EFEK
KOGNISI & EMOSI DALAM NEGOSIASI
a) Pengertian
kognisi & persepsi
Kognisi adalah cara seorang negosiator menggunakan
informasi untuk membuat keputusan mengenai taktik dan strategi.
Persepsi adalah proses di mana
seseorang terhubung dengan lingkungan mereka. Seorang negosiator menangani
situasi berdasarkan persepsi mereka dari pengalaman masa lalu dan sifat masa
sekarang. Menurut Steers pada tahun 1984, persepsi didefinisikan sebagai
“proses penyaringan, pemilihan, dan penafsiran stimulant, sehingga mereka
memilki makna untuk perorangan”.
b) Distorsi
persepsi dan pengaruhnya terhadap negosiasi
Terdapat
empat kesalahan perseptual yang sering terjadi antara lain:
Stereotip adalah saat seseorang menetapkan
sifat orang lain berdasarkan keanggotannya dalam suatu kategori sosial atau
demografi tertentu. Stereotip dapat terbentuk dari jenis kelamin, umur, ras,
agama, atau orientasi seksual. Contohnya, orang tua pada umumnya bersifat
konservatif, karena orang ini tua, maka ia konservatif. Persepsi ini tidak
terbentuk berdasarkan fakta yang akurat mengenai orang tersebut.
Saat
telah terbentuk, stereotip dapat bersifat resisten terhadap perubahan.
Stereotip dignuakan dalam situasi-situasi tertentu seperti misalnya tekanan
waktu, stress koginitif dan mood yang
tidak tentu. Konflik yang berhubungan dengan nilai-nilai, idealogi, dan
kompetisi sumber daya di antara kelompok meningkatkan kemungkinan stereotip
akan digunakan.
Efek halo adalah pada saat seorang
perseptor menilai seseorang berdasarkan satu atribut yang diketahui tentang
mereka. Seperti misalnya orang yang sering tersenyum dinilai lebih jujur
dibandingkan yang merengut, walaupun sebenarnya tidak ada hubungannya. Efek
halo dapat bersifat positif atau negatif. Atribut yang bagus disamaratakan
sehingga menimbulkan kesan yang positif mengenai seseorang, dan atribut yang
buruk memiliki efek sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa efek halo dapat
terjadi dalam persepsi (i) ketika hanya terdapat sedikit pengalaman dengan
seseorang (maka pengetahuan disamaratakan berdasarkan yang diperoleh dalam
konteks lainnya) (ii) ketika seseorang dikenal baik, dan (iii) ketika sebuah
kualitas memiliki implikasi moral yang kuat.
Efek halo
dan stereotip merupakan bahaya umum yang ada dalam negosiasi karena negosiator
cenderung berada di bawah tekanan dan harus membentuk impresi yang cepat akan
seseorang berdasarkan informasi awal yang terbatas.
Persepsi selektif adalah saat perseptor menyaring informasi tertentu
yang mendukung atau memperkuat keyakinan sebelumnya dan membuang informasi yang
tidak membenarkan keyakinan tersebut.
Proyeksi
adalah saat
seseorang menetapkan karakter atau perasaan pada orang lain berdasarkan
perasaan yang mereka proses sendiri. Jadi, ini seperti menaruh diri pada posisi
orang lain. Contohnya, apabila seorang negosiator merasa bahwa ia akan frustasi
jika ada dalam posisi pihak lain, maka ia akan bersepsi bahwa pihak tersebut
merasa frustasi. Orang-orang merespons situasi serupa dengan cara yang berbeda,
namun memproyeksikan perasaan dan keyakinan seseorang kepada pihak lain mungkin
tidak selamanya tepat. Kecenderungan untuk berproyeksi membuat seorang
negosiator meremehkan seberapa banyak pihak lain mengetahui preferensi atau
keinginannya.
Distorsi perseptual dapat mempengaruhi
proses negosiasi dan cukup persisten ketika dibuat. Jalan singkat ini membantu
seseorang memahami lingkungan dan situasi yang kompleks namun dapat menjadi
merugikan apabila kesalahan persepsi.
c) Pengertian
“Framing” dan pengaruhnya terhadap efektivitas negosiasi
“Framing”
atau pembingkaian adalah mekanisme subjektif di mana orang mengevaluasi dan
memahami situasi, membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut
(Bateson, 1972; Goffman, 1974). Pembingkaian membantu menjelaskan bagaimana
para penawar memahami serangkaian kejadian yang sedang terjadi dalam informasi
pengalaman masa lalu. Pembingkaian terkait dengan pengolahan informasi, pola
pesan, isyarat lingustik, dan arti-arti yang terbentuk secara sosial (Putnam
dan Holmer, 1992). Pembingkaian bersangkutan dengan mengartikan seseorang,
kejadian, atau proses dan memisahkannya dari dunia kompleks di sekitarnya
(Buechler, 2000).
Jenis-jenis bingkai
1)
Substantif
– konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak yang menggunakan
bingkai substantive memiliki disposisi tertentu mengenai isu kunci atau
kepedulian terhadap konfik.
2)
Hasil
– predisposisi pihak untuk mencapai hasil spesifik atau hasil dari negosiasi.
3)
Aspirasi
– predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan dalam
negosiasi.
4)
Proses
– bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
5)
Identitas
– bagaimana pihak-pihak mengartikan “siapa mereka” berdasarkan
kelompok-kelompok yang berbeda (jenis kelamin, agama, etc)
6)
Karakterisasi
- bagaimana pihak – pihak mengartikan
pihak lain. Bingkai karakterisasi dapat dibentuk degan jelas oleh pengalaman
dari pihak lain.
7)
Kalah-menang
– bagaimana pihak-pihak mengartikan resiko atau penghargaan yang terkait dengan
hasil tertentu.
Dalam negosiasi, sulit untuk mengetahui bingkai apa
yang digunakan suatu pihak keculai pihak tersebut memberi tahu atau apabila
membuat dugaan dari perilaku pihak tersebut. Berikut adalah pandangan dan studi
efek pembingkaian:
1)
Negosiator
dapat menggunakan lebih dari satu bingkai.
2)
Ketidakcocokan
dalam bingkai antara beberapa pihak merupakan sumber konflik.
3)
Pihak-pihak
bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkainya.
4)
Bingkai
spesifik kemungkinan digunakan dengan jenis isu tertentu.
5)
Jenis
bingkai tertentu mungkin mengarah pada tipe kesepakatan tertentu.
6)
Pihak-pihak
kemungkinan menerima sebuah bingkai tertentu karena berbagai faktor.
Bingkai isu berubah seiring
perkembangan negosiasi.
(i)
Negosiator
cenderung berargumen untuk isu yang ada, atau kekhawatiran yang meningkat saat
pihak-pihak bernegosiasi. Misalnya, isu gaji atau kondisi bekerja selalu
dibahas dalam negosiasi buruh.
(ii)
Dalam
mencari cara untuk mendapatkan kemungkinan terbaik untuk pandangannya, suatu
pihak mengumpulkan fakta, angka, testimony, atau bukti lain untuk memperkuat
argumennya dan meyakinkan pihak lain.
(iii)
Bingkai-bingkai
mungkin mendefinisikan pertukaran utama dan transisi dalam negosiasi
keseluruhan yang kompleks.
Dalam perkembangan isu, yang penting adalah
pembingkaian ulang yaitu perubahan dalam tujuan , tekanan dan fokus
perbincangan. Bingkai-bingkai membentuk apa yang didefinisikan oleh pihak-pihak
sebagai isu kunci dan bagaimana mereka membicarakannya. Kedua belah pihak
masing-masing memilki bingkai. Bingkai tertentu kemungkinan besar akan
mengarahkan pada proses dan hasil tertentu dibandingkan yang lainnya.
d) Jenis
bias kognisi dan pengaruhnya pada negosiasi
Untuk
memproses informasi yang sempurna, negosiator memiliki kecenderungan untuk
membuat kesalahan informasi. Kesalahan-kesalahan ini secara keseluruhan dinamai
bias kognitif dan cenderung menghalangi kinerja negosiator. Bias kognitif
meliputi:
(i)
Peningkatan
komitmen yang irasional
(ii)
Keyakinan
pada mitos bahwa isu di bawah negosiasi semuanya merupakan harga mati.
(iii)
Proses
mengarahkan dan penyesuaian dalam pembuatan keputusan
(iv)
Pembingkaian
isu dan masalah
(v)
Ketersediaan
informasi
(vi)
Kutukan
pemenang
(vii)
Kepercayaan
diri yang berlebih dari negosiator
(viii)
Hukum
angka kecil
(ix)
Bias
pelayanan diri
(x)
Pengaruh
dukungan
(xi)
Kecenderungan
untuk mengabaikan kognisi pihak lain
(xii)
Proses
dari devaluasi reaktif
e) Mengelola
mispersepsi dan bias kognisi dalam negosiasi
Semakin
kompleks suatu situasi, semakin banyak celah untuk bias informasi dan distorsi
yang menghalangi pembuatan keputusan. Mengatur bias persepsi dan kognitif
merupakan hal yang tidak mudah. Dibutuhkan banyak penelitian untuk memberi
masukan pada negosiator tentang bagaimana mengatasi efek negatif dari mispersepsi
serta bias kognitif dalam negosiasi. Bagi negosiator, yang dapat dilakukan
adalah dengan menyadari aspek negatif dari efek ini dan membahasnya dalam pola
terstruktur dalam tim mereka.
REFERENSI
^Lewicki, R., Barry, B.,
& Saunders, D. (2015). Negotiation (6th ed., pp. 170 -
200). Jakarta Selatan: Salemba Humanika.
No comments:
Post a Comment