan. Namun, pembuktian terhadap dugaan insider trading tidaklah gampang, membutuhkan waktu yang cukup lama, karena keterbatasan teknologi yang tertinggal kemajuannya dibandingkan pada perkembangan pasar.
Ada dugaan bahwa beberapa pelaku pasar telah mengetahui informasi penting mengenai penundaan komersialisasi gas tersebut sebelum diumumkan secara resmi oleh manajemen PT Perusahaan Gas negara Tbk. Dalam arti lain, tidak semua pelaku pasar mengetahui informasi penting tersebut. Sehingga bagi mereka yang mengetahui informasi penting tersebut, langsung mengambil langkah yang dapat menguntungkan mereka sendiri, dengan menjual saham PGN lebih dulu dibanding investor lainnya. Puncaknya pada tanggal 12 Januari 2007, para investor lainnya ikut-ikutan menjual saham PGN secara besar-besaran, yang mengakibatkan jatuhnya harga saham PGN 23,32% dari harga Rp 9.650,00 menjadi Rp 7.400,00.
Dari melihat dan memahami posisi kasus diatas, terdapat beberapa fakta-fakta hukum yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, antara lain sebagai berikut :
1.      Penurunan atau jatuhnya harga saham PT Perushaan Gas Negara Tbk pada saat penjualan dibursa efek Indonesia. Pada harga Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 januari 2006) 23,36% anjlok pada harga Rp 7.400 perlembar saham pada tanggal 12 januari 2007.
2.      Adanya bukti-bukti yang menunjuk pada praktek transaksi saham perusahaan yang dilakukan oleh pihak orang dalam perusahaan, yang terjadi pada periode 12 september 2006 sampai dengan 11 januari 2007.
3.       Adanya informasi yang tergolong sebagai informasi material dan dapat mempengaruhi harga saham. Antaranya :
a.        Penurunan harga saham PT Perusahaan Gas Negara sangat erat dengan siaran pers yang dilakukan manajemn perusahan sehari sebelumnya tertanggal 11 jaunari 2007.
b.      Pernyataan bahwa ditundanya proyek komersialisasi pemipaan gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
c.       Informasi tentang penurunan volume gas telah diketahui para pihak perusahaan sejak tertanggal 12 September 2006 dan informasi tentang tertundanya gas in sejak tanggal 18 Desember 2006, para pihak perusahaan baru menjelaskan pada tanggal 11 januari 2007.
Dalam kasus ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT. PGN mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1.      Pelanggaran prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada Bapepam dan masyarakat tentang peristiwa material.
Dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.
Pada kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi tertundanya gas ini Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1. Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 35 juta .
2.      Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material tidak benar.
Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai berikut :
a.       Memberikan informasi yang salah sama sekali.
b.      Memberikan informasi yang setengah benar.
c.       Memberikan informasi yang tidak lengkap.
d.      Sama sekali diam terhadap fakta/informasi material.
Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan ”misleading” bagi investor dalam memberikan judgement nya untuk membeli atau tidak suatu efek .
Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek .
Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) . Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya keterangan itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono.
3.      Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam:
a.      Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka
b.      Pemegang saham utama perusahan terbuka
c.       Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usahanya, seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan lain-lain




BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram dalam transaksi saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalam pintas (short swing profit).

















DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment