Pengaruh
Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan, dan Employee
Stock
Ownership Program pada Praktik Manajemen
Laba
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh asimetri informasi, ukuran
perusahaan, employee stock ownership
program pada praktik manajemen laba. Asimetri informasi diukur dengan
relative bid-ask spread, ukuran
perusahaan diukur dengan menggunakan ln (total aset), dan employee stock ownership program dengan jumlah proporsi saham yang
dikelurkan oleh perusahaan untuk karyawan. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan yang terdaftar di BEI yang mengadopsi ESOP pada tahun 2014 sampai
dengan 2016. Teori yang mendasari penelitian ini yaitu teori keagenan. Metode
yang digunakan untuk penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel perusahaan
dalam penelitian adalah 14 perusahaan dengan 42 amatan. Pengumpulan data
menggunakan metode observasi non partisipan. Teknik analisis data yang
digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
Kata Kunci: asimetri informasi, ukuran
perusahaan, Employee Stock Ownership
Program (ESOP), manajemen laba.
PENDAHULUAN
Laporan
keuangan perusahaan merupakan cerminan dari kondisi perusahaan karena di dalam
laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang
memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Fungsi lain dari laporan keuangan
juga menjadi pertanggungjawaban bagi pihak manajemen perusahaan kepada pemegang
saham dan menjadi sumber evaluasi bagi kinerja manajemen. Informasi-informasi
yang terdapat didalam laporan keuangan yang dibutuhkan oleh pihak internal dan
eksternal adalah laporan laba rugi perusahaan. Informasi mengenai laba sering
menjadi target rekayasa atau manipulasi oleh manajemen. Hal tersebut dilakukan
agar laporan keuangan terlihat baik dari period ke periode.
Merekayasa
tingkat laba yang dilakukan oleh pihak manajemen disebut dengan manajemen laba
(Fahmi 2015). Manajemen laba menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi
kredibilitas laporan keuangan karena laporan keuangan merupakan bentuk
pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan yaitu
pemerintah,
manajemen, kreditur, dan investor. Manajemen laba terjadi disebabkan dengan adanya benturan kepentingan antara pihak investor (principal) dan pihak manajemen (agent) yang dimana pihak manajemen ingin memaksimumkan utilitasnya (Scott 2000).
manajemen, kreditur, dan investor. Manajemen laba terjadi disebabkan dengan adanya benturan kepentingan antara pihak investor (principal) dan pihak manajemen (agent) yang dimana pihak manajemen ingin memaksimumkan utilitasnya (Scott 2000).
Ketidakselarasan
tujuan antara pihak pemegang saham dan pihak manajemen dijelaskan dalam teori
agensi (Jensen and Meckling 1976). Hubungan ketidakselarasan ini dapat memicu
terjadinya asimetri informasi sehingga menyebabkan agen melakukan manipulasi
terhadap laporan keuangan. Salah satu tanda terjadinya asimetri informasi yaitu
saat manajer menguasai atau mengetahui lebih banyak informasi tentang internal
perusahaan dan prospek kedepannya dibandingkan informasi yang diketahui
investor.
Kasus manajemen laba
terjadi pada PT Inovisi Infracom (INVS) pada tahun 2015. Dalam kasus ini Bursa
Efek Indonesia (BEI) menemukan indikasi salah saji dalam laporan keuangan INVS
periode September 2014. Dalam keterbukaan informasi INVS bertanggal 25 Februari
2015, ada delapan item dalam laporan keuangan INVS yang harus diperbaiki. BEI
meminta INVS untuk merevisi nilai aset tetap, laba bersih per saham, laporan
segmen usaha, kategori instrumen keuangan, dan jumlah kewajiban dalam informasi
segmen usaha. Selain itu, BEI juga menyatakan manajemen INVS salah saji item
pembayaran kas kepada karyawan dan penerimaan (pembayaran) bersih utang pihak
berelasi dalam laporan arus kas. Pada periode semester pertama 2014 pembayaran
gaji pada karyawan Rp1,9 triliun. Namun, pada kuartal ketiga 2014 angka
pembayaran gaji pada karyawan turun menjadi Rp59 miliar.
Sebelumnya, manajemen
INVS telah merevisi laporan keuangannya untuk periode Januari hingga September
2014. Dalam revisinya tersebut, beberapa nilai pada laporan keuangan mengalami
perubahan nilai, salah satu contohnya adalah penurunan nilai aset tetap menjadi
Rp1,16 triliun setelah revisi dari sebelumnya diakui sebesar Rp1,45 triliun.
Inovisi juga mengakui laba bersih per saham berdasarkan laba periode berjalan.
Praktik ini menjadikan laba bersih per saham INVS tampak lebih besar. Padahal,
seharusnya perseroan menggunakan laba periode berjalan yang diatribusikan
kepada pemilik entitas induk (http://www.bareksa.com, diposting pada: 25
Februari 2015).
Ukuran suatu entitas
merupakan faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba. (Nasution and Setiawan
2007) mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan memiliki fungsi penting dalam
pelaksanaan praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba diperkirakan lebih
banyak dilakukan entitas dengan ukuran yang kecil lebih daripada entitas
berukuran besar. Karena informasi yang dibutuhkan investor untuk memutuskan
berinvestasi semakin besar sesuai dengan ukuran entitas. Sehingga entitas besar
cenderung lebih akurat dalam pelaporan keuangan oleh karena entitas besar
mendapatkan pengawasan lebih oleh publik sehingga mereka harus memberikan
informasi yang sesungguhnya. Berbeda dengan perusahaan berukuran kecil, dimana
mereka yang lebih banyak melakukan praktek manajemen laba. Hal tersebut
dikarenakan entitas dengan ukuran kecil cenderung ingin memperlihatkan kondisi
kinerja entitas yang meningkat tiap periode waktu agar investor
berkeinginan/berniat berinvestasi pada entitas tertentu.
Praktik manajemen laba
juga dipengaruhi oleh kepemilikan saham oleh karyawan. The National Center for Employe Ownership (2005) dalam BAPEPAM
(2002) menyatakan bahwa Employee Stock Ownership (ESO) memberikan kesempatan bagi employee dalam membeli sejumlah saham tertentu suatu entitas. ESOP
merupakan program benefit karyawan yang mirip dengan pembagian laba. Salah satu
tujuan penerapan ESOP (Employee Stock Ownership Program) menciptakan keselarasan kepentingan serta misi
dari pegawai dan pejabat eksekutif dengan kepentingan dan misi pemegang saham,
sehingga tidak ada benturan kepentingan antara pemegang saham dan pihak-pihak
yang menjalankan kegiatan usaha perusahaan (BEPEPAM, 2002).
Sesuai
pemaparan diatas, diambil kesimpulan bahwa ESOP
merupakan metode terbaik untuk membuat manajer mengambil keputusan yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan. ESOP
membuat employee dan manager sebuah entitas berperan sebagai
pemilik sekaligus pengelola. Ketika employee
dan manager juga berperan sebagai
pemilik, maka mereka akan melakukan kegiatan operasionalnya dengan efisien dan
efektif. Hal tersebut akan meminimalisir pekerja dan pejabat eksekutif untuk
menerapkan manajemen laba. Hal tersebut disebabkan karena pegawai dan eksekutif
akan memperoleh baik dan buruk hasil dari keputusan yang dibuat, sehingga
praktik ESOP berpengaruh negatif pada manajemen laba.
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
kembali dengan judul “Pengaruh Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan, dan Employee Stock Ownership Program pada
Praktik Manajemen Laba”. Berlandaskan latar belakang yang sudah diuraikan di
atas sehingga dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh
empiris dari asimetri informasi, ukuran perusahaan, dan Employee Stock Ownership Program pada manajemen laba?. Tujuan
penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh empiris dari asimetri informasi,
ukuran perusahaan, dan Employee Stock Ownership
Program pada manajemen laba.
HIPOTESIS PENELITIAN
Banyak penelitian yang
berkaitan dengan asimetri informasi. Salah satu diantaranya merupakan
penelitian yang dilakukan oleh (Firdaus 2013) yang menemukan hasil bahwa
asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap manajeme laba. Kekeliruan perihal
pelaporan keuangan pada masa sebelumnya menjadi salah satu kemungkinannya
(Sulistyanto 2008). Namun, penelitian yang dilakukan oleh (Tarigan 2011) dan
(Muliati 2011) menemukan bahwa asimetri informasi berpengaruh terhadap
manajemen laba. Adanya asimetri informasi ini, manajemen perusahaan cenderung
untuk menyajikan informasi yang tidak sebanarnya.
Asimetri informasi
adalah keadaan saat manajemen perusahaan memiliki lebih banyak informasi
kondisi internal perusahaan dibandingkan dengan pemilik saham. Teori keagenan
menjelaskan tentang perusahaan titik temu hubungan keagenan antara pemilik
perusahaan (principal) dan manajemen
perusahaan (agent), sehingga
mendorong terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agent
karena setiap pihak berusaha memaksimalkan keuntungannya.
Asimetri informasi
dianggap sebagai menjadi penyebab terjadinya manajemen laba. Ketika asimetri
informasi tinggi, perusahaan dapat dengan mudah untuk memanipulasi laba sebelum
laporan keuangan diaudit tanpa terdeteksi. Oleh karena itu, dengan tingginya
informasi asimetri, maka kecenderungan bahwa perusahaan tidak akan dimonitor
secara efektif semakin besar. Dengan besarnya resiko dan prospek pertumbuhan
investasi perusahaan maka semakin kecil tingkat manajemen laba. Ini disebabkan
karena asimetri informasi akan terjadi pada perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan investasi yang tinggi pula. Sedangkan semakin besar perusahaan,
semakin besar pula tingkat manajemen labanya. Berdasarkan penjelasan di atas,
hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
H1: Asimetri
informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba.
Teori
yang mendasari pegaruh antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba adalah signaling theory. Teori sinyal dengan
asimetri informasi dapat terjadi bila antara salah satu pihak mempunyai
informasi yang lebih lengkap daripada pihak lainnya (Rahmawati 2010). Didalam
penilaian aktiva perusahaan, ukuran perusahaanlah yang sering digunakan. Nilai
aktiva digunakan sebagai ukuran perusahaan karena sampai dengan saat ini masih
terdapat compounding effect yang
timbul karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan nilai aktiva
yang besar pula. Keadaan ini menjadi motivasi bagi pihak manajemen untuk
melalukan manajemen laba karena mereka percaya bahwa para pemakai laporan
keuangan mendasarkan penilaiannya mengenai perusahaan pada angka nilai
aktiva.
(Nariastiti and Dwi
Ratnadi 2014) menemukan bahwa ukuran perushaan berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Perusahaan besar dinilai kurang memiliki motivasi didalam
melakukan praktik manajemen laba. Hal ini disebabkan karena pemegang saham dan
para pemilik kepentingan di perusahaan tersebut dianggap lebih kritis
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Pada perusahaan besar investor memiliki
basis yang lebih besar, sehingga perusahaan tersebut mendapat tekanan yang
lebih kuat untuk dapat menampilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya
(Nasution and Setiawan 2007).
Ukuran perusahaan
mempengaruhi manajemen laba karena pihak manajemen tidak menyampaikan semua
informasi. Banyak anggapan yang terjadi bahwa selama ini para manajer dianggap
masih percaya bahwa para pemakai laporan keuangan telah mendasarkan
penilaiannya mengenai perusahaan pada nilai total aktiva. Motivasi baru akan
muncul dan para manajer akan termotivasi untuk melakukan tindakan tersebut dan
menimbulakan kesan yang lebih baik mengenai perusahaannya kepada pihak pemakai
laporan keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini adalah:
H2: Ukuran
perusahaan berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba
Employee Stock Ownership Program (ESOP) adalah pemberian hak opsi kepada karyawan untuk membeli
sebagian saham perusahaan dalam suatu periode tertentu pada tingkat harga yang
sudah ditentukan ketika opsi diberikan (Telaumbuana 2000). Konsep opsi saham
karyawan sebagai hak yang dihadiahkan perusahaan kepada karyawannya untuk
membeli sejumlah saham perusahaan pada harga yang telah ditentukan selama
periode tertentu juga didefinisikan oleh (Little 2001).
ESOP memiliki tujuan
untuk menciptakan hubungan keselarasan dan kepentingan dari pegawai dan pejabat
dengan kepentingan pemegang saham, sehingga benturan kepentingan antara
pemegang saham dengan pihak-pihak yang menjalankan kegiatan perusahaan dapat
diminimalisir. Pernyataan ini menyimpulkan bahwa penerapan dari ESOP dapat menjadikan pegawai dan
pejabat eksekutif perusahaan sebagai pemilik dan pengelola perusahaan akan
termotivasi untuk meningkatakan kinerjanya dengan melakukan kegiatan
operasional yang efektif dan efisien. Efek yang ditimbulkan yaitu dapat
meminimalisir adanya praktik manajemen laba karena kinerja perushaan yang baik.
Hal ini teah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Maiyusti 2014)
yang menunjukkan bahwa penerapan ESOP
berpengaruh negatif pada manajeen laba. Employee
stock ownership program merupakan kebijakan jangka panjang perusahaan yang
dapat mengatasi sikap manajer yang oportunistik. Tindakan manajemen pada
program ini dapat memotivasi manajer untuk lebih meningkatkan kompetensinya dan
juga diharapkan dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajemen dan
pemilik saham. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini adalah:
H3: Employee stock ownership program
berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
berdasarkan pendekatan kuantitatif berbentuk asosiatif. Penelitian tentang
pendekatan yang berbentuk asosiatif juga dikemukakan oleh (Sugiyono 2016) yang
menyatakan bahwa peneltian asosiatif merupakan jenis penelitian yang
menjelaskan pengaruh dari variabel bebas dengan variabel terikat. Populasi pada
penelitian ini yaitu seluruh entitas yang listing
di BEI pada periode 20142016 diperoleh dengan cara mengakses hhtp://www.idx.co.id.
Sampel ini berdasarkan pendekatan non-probability dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 14 perusahaan. Objek dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan
yang terdaftar di BEI periode tahun 2014-2016. Objek didalam penelitian ini
ialah manajemen laba yang dipengaruhi oleh asimetri informasi, ukuran
perusahaan, dan employee stock ownership
program.
Penelitian ini
mengidentifikasikan adanya dua jenis variabel, yaitu variabel terikat ialah
variabel yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Variabel terikat
didalam penelitian ini ialah earnings
management/manajemen laba. Sedangkan, variabel bebas adalah merupakan
variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Variabel
ini juga sering disebut sebagai variabel stimulus,
predictor, antecendent. Variabel independen/bebas dalam penelitian ini
adalah asimetri Informasi (X1), ukuran perusahaan (X2),
dan employee stock ownership program
(X3).
Variabel dependen pada
penelitian manajemen laba ini ditunjukkan dengn nilai discretiannary acrualls. Discretionary accruals dihitung
menggunakan model Modified Jones Model
(Dechow, Sloan, and Sweeney 1995). Asimetri informasi, ukuran perusahan, dan
ESOP menjadi variabel independen dari penelitian ini. Data-data mengenai
variabel independen ini diperoleh dari laporan keuangan perusahaan.
Definisi dari operasional
variabel ini merupakan suatu pengertian yang dinyatakan dalam bentuk istilah
yang diuji secara spesifik atau dengan pengukuran kriteria. Definisi
operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Pada penelitian ini
manajemen laba digunakan sebagai variabel terikat dengan proksi discretionary accrual (DA) model (Jones
1991). (Asyik 2006), (F and Trisnawati 2008), dan (Astika 2008) didalam
penelitiannya juga telah menggunakan model ini untuk mengukur manajemen laba.
Tait
|
= (Laba bersih – Arus kas dari
operasi)/Ait-1...............................(1)
|
NDAit
|
=α(1/Ait-1)+β1(ΔREVit-ΔRECit/Ait-1)+β2(PPEit/Ait-1)+ϵit......(2)
|
DAit
|
=TAit -
NDAit...............................................................................(3)
|
TAit merupakan total
akrual perusahaan i pada periode t, Ait-1 merupakan total aset peusahaan i pada
periode t-1, ΔREVit merupakan perubahan pendapatan perusahaan i pada periode t,
ΔRECit merupakan perubahan piutang perusahaan i pada periode t, PPEit merupakan
property, plant and equipment perusahaan i periode t, DAit merupakan discretionary accrual perusahaan i pada
periode t, dan NDAit merupakan non-discretionary
accrual perusahaan i pada periode t.
Hasil dari discretionary accrual (DA) ini dikalikan
dengan -1 yang dimana akan memperoleh hasil beta positif dikarenakan earning management menurun menjadi beta
negatif, sehingga konsep dan hasil akan terjadi keselarasan. Hal ini dilakukan
oleh penelitian (Riahi and Belkaoui 2012) dan (Astika 2008).
Ketika para manajer
lebih mengetahui informasi-informasi internal dan prospek perusahaan di masa
mendatang dibandingkan dengan stakeholder
dan pemegang saham lainnya asimetri informasi akan muncul. Penelitian ini
mengukur asimetri informasi dengan menggunakan relative bid-ask spread (Rahmawati 2007) yang dioperasikan sebagai berikut:
SPREAD i,t = (aski,t – bidi,t)/{(aski,t
+ bidi,t)/2} x 100........................(4)
Keterangan:
Aski,t = Harga ask tertinggi saham perusahaan i yang
terjadi pada hari t
Bidi,t = Harga bid terendah saham perusahaan i yang
terjadi pada hari t
Bid-
ask spread sebagai proksi dari asimetri informasi dihitung sebagai ratarata
selama 12 bulan (Januari-Desember) dari perhitungan di atas untuk tiap tahun
periode penelitian.
Ukuran perusahaan
menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. (Asnawi and Wijaya 2005) menentukan ukuran perusahaan dengan
menggunakan
logaritma natural (Ln) dari total asset. Secara matematis ukuran perusahaan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Ukuran Perusahaan = Ln
of Total Asset........................................(5)
Variabel
independen adalah proporsi opsi saham yang diproksi dengan proporsi opsi saham
karyawan (PESOP). Proksi ini telah digunakan oleh (Asyik 2006) dan (Astika
2008) untuk mengukur ESOP dengan formula sebagai berikut.
.................................................................................(6)
ESOP merupakan proporsi opsi saham karyawan, JOS merupakan jumlah
opsi saham yang dihibahkan, dan JSB merupakan jumlah saham yang beredar awal
atau akhir tahun sebelumnya (t-1).
Pada penelitian ini purposive sampling merupakan teknik
sampel yang digunakan. Menurut
(Sugiyono 2016) purposive sampling
adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan
tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih
representatif. Pertimbangan-pertimbangan atau kriteria penentuan sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Perusahaan yang memiliki
data mengenai kepemilikan saham oleh manjemen (kepemilikan manjerial) secara
berturut-turut dari tahun 2014-2016. Perusahaan yang sahamnya masih aktif
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Menurut Surat Edaran Bursa Efek Jakarta
No. SE-03/BEJ/II-1/1994, kriteria saham aktif yang diperdagangkan adalah saham
yang memiliki frekuensi perdagangan minimal 300 kali atau lebih setiap
tahunnya. Jika suatu saham memiliki frekuensi perdagangan dibawah standar
tersebut, maka saham tersebut dikategorikan sebagai saham tidak aktif atau
saham tidur. Saham tidur cenderung berkinerja buruk yaitu tidak mengalami
pertumbuhan kinerja. Para investor akan menghindari berinvestasi pada saham
tidur ini sebab berinvestasi pada perusahaan yang yang sahamnya tidak aktif
tidak menjanjikan return yang
tinggi. Perusahaan yang tidak pernah
mengalami delisting. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek
Indonesia, jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi maka secara otomatis
perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa. Fenomena delisting akan
membuat kepercayaan pasar terhadap perusahaan yang terdaftar di bursa akan
merosot. Kondisi ini bukan saja berdampak pada lemahnya keinginan masyarakat
berinvestasi melalui pasar modal, tetapi juga mengurangi tingkat kepercayaan
kepada pasar modal.
Metode yang digunakan
adalan metode observasi non partisipan dimana peneliti tidak terlibat secara
langsung dalam proses observasi tapi hanya sebagai pengamat independen.
Penelitian ini dilakukan bersumber dari website
Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, buku-buku, skripsi-skripsi dan
jurnal-jurnal yang terkait.
Jenis data didalam
penelitian ini ialah data kuantitatif. Menurut (Sugiyono 2016) metode
penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme dan digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Menurut (Sugiyono 2016) data sekunder adalah data yang diperoleh dari
catatan-catatan yang ada pada perusahaan dan dari sumber lainnya yaitu dengan
studi kepustakaan. Sumber data pada peneitian ini yaitu data yang diperoleh
langsung dari Bursa Efek Indonesia berupa 23 perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia untuk
periode tahun 2014-2016. Sumber data dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan download di situs www.idx.co.id.
Uji asumsi klasik
dilakukan sebelum menguji dan menganalisis data dengan bantuan program SPSS.
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk lebih meyakinkan atas kelayakan model
yang dibuat, terutama untuk tujuan memprediksi (Suyana Utama 2014).
Uji normalitas adalah
pengujian yang dilakukan guna mengetahui apakah dalam model regresi variabel
terikat dengan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak normal.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi residual yang normal atau
mendekati normal (Suyana Utama 2014). Metode yang digunakan adalah dengan uji Kolmogoro- Smirnov (K-S). Data populasi
dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi (2-tailed) K-S lebih besar dari tingkat alpha, α = 0,05.
Uji multikoliniearitas
dilakukan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
mengandung korelasi di antara variabel independen (Ghozali 2013). Multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai tolerance VIF (Variance
Inflating Factor). Jika nilai tolerance
lebih dari 10 persen atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada
multikolinearitas (Suyana Utama 2014).
Uji heteroskedastisitas
dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan
varians dari residual atas suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians
dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi
yang baik adalah model yang tidak mengandung gejala heteroskedastisitas atau
mempunyai varian yang homogen. Pengujian ini dilakukan dengan uji Glejser yaitu dengan cara meregresi
nilai absolute residual dari model
yang diestimasi terhadap variable independen. Jika nilai signifikansinya lebih
besar dari 0,05 (sig≥0,05) maka
dikatakan model regresi bebas dari heteroskedastisitas (Ghozali 2013).
Autokorelasi berarti
terdapatnya korelasi antara anggota sampel atau data. Uji autokorelasi
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1
(sebelumnya) (Ghozali 2013). Pengujian autokorelasi yang banyak digunakan
adalah model Durbin-Watson (DW-test). Jika sudah terdapat nilai DW-test,
maka nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai tabel menggunakan
tingkat keyakinan 95% (Suyana Utama 2014). Kriteria pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
Bila du < dw (4-du), maka tidak terjadi autokorelasi, Bila dw < dl, maka
terjadi autokorelasi, Bila dw > (4-dl), maka terjadi autokorelasi, Bila dl
< dw < du atau (4-du) < dw < (4-dl), maka tidak dapat ditarik
kesimpulan mengenai ada tidaknya autokorelasi.
Analisis regresi
linear berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai
pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3 dan X4)
terhadap variabel terikat (Y). Analisis ini dillakukan dengan menggunakan
bantuan program komputer Statistical
Package for Sosial Science (SPSS). Model regresi linear berganda
ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut.
Y = α + β1X1 + β2X2
+ Ɛ + β3X3 + β4X4.……………………………….…….…..(7)
Keterangan:
Y =
Manajemen laba
α =
Konstanta
β1,2,3,4 =
Koefisien regresi dari setiap variabel independen
Ɛ = error
X1 = Asimetri Informasi
X2 = Ukuran perusahaan
X3 = Konservatisme akutansi
X4 = Employee stock ownership program
Keofisien determinasi
(R2) menunjukkan proporsi yang diterangkanoleh variabel bebas dalam
model terhadap variabel terikatnya. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya
persentase sumbangan X1, X2, dan X3 terhadap
Y, dimana 0 < R2< 1. Hal ini berarti nilai R2 yang
sudah mendekati 1 merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
Uji F statistik
menunjukkan apakah semua variabel bebas didalam suatu penelitian yang
dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel terikat (Ghozali 2013). Setelah F garis regresi ditentukan hasilnya
lalu F garis regresi tersebut kemudian dibandingkan dengan F tabel.
Untuk menentukan nilai F
tabel, tingkat signifikansi yang digunakan adalah sebesar α = 5% dengan tingkat
kebebasan (degree of freedom) df =
(n-k) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel. Jika F
hitung > F tabel maka hal ini berarti variabel bebas mampu menjelaskan
variabel terikat secara bersama-sama. Sebaliknya jika F hitung < F tabel
maka hal ini berarti variabel bebas secara bersama-sama tidak mampu menjelaskan
variabel terikatnya.
Uji statistik t
digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini secara individual dalam menerangkan variabel
dependen (Ghozali 2013). Uji statistik t diketahui melalui hasil regresi yang
dilakukan menggunakan program SPSS, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi
masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05. Apabila tingkat signifikansi t
< α = 0,05 maka H0 ditolak, dan sebaliknya jika tingkat
signifikansi t ≥ α =0,05 maka H0 diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan proses
seleksi sampel penelitian, perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI dan yang
mengadopsi Employee Stock Option Program
(ESOP) dari periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016 adalah
sebanyak 14 perusahaan. Sampel dari penelitian ini diperoleh dari laporan
keuangan per tahun dengan rupiah sebagai mata uang pelaporan.
Adapun pengujian yang
digunakan didalam penelitian ini yaitu uji asumsi klasik yang terdiri dari uji
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas.
1.
Hasil uji normalitas yang diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov test menunjukan nilai
Asimp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,92 lebih besar dari nilai α (0,05). Hal
tersebut menandakan bahwa data terdistribusi normal.
2.
Hasil dari uji multikolinearitas ini menunjukan bahwa
hasil nilai VIF dari masing-masing variabel independen lebih kecil dari 10,
maka dari itu dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak terjadi gejala
multikolinearitas antar variabel independen.
3.
Hasil uji heteroskedastisitas dgn menggunakan metode Gleyser menunjukan nilai signifikansi
masing-masing variabel sebesar 1,000 dan lebih besar dari α. Hal tersebut
menandakan bahwa gejala heteroskedastisitas pada model tidak ditemui.
Setelah dilaksanakan
uji asumsi klasik, hasil menunjukan data terdistribusi normal. Dari hasil
pengujian, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas antar
variabel independen dan gejala heteroskedastisitas tidak ditemukan. Sehingga
data yang tersedia telah memenuhi syarat serta selanjutnya dapat diuji
menggunakan model regresi linear berganda.
Setelah melewati uji
asumsi klasik, uji t dilaksanakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil
analisis uji t dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel
1.
Hasil
Analisis Ujia t
1 (Constant)
,673 ,505
Asimetri Informasi 1,617
,114
Ukuran Perusahaan -,614
,543
Employee Stock -3,218
,003
Ownership Program
Sumber : Data diolah, 2019
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
variabel asimetri informasi menunjukan koefisien senilai 1,617. Koefisien
regresi menunjukan nilai positif dengan tingkat signifikan lebih besar dari α
(α = 0,005). Hal tersebut menunjukan bahwa asimetri informasi tidak
mempengaruhi manajemen laba, sehingga hipotesis pertama (H1)
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi bukan salah satu faktor
yang sangat diperhitungkan dalam manajemen laba. (Jensen and Meckling 1976)
menyatakan agent & principal berupaya memaksimalkan
keuntungan merekasendiri serta memiliki motivasi & kepentingan yang tidak
sama, sehingga menimbulkan argument yang mendukung bahwa tidak selamanya agent akan mengikuti keinginan principal.
Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai
koefisien -0,614 dengan tingkat signifikan 0,543. Koefisien regresi menunjukan
nilai negatif dengan tingkat signifikansi lebih besar dari nilai α. Hal
tersebut berarti bahwa ukuran perusahaan tidak mempengaruhi pada praktik
manajemen laba, sehingga hipotesis kedua (H2) ditolak. (Jensen and
Meckling 1976) menyatakan bahwa banyaknya pengungkapan yang perlu diungkapkan
oleh suatu entitas tergantung dari seberapa besar ukuran entitas tersebut.
Pernyataan ini mendasari teori agensi yang memaparkan bahwa pengungkapan lebih
banyak dilakukan oleh perusahaan yang lebih besar & hal tersebut meningkatkan
biaya keagenan. Pengungkapan yang lebih banyak biasanya diungkapkan oleh
entitas guna mengurangi biaya keagenan tersebut. Entitas yang berukuran besar
biasanya memiliki permintaan publik akan informasi lebih tinggi dibandingkan
dengan entitas yang kecil. Maka, ada alasan untuk percaya bahwa dalam
menentukan adanya praktek manajemen laba, entitas tidak dapat dijadikan tolak
ukur.
Variabel employee stock owership program setelah dilakukan uji menunjukan
nilai koefisien sebesar -3,218 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003.
Koefisien regresi menunjukan nilai negatif dengan tingkat signifikansi lebih
kecil dari α (α=0,005). Hal tersebut berarti Employee Stock Ownership Program (ESOP) berpengaruh pada praktik
manajemen laba. Dapat disimpulkan hipotesis ketiga (H3) diterima.
Kepemilikan saham oleh karyawan akan menyejajarkan kepentingan karyawan dengan
kepentingan pemegang saham. ESOP yang diterapkan pada perusahaan diharapkan
dapat mengurangi masalah terkait keagenan & menurunkan biaya keagenan
melalui penyelarasan kepentingan para manajemen dengan para investor, sehingga
para manajemen merasa bahwa diri mereka lebih dari sekedar karyawan dalam
sebuah perusahaan tetapi dia memiliki sense
of belonging yang berakibat karyawan semakin termotivasi untuk meningkatkan
kinerja perusahaan. Untuk menyejajarkan kepentingan manajemen dengan
kepentingan investor, manajemen harus memiliki kepemilikan saham (Jensen and
Meckling 1976).
IMPLIKASI PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dijelaskan, maka penelitian ini mempunyai beberapa
implikasi sebagai berikut:
1.
Penelitian ini dapat mendukung teori keagenan terkait
dengan Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan, dan Employee Stock Ownership Program (ESOP). Adanya pelaksanaan ESOP di
suatu perusahaan, diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi
antara pemilik dan karyawan. Pemberian opsi saham pada karyawan dapat
memotivasi kinerja para karyawan untuk bekerja semaksimal mungkin. Selain
mempertimbangkan konflik internal yang terjadi antara pemilik dan karyawan,
perusahaan juga memperhatikan konflik yang mungkin terjadi dengan kreditor.
2.
Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberikan
informasi mengenai dampak dari kinerja perusahaan dengan adanya pelaksanaan
ESOP.
3.
Bagi investor, penelitian dapat dijadikan sebagai
pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan terkait dengan investasi
pada perusahaan-perusahaan yang menyelenggarakan ESOP.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji
dan pemaparan sebelumnya, disimpulkan bahwa asimetri informasi dan ukuran
perusahaan tidak mempengaruhi praktek manajemen laba, sedangkan ESOP
berpengaruh pada praktik manajemen laba. Manajemen laba yang dilakukan
perusahaan merupakan dampak dari semakin banyaknya jumlah opsi saham yang
dihibahkan oleh perusahaan. Pelaksanaan ESOP yang mampu meningkatkan keuntungan
karyaan, membuat karyawan termotivasi untuk mencapai target yang diberikan
pemilik. Pelaksanaan ESOP membantu dalam penyelarasan kepentingan para karyawan
dan pejabat eksekutif sehingga tidak terjadi ketidakselarasan kepentingan
antara pemegang saham dan manajemen entitas untuk menerapkan manajemen laba.
Pemegang saham
diharapkan dapat menggunakan informasi tentang ESOP sebagai acuan dalam
memutuskan untuk berinvestasi atau tidak. Bagi entitas, diharapkan dapat
melihat bahwa pemberian opsi saham bagi karyawan dapat meningkatkan motivasi
karyawan sehingga kinerja perusahaan makin membaik. Untuk peneliti berikutnya,
diharapkan dapat menggunakan variable yang berbeda yang diduga dapat
mempengaruhi manajemen laba, seperti: leverage, kualitas audit, kinerja masa
depan, dan kinerja masa kini.
REFRENSI
Asnawi, S.K., and C.
Wijaya. 2005. Riset Keuangan:
Pengujian-Pengujian Empiris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Astika, I.B.P. 2008.
“Pembentukan Return Saham Ekspektasian Melalui Manajemen Laba Di Sekitar
Peristiwa Pengumuman Program Opsi Saham Karyawan.” Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 8, No.
Asyik, N.F. 2006.
“Dampak Penyataan Dan Nilai Wajar Opsi Saham Pada Pengaruh Magnituda Kompensasi
Program Opsi Saham Karyawan Terhadap Pengelolaan Laba.” Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.
Dechow, P.M., R.G. Sloan,
and A.P. Sweeney. 1995. “Detecting Earning Management.” The Accounting Review Vol. 70, N: 192–225.
F, Anggraini, and I
Trisnawati. 2008. “Pengaruh Earning Management Terhadap Konservatisme
Akuntansi.” Jurnal Bisnis dan Akuntansi
10 (1): 23–36.
Fahmi, Irham. 2015. Pengantar
Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Bandung: Alfabeta.
Firdaus, Ilham. 2013.
“Pengaruh Asimetri Informasi Dan Capital Adequacy Ratio Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia.” Negeri Padang.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi
Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Jensen, M.C., and W.H
Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership
Structure.” Journal of Financial
Economics3: hal. 305-360.
Jones, J.J. 1991.
“Earnings Management During Import Relief Investigations.” Journal of Accounting Researh Vol. 29, N: 193–228.
Little, K. 2001. Ten
Minute Guide to Employee Stock Option Purchase Plans. PT Andi Corptight.
Maiyusti, Anisa. 2014.
“Pengaruh Asimetri Informasi, Kepemilikan Manajerial Dan Employee Stock
Ownership Program Terhadap Praktik Manajemen Laba (Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2012).” Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
Muliati. 2011. “Pengaruh
Asimetri Informasi Dan Ukuran Perusahaan Pada Praktik Manajemen Laba Di
Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI.” Universitas Udayana, Denpasar.
Nariastiti, Ni Wayan,
and Made Dwi Ratnadi. 2014. “Pengaruh Asimetri Informasi, Corporate Governance
Dan Ukuran Perusahaan Pada Manajemen Laba.” E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana 9.3 : 717-727. ISSN : 2302 – 8556.
Nasution, M., and D.
Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di
Industri Perbankan Indonesia.” Simposium
Nasional Akuntansi X.
Rahmawati. 2007.
“Pengauh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan
Perbankan Publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta.” The Indonesian Journal of Accounting Research 10(1).
Rahmawati, Fitri. 2010.
“Model Pendeteksian Manajemen Laba Pada Industri Perbankan Publik Di Indonesia
Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perbankan.” AKuntansi dan Manajemen 18(1): 23–24.
Riahi, Ahmed, and
Belkaoui. 2012. Teori Akuntansi. Edisi Ke
5, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Scott, R.W. 2000. “Financial Accounting Theory” 2nd Edition.
Prentice Hall International Inc. New Jersey.
Sugiyono. 2016. Metodologi
Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Bandung.
Sulistyanto, Sri.
2008. Manajemen Laba Teori Dan Model
Empris. Jakarta: Grasindo.
Suyana Utama, Made.
2014. Aplikasi Analisis Kuantitatif.
Edisi Ke-8. Buku Ajar Kuliah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
No comments:
Post a Comment