KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, May 23, 2016

CORPORATE GOVERNANCE : “Kualitas Pelaporan Keuangan dan Peran Audit Internal, Eksternal dalam GCG”



CORPORATE GOVERNANCE : “Kualitas Pelaporan Keuangan dan Peran Audit Internal, Eksternal dalam GCG”

BAB I
PENDAHULUAN


1.2 Latar Belakang Masalah
Globalisasi  pasar  keuangan  yang  terjadi  saat  ini  menuntut  perusahaan untuk menyajikan  pelaporan  keuangan  yang dapat memberikan  informasi  yang dibutuhkan pengguna. Dari pelaporan keuangan suatu perusahaan, maka kondisi finansial dan ekonomi perusahaan dapat diketahui. Status ekonomi dan finansial tersebut memiliki peran penting pada corporate governance dan harmonisasi akuntansi . Pelaporan keuangan perusahaan merupakan hasil dari proses akuntansi perusahaan dan sistem pelaporan eksternal yang mengukur dan secara rutin mengungkapkan  hasil auditan, data kuantitatif terkait dengan posisi keuangan dan performa perusahaan.
Tujuan pelaporan keuangan tidak terbatas pada isi dari  laporan  keuangan  tetapi  juga  pada  media  pelaporan  lainnya.  Cakupan pelaporan keuangan lebih luas dibandingkan dengan laporan keuangan. FASB menyatakan bahwa pelaporan keuangan mencakup tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi lainnya, yang berkaitan langsung atau tidak langsung,   dengan   informasi   yang   disediakan   oleh   sistem   akuntansi,   yaitu informasi  tentang sumber-sumber  ekonomi,  hutang,  laba periodik  dan lain-lain (dikutip dari Chariri dan Ghozali, 2007).
Pelaporan keuangan yang baik adalah pelaporan keuangan yang memenuhi tujuan  dari pelaporan  tersebut.  Selain  itu karakteristik  kualitatif  atas pelaporan keuangan  yang baik  telah ditetapkan  dalam  SFAC  No.  8. Pelaporan  keuangan yang baik mencakup pelaporan yang relevan (relevance) dan terpercaya (faithfull representation). Pengungkapan dalam pelaporan keuangan merupakan mekanisme yang paling efisien dan efektif untuk mendorong manajer dalam pengelolaan perusahaan.  Manager  akan  termotivasi  untuk  mengelola  perusahaan  lebih  baik jika informasi dalam pelaporan keuangan memiliki kualitas yang lebih baik (Lowestein,   1996).   Pelaporan   keuangan   yang   berkualitas   dapat   membantu promosi perusahaan pada pasar modal yang efisien (Pennington, 2001). Informasi yang   tersedia   pada   pelaporan   keuangan   perusahaan   akan   digunakan   oleh shareholder, investor, kreditur, dan orang lain yang tertarik pada seluk-beluk perusahaan  dengan  maksud  agar dapat  mengenal  lebih jauh  profil  dan kondisi perusahaan (Kripe, 1940). Selain itu, dari pelaporan keuangan maka ada atau tidaknya fraud atau kecurangan dalam operasi perusahaan akan dapat diketahui.

Menurut DeFond dan Jiambalvo (1991) terdapat tiga faktor untuk mengurangi  kesalahan  dalam  laporan  keuangan,  baik  yang  disengaja  maupun tidak, pada pelaporan keuangan adalah :

1.      Kemungkinan terjadinya kesalahan yang disengaja maupun tidak,    akan    berkurang    oleh    pengendalian    yang    meningkatkan kemungkinan deteksi.
2.      Auditing adalah sebuah proses yang penting untuk mengendalikan tindakan manajemen terkait dengan kemungkinan penyimpangan pada pelaporan keuangan.
3.      Komite audit adalah elemen penting dari lingkungan pengendalian  perusahaan  yang dapat mengurangi  kemungkinan kesalahan overstatement.

Perpaduan antara ketiga faktor-faktor tersebut akan mengarahkan pada keandalan pelaporan keuangan yang lebih baik.
Peran  penting  dari  fungsi  audit internal pada proses pelaporan keuangan yang dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Fungsi audit internal berfungsi untuk mengawasi manajemen bersama dengan komite audit.
Audit eksternal juga merupakan salah satu kunci mekanisme corporate governance  bersama dengan komite audit, fungsi audit internal dan manajemen.  Auditor  eksternal  memiliki  peran dalam penilaian dan pemberian  opini terhadap penyajian laporan keuangan dan kelangsungan  hidup perusahaan. Opini auditor eksternal sangat dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Pengguna laporan keuangan   ini   terutama   adalah   investor   yang   membutuhkan   pengambilan keputusan investasi yang baik.  

1.2 Rumusan  Masalah
1.      Bagaimanakah pelaporan keuangan dalam Good Corporate Governance (GCG) ?
2.      Bagaimanakah peran audit internal dan eksternal dalam Good Corporate Governance (GCG)?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui kualitas pelaporan keuangan yang baik dalam GCG
2.      Untuk mengetahui peran audit internal dan eksternal dalam GCG


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Agensi

Teori keagenan dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menggambarkan adanya hubungan keagenan atau kontrak kerja yang melibatkan antara dua pihak, yaitu antara pihak prinsipal dengan pihak agen. Teori ini merupakan  salah  satu  teori  yang  muncul  dalam  perkembangan  riset  akuntansi yang  merupakan   modifikasi   dari  perkembangan   model   akuntansi   keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi.  Hubungan keagenan  yang  dimaksud  adalah  pendelegasian  wewenang  pengambilan keputusan  dari pihak  prinsipal  ke pihak  agen.  Agen melaksanakan  tugas-tugas tertentu dari pihak prinsipal, dan pihak prinsipal memberikan  upah untuk pihak agen.

Keadaan   ini   membuat   suatu   permasalahan    ketimpangan    informasi (information
asymetries). Asimetri informasi terjadi karena pihak agen memiliki informasi yang lebih baik  atas keadaan internal perusahaan yang sebenarnya dan prospek perusahaan dimasa depan dibandingkan dengan pihak prinsipal. Baik prinsipal maupun agen mempunyai kepentingan ekonomis yang berbeda dan berusaha memaksimalkannya. Prinsipal menginginkan laba yang sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan, sedangkan agen menginginkan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan. Agen mungkin akan takut mengungkapkan   informasi   yang   tidak   diharapkan   oleh   prinsipal,   sehingga terdapat kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut.

Keadaan ini membutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator diantara agen dan principal. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku agen   apakah   sudah   bertindak   sesuai   dengan   keinginan   principal.   Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori agensi, dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Auditor Internal yang memiliki fungsi menjalankan aktivitas-aktivitas  yang memastikan objektivitas dan indenpendensi yang mengarah kepada sebuah pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance (IIA, 2009), dinilai dapat berperan sebagai pihak ketiga yang memastikan  kinerja  agen.  Internal  auditor  dapat  berperan  untuk  memastikan bahwa agen telah melakukan proses governance sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sehingga tidak merugikan prinsipal.

Namun, internal auditor bukan pihak independen  yang berasal dari luar perusahaan.  Hal  tersebut  menyebabkan  keraguan  akan  independensi  pendapat auditor internal sehingga dibutuhkanlah  penilaian dari pihak independen di luar perusahaan, yaitu auditor eksternal. Auditor eksternal adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak principal dengan pihak agen dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006). Auditor eksternal melakukan fungsi monitoring  pekerjaan agen melalui suatu sarana yaitu laporan keuangan. Auditor  eksternal  memiliki  tugas  melakukan  penilaian  atas  laporan  keuangan yang telah dibuat agen yaitu dengan cara memberikan opini audit dan mempertimbangkan kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Melalui kerjasama antara auditor internal dan auditor eksternal diharapkan dapat  menghasilkan  sebuah  pelaporan  keuangan  yang  berkualitas  baik.  Kedua unsur tersebut memiliki keunggulan masing-masing untuk meningkatkan kualitas pelaporan. Auditor internal memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai perusahaan   sehingga   dapat  membantu   penyelesaian   tugas  auditor  eksternal. Auditor   eksternal   memiliki   pengetahuan   yang  lebih  luas  mengenai   standar pelaporan sehingga dapat memberikan penilaian terhadap pelaporan keuangan perusahaan.












2.2 Good Corporate Governance

Seluruh  entitas  bisnis  diharuskan   dapat  terus  menjaga   kelangsungan hidupnya dan meningkatkan nilai perusahaan. Untuk menjaga kelangsungan hidup entitas maka diperlukan sebuah tata kelola perusahaan yang baik. Good Corporate Governance   (GCG)   adalah   suatu   mekanisme   tata   kelola   perusahaan   yang didasarkan  pada  teori  keagenan  yang  memberikan  pedoman  bagaimana  suatu entitas dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan mengembangkan usahanya.

Corporate Governance adalah suatu keseimbangan antara tujuan ekonomi, tujuan sosial, tujuan individu, dan tujuan komunitas yang menekankan pada akuntabilitas pengelolaan sumber daya yang memperhatikan seluruh kepentingan, yang meliputi kepentingan individu, entitas dan masyarakat (Sir Adrian Cadbury, 2003).   Menurut Forum for Corporate  Governance in Indonesia (FCGI, 2001), corporate  governance  merupakan  seperangkat  aturan  yang  mengatur  hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah,  karyawan, dan para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Perkembangan industri perbankan Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang  sangat   pesat,   baik  dari   sudut   pertumbuhan   aset,  jenis   produk   yang ditawarkan, maupun teknologi informasi yang digunakan. Perkembangan tersebut telah mengakibatkan  persaingan  antar bank menjadi  semakin ketat. Kondisi ini akan   terus   berlangsung,   bahkan   akan   semakin   meningkat   dengan   akan terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Sebagai bagian dari prinsip kehatihatian, masingmasing bank perlu memiliki kesadaran untuk mengembangkan keberlanjutan usaha melalui pelaksanaan good corporate governance (GCG). Pelaksanaan GCG oleh masingmasing bank dapat pula berpengaruh terhadap sistem perbankan secara keseluruhan sehingga mampu menangkal potensi krisis yang mungkin terjadi.

Struktur  governance  merupakan suatu kerangka di dalam organisasi mengenai bagaimana prinsip governance bisa dibagi,  dijalankan,  dan dikendalikan.  Struktur  governance  didesain  sedemikian rupa agar mampu mendukung jalannya aktivitas organisasi perusahaan secara bertanggung jawab dan terkendali.

Mekanisme  dalam  pengawasan  corporate  governance  dibagi  dalam dua kelompok  yaitu internal dan external mechanisms.  Internal mechanisms  adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal   seperti   rapat   umum   pemegang   saham,   komposisi   dewan   direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanisms adalah cara untuk mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian oleh pasar.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2013), prinsip dasar Good Corporate Governance adalah :

1.       Transparansi
Transparansi  (transparency)  mengandung  unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi secara tepat waktu,  memadai,  jelas,  akurat,  dan  dapat  diperbandingkan  serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan masyarakat. Transparansi   diperlukan   agar   bank   menjalankan   bisnis   secara objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen.
2.      Fairness
Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya.  Dalam  melaksanakan  kegiatannya,  bank  harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham, konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari masingmasing pihak yang bersangkutan.
3.      Accountability

Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi  dalam  organisasi  dan  cara  mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan pejabat yang memiliki kewenangan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola secara sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan  kepentingan pemegang saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.



4.      Responsibility

Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin terpeliharanya kesinambungan    usaha   dalam   jangka    panjang   dan   mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good corporate citizen.
5.       Independensi
Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen agar masingmasing  organ  Perusahaan  beserta  seluruh  jajaran dibawahnya tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.


2.3 Kualitas Pelaporan Keuangan

Informasi  akuntansi  keuangan  adalah  produk  akuntansi  perusahaan  dan sistem pelaporan eksternal yang mengukur dan secara rutin mengungkapkan hasil audit, data kuantitatif yang berhubungan dengan posisi keuangan dan pelaksanaan perusahaan.  Pengungkapan  adalah  mekanisme  yang  paling  efisien  dan  efektif untuk mendorong manajer untuk melakukan pengelolaan yang lebih baik.

Chariri   dan  Ghozali   (2007)  menyatakan   bahwa   pelaporan   keuangan meliputi  laporan keuangan,  informasi  pelengkap,  dan media pelaporan  lainnya, sedangkan laporan keuangan hanya mencakup neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Hal itu berarti  pelaporan  keuangan  memiliki  cakupan  yang  lebih  luas  dibandingkan dengan laporan keuangan.

Pelaporan   keuangan  yang  baik  menggambarkan   capital  market  yang efisien  dan fair.  Informasi  yang disajikan  dalam  pelaporan keuangan   dapat   memberikan   pemahaman   yang   lebih   baik   bagi   pengguna pelaporan keuangan (Kripke, 1940). Manajemen dapat menyampaikan informasi yang sesuai dengan peraturan atau kebiasaan yang dianggap berguna untuk pihak eksternal, atau dapat juga mengungkapkan secara sukarela. Informasi yang dikomunikasikan selain dengan menggunakan laporan. Tujuan pelaporan keuangan antara lain (Statement of Financial Accounting Concept Nomor 1 dalam Chariri dan Ghozali, 2007):

a.       Memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditor, dan pemakai  lainnya untuk mengambil keputusan investasi dan kredit,

b.      Memberikan informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lainnya untuk menilai jumlah, pengakuan, dan ketidakpastian tentang penerimaan kas bersih perusahaan,

c.        Memberikan  informasi  tentang  sumber–sumber  ekonomi  perusahaan serta klaim terhadap sumber–sumber ekonomi tersebut,

d.      Menyediakan informasi tentang hasil usaha perusahaan selama satu periode,

e.       Menyediakan informasi tentang cara perusahaan memperoleh dan membelanjakan  kas, pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman, dan transaksi modal, serta faktor lain yang memengaruhi likuiditas dan solvabilitas perusahaan,

f.       Menyediakan informasi tentang cara manajemen mempertanggung- jawabkan pengelolaan kepada pemilik (pemegang saham) atas pemakaian sumberdaya ekonomi yang dipercayakan, dan

g.      Menyediakan  informasi  yang  bermanfaat  bagi  direktur  dan  manajer sesuai kepentingan pemilik.





2.4 Peran Internal dan Eksternal Auditor dalam Good Corporate Governance
2.4.1 Auditor Internal

Auditor internal adalah seseorang yang menjalankan aktivitas independen, yang bertujuan untuk meyakinkan dan memberikan saran terhadap operasi perusahaan (IIA, 2009). Dengan adanya kasus Enron yang mendorong dikeluarkannnya Sarbanes-Oxley Act (2002), peran auditor internal menjadi lebih penting di dalam audit pengendalian keuangan. Pada  Laporan Internal Audit 2012 (PwC,  2007),  penelitian  pada  250  perusahaan  menemukan  bahwa  dua  model peran   audit   internal   yang   berbeda.   Pertama,   fungsi   audit   internal   yang menyediakan   keyakinan   pada   kecukupan   sistem   pengendalian   internal   dan pekerjaan yang berfokus pada pengendalian. Kedua, fungsi auditor internal yang juga memusatkan perhatian pada pemeriksaan proses manajemen risiko.
Pentingnya  internal  auditing   telah berkembang  secara  dramatis  selama dekade   terakhir   seiring   dengan   semakin   meningkatnya   fraud   dan   praktik manajemen keuangan yang berubah-ubah. Di USA, Sarbanes Oxley Act Section 404  (2002)  mensyaratkan  bahwa  perusahaan  yang  go  public  harus  memiliki sistem pengendalian internal pelaporan keuangan yang lebih baik. Aktivitas dan kepatuhan audit internal yang baik dengan standar IIA menghasilkan sebuah peningkatan  derajat  kenyamanan  perusahaan  yang  memiliki  corporate governance    yang  cukup,  sebuah  proses  manajemen  risiko,  dan  pengendalian internal yang baik.


2.4.2 Auditor Eksternal

Eksternal auditor adalah profesi audit yang melakukan audit atas laporan keuangan dari perusahaan, pemerintah, individu atau organisasi lainnya. Eksternal auditor merupakan anggota kantor akuntan publik yang memberikan  jasa klien. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai macam jasa bagi masyarakat yang dapat digolongkan menjadi tiga kelompok : jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance.

Peran utama eksternal auditor adalah untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material. Secara normal, eksternal auditor mereview prosedur pengendalian  teknologi informasi saat menilai pengendalian internal   keseluruhan.   Eksternal   auditor   ini   mempunyai   independensi   dari perusahaan yang diaudit. Eksternal auditor bertanggung jawab atas  opini  terhadap  pemeriksaan  Laporan  Keuangan  dan  Laporan  Manajemen lainnya yang dipersiapkan  Direksi, yang menjadi dasar bagi stakeholders dalam menilai kondisi perusahaan.

Auditor eksternal dan auditor internal memiliki perbedaan dalam hal-hal berikut ini :

1.       Perbedaan Misi

Tanggung  jawab  utama auditor  eksternal  adalah  memberikan  opini atas kewajaran  pelaporan keuangan organisasi.  Mereka juga menilai apakah laporan keuangan  organisasi   disajikan  sesuai  dengan  prinsip-prinsip   akuntansi  yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Sementara itu, tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada   pengendalian   internal   berkaitan   dengan   tujuan   reliabilitas   pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi.

2.       Perbedaan Organisasional
Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama  mereka  adalah  manajemen  dan  dewan  direksi  dan  dewan  komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi  yang  bersangkutan.  Sebaliknya,  auditor  eksternal  merupakan  pihak ketiga   alias   bukan   bagian   dari   organisasi.   Mereka   melakukan   penugasan berdasarkan  kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan  maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal.

3.      Perbedaan Fokus dan Orientasi
Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejadian-kejadian yang diperkirakan akan terjadi serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan   pencapaian   tujuannya.   Sedangkan   auditor   eksternal   terutama berfokus  pada akurasi  dan bisa dipahaminya  kejadian-kejadian  historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.





4.      Perbedaan Timing
Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan.

Opini  yang  dikeluarkan   auditor  eksternal  berguna  untuk  memastikan apakah  pelaporan  keuangan  yang  disajikan  oleh  entitas  telah  sesuai  dengan standar  yang  berlaku  umum.  Selain  itu,  auditor  eksternal  dapat  memberikan penilaian  apakah  laporan  keuangan  disajikan  bebas  dari  salah  saji  material. Dengan sifatnya yang independen, auditor eksternal dapat memperbesar peluang untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.


2.5 Kasus PT Bank Lippo
2.5.1 Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Penyajian laporan tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%.
Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik.
Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%.
Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank Lippo.
Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.
Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal sebesar Rp. 4,23%.
2.5.2 Saham
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas bank itu.
Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
2.5.3 Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976.
Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya.
Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton merapat
Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill Clinton
Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5 juta.
Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton.
Hasil kerja #LippoGate inilah yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong.Dampak migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia.
Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
2.6 Pelanggaran Hukum PT Bank Lippo
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut.
Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara keseluruhan.
Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
`Akan tetapi, Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan.
Ketiga, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.
Sekilas dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran.
Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
2.7  Penjelasan Dari Pihak PT Lippo Bank
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya.
Pertama, dalam pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%.
Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi yang dipublikasikan.
Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak auditornya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).
Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.

2.8 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda PT Lippo Bank
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori keagenan dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menggambarkan adanya hubungan keagenan atau kontrak kerja yang melibatkan antara dua pihak, yaitu antara pihak prinsipal dengan pihak agen. Teori ini merupakan  salah  satu  teori  yang  muncul  dalam  perkembangan  riset  akuntansi yang  merupakan   modifikasi   dari  perkembangan   model   akuntansi   keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi.
Pelaporan   keuangan meliputi  laporan keuangan,  informasi  pelengkap,  dan media pelaporan  lainnya, sedangkan laporan keuangan hanya mencakup neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Informasi  yang disajikan  dalam  pelaporan keuangan   dapat   memberikan   pemahaman   yang   lebih   baik   bagi   pengguna pelaporan keuangan
Mekanisme  dalam  pengawasan  corporate  governance  dibagi  dalam dua kelompok  yaitu internal dan external mechanisms.  Internal mechanisms  adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal   seperti   rapat   umum   pemegang   saham,   komposisi   dewan   direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanisms adalah cara untuk mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian oleh pasar.
PT Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan ini rentan menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal.
Dan dalam hal pengenaan sanksi, sanksi nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat administratif) tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas kepastian hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum.


 

DAFTAR PUSTAKA



www. knkg-indonesia.com
FCGI, 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Edisi Ketiga, Jakarta
Ghozali dan Chairi, 2007, Teori Akuntansi, Semarang. Badan Penerbit Undip 



No comments:

Post a Comment