Melihat
struktur pemerintahan di Indonesia, tentunya sering mendengar tentang istilah
pemerintah pusar dan pemerintah daerah. Memang secara struktur terdapat
pembagian tersebut, hal ini bertujuan agar masing-masing pemerintahan mampu
menyelenggarakan pemerintahan secara lebih efisien. Meskipun sekilas terlihat
independensi, namun dalam beberapa hal nampak adanya hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah, yaitu antara keduanya masih memiliki korelasi dalam proses
penentuan kebijakan, baik dalam perekonomian maupun penetapan anggaran.
Pemerintah daerah memiliki wewenang penuh dalam menggerakkan perekonomian
daerah beserta mengisi pembangunan didalamnya, terlebih dengan adanya otonomi
daerah yang berlaku di Indonesia. Otonomi daerah memberikan ruang yang
menempatkan pemerintah daerah harus menunjukkan peran aktif dalam membiayai dan
mengatur pemerintahan sendiri, termasuk dalam hal mengatur dan memanfaatkan
sumber-sumber daya yang memiliki potensi untuk memberikan pemasukan kas pada
pemerintahan daerah.Untuk menjalankan dan membiayai pemerintahan daerah tentu
dibutuhkan sebuah anggaran yang mampu menggerakkan fungsi tersebut. Disinilah
peran penting akan adanya sumber-sumber pendapatan daerah, dimana pemerintah
daerah harus mampu melihat dan mengolah sumber-sumber daya ini agar dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi
masyarakat daerah. Agar dalam proses pengolahan dan pengaturan bisa berjalan
dengan baik dan terarah, maka terdapat sebuah peraturan pemerintah yang berlaku
dan memiliki kekuatan hukum, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan berbagai
hal tentang pelaksanaan, peraturan khusus, dan menjelaskan tentang
sumber-sumber pendapatan daerah yang dapat diperoleh secara sah.
Sumber
Pendapatan Daerah Dalam Undang-Undang
1. Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Setiap daerah umumnya menyimpan
berbagai potensi kekayaan yang berbeda-beda tergantung dari iklim, geografis,
dan kekuatan ekonomi. Masing-masing dari potensi tersebut akan memberikan
pemasukan atau pendapatan untuk daerah yang kemudian sering disebut dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang
didapat dari sumber-sumber daya dan kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah itu sendiri, dimana dalam proses pengambilan atau pemungutan tersebut
diatur dalam peraturan daerah dan disesuaikan dengan perundang-undangan yang
berlaku.
- Pajak
Daerah
Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar oleh wajib
pajak, yang mana dalam pelaksanaannya dijamin dengan ketentuan dalam
perundang-undangan. Fungsi pajak dalam skala nasional adalah memberikan
pemasukan bagi negara, dan porsi pemasukan dari pajak berdasarkan statistik
memiliki peran terbesar dibanding sumber pendapatan yang lainnya. Hal ini pula
juga terjadi pada pemerintah daerah, dimana pajak tetap satu-satunya sumber
terbesar. Pajak daerah secara fungsi dan mekanisme sama saja dengan pajak pada
umumnya, yang membedakan hanya cakupan atau ruang lingkup pajaknya saja.
Kemudian peran pajak untuk pemerintah daerah adalah untuk pembangunan sarana
dan prasaran dan sebagai pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dilihat dari jenisnya, yang termasuk dalam cakupan pajak
daerah yaitu:
- Pajak
hotel dan restoran
- Pajak
hiburan
- Pajak
reklame
- Pajak
penerangan jalan
- Pajak
pemanfaatan air dalam tanah dan permukaan, dll
- Retribusi
Daerah
Beberapa ahli menyebutkan bahwa retribusi daerah merupakan
suatu pungutan daerah yang diambil sebagai pembayaran atas jasa terhadap adanya
aktivitas pengeluaran dan pemberian perizinan tertentu oleh pemerintah daerah
yang diberikan secara khusus untuk pihak tertentu baik pribadi maupun badan
usaha. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan secara sederhana, jika
retribusi berkaitan dengan adanya pelayanan berupa jasa-jasa tertentu yang
bersinggungan dengan aspek sosial dan ekonomi. Karena berkaitan dengan sosial
dan ekonomi, maka diperlukan campur tangan pemerintah daerah guna memberikan
jaminan dan kepastian hukum terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
Berdasarkan pengelompokannya retribusi daerah dibagi menjadi
tiga, yaitu.
- Retribusi
jasa umum
Digunakan untuk melayani kepentingan umum dan secara
menyeluruh dapat meningkatkan kualitas penyediaan jasa agar semakin layak dan
memenuhi standard. Contohnya adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi
parkir, retribusi pasar.
- Retribusi
jasa usaha
Bersifat komersial atau mampu mendatang keuntungan dari
hasil yang diberikan kepada publik, dimana dalam jenis ini terdapat peran
pemerintah daerah yang masih tergolong minim, sehingga dibutuhkan peran swasta
untuk memaksimalkan bentuk pelayanan kepada masyarakat. Contohnya adalah
retribusi transportasi, retribusi kebersihan lingkungan, retribusi tempat
penginapan.
- Retribusi
perizinan tertentu
Pemberian izin yang bertujuan untuk melindungi kepentingan
umum dan sebagai langkah antisipasi jika terdapat dampak negatif yang
ditimbulkan dari adanya pemberian izin tersebut. Contohnya adalah retribusi
pendirian bangunan, izin gangguan, izin trayek.
- Bagian
Laba Usaha Daerah
Dibeberapa daerah tertentu, pemerintah daerah memiliki
perusahaan tersendiri atau yang disebut dengan BUMD (Bada Usaha Milik Daerah).
Hadirnya BUMD merupakan bentuk kebijakan pemerintah dalam mengolah potensi
sumber daya produksi yang dimiliki daerah dan juga sebagai penggerak kegiatan
ekonomi masyarakat sekitar. Dari kegiatan BUMD tersebut akan diperoleh
keuntungan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai
cadangan dana atau sumber pendapatan daerah, dan proses ini disebut dengan Bagian
Laba Usaha Daerah. Bagian Laba Usaha Daerah adalah penerimaan daerah yang
diperoleh dari hasil keuntungan BUMD dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya.
Dana Perimbangan
Dana perimbangan pelaksanaan dan penetapannya harus terdapat
peraturan dan hukum didalamnya. Disinilah letak pentingnya pada dasarnya adalah
bagian dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sehingga dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 (UU No.25 Tahun 1999) tentang perimbangan,
dimana didalamnya berisi tentang upaya untuk menciptakan suatu sistem
perimbangan yang lebih proporsional, adil, transparan, dan demokratis
berdasarkan atas pembagian kewajiban dan kewenangan dalam pemerintahan, yang
dimaksudkan dengan pembagian ini adalah antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Pengertian tentang dana perimbangan telah diatur melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, dimana
dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa dana perimbangan adalah sumber pendapatan
daerah yang diperoleh berdasarkan pengalokasian dari anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan fungsi dan
kewenangan pemerintah daerah untuk mencapai dan menyelenggarakan pemberian
otonomi daerah yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat agar semakin meningkat dan mengalami perbaikan.
Berdasarkan bentuknya, dana perimbangan dikelompokkan
menjadi 3 bagian, yaitu:
- Pendapatan
dari Pajak
Dilihat dari cakupannya, yang termasuk dalam kategori
penerimaan dan pendapatan daerah dari pajak adalah Bagian penerimaan yang
berasal dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
- Dana
alokasi umum
Sebelumnya lebih sering disebut sebagai dana subsidi, dimana
dana tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang
dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk
membiayai segala bentuk pengeluaran dalam rangka mewujudkan desentralisasi.
- Dana
alokasi khusus
Merupakan jenis dana yang telah dialokasikan dari anggaran
pendapatan dan belanja negara kepada daerah tertentu yang ditujukan untuk
membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pengertian
Dan Latar Belakang Pinjaman Daerah (Gabriel Leo Nardo)
Konsep dasar pinjaman daerah
dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi
pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman.
Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko
kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko
kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional
menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
Selain itu, dalam UU 17/2003
tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing
disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah
Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada
Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
2. Dasar
Hukum
a. UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. UU Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. UU Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
d. UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
e. UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah;
f. PP Nomor 10
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan
Hibah
g. PP Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
h. Peraturan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No.
005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta
Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
i. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme
Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah;
j. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan
Publikasi Informasi Obligasi Daerah.
3. Jenis Pinjaman
Daerah
a. Pinjaman Jangka Pendek
Merupakan Pinjaman Daerah dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran dan Kewajiban pembayaran kembali
Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban
lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan.
b. Pinjaman jangka Menengah
Merupakan pinjaman daerah dalam
jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali
pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun
waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
c. Pinjaman Jangka Panjang
Kewajiban pembayaran kembali
Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban
lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan
persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
4. Sumber
Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah bersumber dari:
Pemerintah Pusat,
berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam
Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri;
Pemerintah
Daerah lain;
Lembaga
Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat
kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Lembaga Keuangan Bukan
Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan
mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia; danMasyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan
melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.
5.
Prosedur Dan Pembayran Daerah
a. Pinjaman Daerah dari
Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.
b. Pinjaman Daerah dari
Pemerintah yang dananya bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah.
c. Pinjaman Daerah yang dananya
bersumber dari Perbankan
d. Pinjaman Daerah yang dananya
bersumber dari Masyarakat (Obligasi Daerah)
6. Pembukan
Dan Pelaporan
a. Pemerintah
daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada
Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan;
b. Dalam hal
daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana
Perimbangan.
No comments:
Post a Comment