KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, October 10, 2016

EFEK KOGNISI & EMOSI DALAM NEGOSIASI



EFEK KOGNISI & EMOSI DALAM NEGOSIASI


a)      Pengertian kognisi & persepsi
Kognisi adalah cara seorang negosiator menggunakan informasi untuk membuat keputusan mengenai taktik dan strategi.
            Persepsi adalah proses di mana seseorang terhubung dengan lingkungan mereka. Seorang negosiator menangani situasi berdasarkan persepsi mereka dari pengalaman masa lalu dan sifat masa sekarang. Menurut Steers pada tahun 1984, persepsi didefinisikan sebagai “proses penyaringan, pemilihan, dan penafsiran stimulant, sehingga mereka memilki makna untuk perorangan”.


b)     Distorsi persepsi dan pengaruhnya terhadap negosiasi
Terdapat empat kesalahan perseptual yang sering terjadi antara lain:
Stereotip adalah saat seseorang menetapkan sifat orang lain berdasarkan keanggotannya dalam suatu kategori sosial atau demografi tertentu. Stereotip dapat terbentuk dari jenis kelamin, umur, ras, agama, atau orientasi seksual. Contohnya, orang tua pada umumnya bersifat konservatif, karena orang ini tua, maka ia konservatif. Persepsi ini tidak terbentuk berdasarkan fakta yang akurat mengenai orang tersebut.
Saat telah terbentuk, stereotip dapat bersifat resisten terhadap perubahan. Stereotip dignuakan dalam situasi-situasi tertentu seperti misalnya tekanan waktu, stress koginitif dan mood yang tidak tentu. Konflik yang berhubungan dengan nilai-nilai, idealogi, dan kompetisi sumber daya di antara kelompok meningkatkan kemungkinan stereotip akan digunakan.
Efek halo adalah pada saat seorang perseptor menilai seseorang berdasarkan satu atribut yang diketahui tentang mereka. Seperti misalnya orang yang sering tersenyum dinilai lebih jujur dibandingkan yang merengut, walaupun sebenarnya tidak ada hubungannya. Efek halo dapat bersifat positif atau negatif. Atribut yang bagus disamaratakan sehingga menimbulkan kesan yang positif mengenai seseorang, dan atribut yang buruk memiliki efek sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa efek halo dapat terjadi dalam persepsi (i) ketika hanya terdapat sedikit pengalaman dengan seseorang (maka pengetahuan disamaratakan berdasarkan yang diperoleh dalam konteks lainnya) (ii) ketika seseorang dikenal baik, dan (iii) ketika sebuah kualitas memiliki implikasi moral yang kuat.
Efek halo dan stereotip merupakan bahaya umum yang ada dalam negosiasi karena negosiator cenderung berada di bawah tekanan dan harus membentuk impresi yang cepat akan seseorang berdasarkan informasi awal yang terbatas.
Persepsi selektif adalah saat perseptor menyaring informasi tertentu yang mendukung atau memperkuat keyakinan sebelumnya dan membuang informasi yang tidak membenarkan keyakinan tersebut.
Proyeksi adalah saat seseorang menetapkan karakter atau perasaan pada orang lain berdasarkan perasaan yang mereka proses sendiri. Jadi, ini seperti menaruh diri pada posisi orang lain. Contohnya, apabila seorang negosiator merasa bahwa ia akan frustasi jika ada dalam posisi pihak lain, maka ia akan bersepsi bahwa pihak tersebut merasa frustasi. Orang-orang merespons situasi serupa dengan cara yang berbeda, namun memproyeksikan perasaan dan keyakinan seseorang kepada pihak lain mungkin tidak selamanya tepat. Kecenderungan untuk berproyeksi membuat seorang negosiator meremehkan seberapa banyak pihak lain mengetahui preferensi atau keinginannya.
Distorsi perseptual dapat mempengaruhi proses negosiasi dan cukup persisten ketika dibuat. Jalan singkat ini membantu seseorang memahami lingkungan dan situasi yang kompleks namun dapat menjadi merugikan apabila kesalahan persepsi.
c)      Pengertian “Framing” dan pengaruhnya terhadap efektivitas negosiasi
“Framing” atau pembingkaian adalah mekanisme subjektif di mana orang mengevaluasi dan memahami situasi, membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut (Bateson, 1972; Goffman, 1974). Pembingkaian membantu menjelaskan bagaimana para penawar memahami serangkaian kejadian yang sedang terjadi dalam informasi pengalaman masa lalu. Pembingkaian terkait dengan pengolahan informasi, pola pesan, isyarat lingustik, dan arti-arti yang terbentuk secara sosial (Putnam dan Holmer, 1992). Pembingkaian bersangkutan dengan mengartikan seseorang, kejadian, atau proses dan memisahkannya dari dunia kompleks di sekitarnya (Buechler, 2000).
Jenis-jenis bingkai
1)                                  Substantif – konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak yang menggunakan bingkai substantive memiliki disposisi tertentu mengenai isu kunci atau kepedulian terhadap konfik.
2)                                  Hasil – predisposisi pihak untuk mencapai hasil spesifik atau hasil dari negosiasi.
3)                                  Aspirasi – predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan dalam negosiasi.
4)                                  Proses – bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
5)                                  Identitas – bagaimana pihak-pihak mengartikan “siapa mereka” berdasarkan kelompok-kelompok yang berbeda (jenis kelamin, agama, etc)
6)                                  Karakterisasi -  bagaimana pihak – pihak mengartikan pihak lain. Bingkai karakterisasi dapat dibentuk degan jelas oleh pengalaman dari pihak lain.
7)                                  Kalah-menang – bagaimana pihak-pihak mengartikan resiko atau penghargaan yang terkait dengan hasil tertentu.
Dalam negosiasi, sulit untuk mengetahui bingkai apa yang digunakan suatu pihak keculai pihak tersebut memberi tahu atau apabila membuat dugaan dari perilaku pihak tersebut. Berikut adalah pandangan dan studi efek pembingkaian:
1)      Negosiator dapat menggunakan lebih dari satu bingkai.
2)      Ketidakcocokan dalam bingkai antara beberapa pihak merupakan sumber konflik.
3)      Pihak-pihak bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkainya.
4)      Bingkai spesifik kemungkinan digunakan dengan jenis isu tertentu.
5)      Jenis bingkai tertentu mungkin mengarah pada tipe kesepakatan tertentu.
6)      Pihak-pihak kemungkinan menerima sebuah bingkai tertentu karena berbagai faktor.
Bingkai isu berubah seiring perkembangan negosiasi.
(i)                 Negosiator cenderung berargumen untuk isu yang ada, atau kekhawatiran yang meningkat saat pihak-pihak bernegosiasi. Misalnya, isu gaji atau kondisi bekerja selalu dibahas dalam negosiasi buruh.
(ii)               Dalam mencari cara untuk mendapatkan kemungkinan terbaik untuk pandangannya, suatu pihak mengumpulkan fakta, angka, testimony, atau bukti lain untuk memperkuat argumennya dan meyakinkan pihak lain.
(iii)             Bingkai-bingkai mungkin mendefinisikan pertukaran utama dan transisi dalam negosiasi keseluruhan yang kompleks.
Dalam perkembangan isu, yang penting adalah pembingkaian ulang yaitu perubahan dalam tujuan , tekanan dan fokus perbincangan. Bingkai-bingkai membentuk apa yang didefinisikan oleh pihak-pihak sebagai isu kunci dan bagaimana mereka membicarakannya. Kedua belah pihak masing-masing memilki bingkai. Bingkai tertentu kemungkinan besar akan mengarahkan pada proses dan hasil tertentu dibandingkan yang lainnya.


d)     Jenis bias kognisi dan pengaruhnya pada negosiasi
Untuk memproses informasi yang sempurna, negosiator memiliki kecenderungan untuk membuat kesalahan informasi. Kesalahan-kesalahan ini secara keseluruhan dinamai bias kognitif dan cenderung menghalangi kinerja negosiator. Bias kognitif meliputi:
(i)                 Peningkatan komitmen yang irasional
(ii)               Keyakinan pada mitos bahwa isu di bawah negosiasi semuanya merupakan harga mati.
(iii)             Proses mengarahkan dan penyesuaian dalam pembuatan keputusan
(iv)             Pembingkaian isu dan masalah
(v)               Ketersediaan informasi
(vi)             Kutukan pemenang
(vii)           Kepercayaan diri yang berlebih dari negosiator
(viii)         Hukum angka kecil
(ix)             Bias pelayanan diri
(x)               Pengaruh dukungan
(xi)             Kecenderungan untuk mengabaikan kognisi pihak lain
(xii)           Proses dari devaluasi reaktif

e)      Mengelola mispersepsi dan bias kognisi dalam negosiasi
Semakin kompleks suatu situasi, semakin banyak celah untuk bias informasi dan distorsi yang menghalangi pembuatan keputusan. Mengatur bias persepsi dan kognitif merupakan hal yang tidak mudah. Dibutuhkan banyak penelitian untuk memberi masukan pada negosiator tentang bagaimana mengatasi efek negatif dari mispersepsi serta bias kognitif dalam negosiasi. Bagi negosiator, yang dapat dilakukan adalah dengan menyadari aspek negatif dari efek ini dan membahasnya dalam pola terstruktur dalam tim mereka.

           
REFERENSI

^Lewicki, R., Barry, B., & Saunders, D. (2015). Negotiation (6th ed., pp. 170 - 200). Jakarta Selatan: Salemba Humanika.


No comments:

Post a Comment