PENGARUH MANAJEMEN LABA PADA
TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERMASUK
DALAM INDEKS LQ-45
ISU
Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings
management.
Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan
keuangan untuk memodifikasi
laba
yang
dilaporkan.
Manajemen
termotivasi
untuk memperlihatkan
kinerja
yang
baik
dalam
menghasilkan
nilai
atau
keuntungan
maksimal
bagi
perusahaan
sehingga
manajemen
cenderung
memilih
dan menerapkan
metode
akuntansi
yang
dapat
memberikan
informasi
laba
lebih
baik.
Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Penelitian Richardson (1998) menunjukkan adanya hubunga
yang positif
antara
asimetri
informasi
dengan
manajemen
laba.
Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan memiliki hubungan yang negatif sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Lobo and Zhou (2001) serta Sylvia Veronica dan Yanivi Bachtiar (2003). Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajemen laba dilakukan untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai perusahaan, maka seharusnya hubungan yang terjadi adalah positif.
Dalam menganalisis pengaruh manajemen laba pada tingkat pengungkapan dan sebaliknya, penelitian ini juga meneliti variabel-variabel lain yang berpengaruh pada manajemen laba diantaranya asimetri informasi (Information Asymmetry),
kinerja
masa
kini
(Current
Industry Relative
Performance), kinerja masa depan (Future Industry
Relative Performance),
Leverage (Debt) , dan ukuran perusahaan (Size), serta variabel-variabel yang berpengaruh pada tingkat pengungkapan seperti ukuran perusahaan (Size), return
kumulatif
(Cummulative
Return), dan Current
Ratio.
KAJIAN TEORITIS
Manajemen
Laba
Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that
managers can
choose accounting
policies from
a set
(for example,
GAAP), it
is natural
to expect
that they
will choose
policies so
as to maximize their
own utility
and/or the
market value
of the
firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political
costs (Opportunistic Earnings
Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (Efficient Earnings
Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing)
dan
pertumbuhan
laba
sepanjang
waktu.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive
AccountingmTheory
(PAT) dan Agency
Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah :
a. The
Bonus Plan
Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untu masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey
(tingkat
lab terendah
untuk
mendapatkan
bonus)
dan
cap (tingkat laba tertinggi). Jik laba berada di bawah bogey,
tidak
ada
bonus
yang
diperoleh
manajer
sedangkan
jika
laba
berada
di
atas
cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey,
manajer
cenderung
memperkecil
laba
dengan
harapan
memperoleh
bonus
lebih
besar
pada
periode
berikutnya,
demikian
pula
jika
laba
berada
di
atas
cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey
dan
cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
b. The
Debt to
Equity Hypothesis
(Debt
Covenant Hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt
to equity
tinggi,
manajer
perusahaan
cenderung
menggunakan
metode
akuntansi
yang
dapat
meningkatkan
pendapatan
atau
laba.
Perusahaan
dengan
rasio
debt to
equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
c. The
Political Cost
Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Agency
theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata- mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal
dan
agent. Pemegang saham sebagai pihak principal
mengadakan
kontrak
untuk
memaksimumkan
kesejahteraan
dirinya
dengan
profitabilitas
yang
selalu
meningkat.
Manajer
sebagai
agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent,
yaitu
perilaku
manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan
dengan kepentingan principal.
Manajer
memiliki
dorongan
untuk
memilih
dan
menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik
untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Tingkat Pengungkapan laporan Keuangan
Penelitian ini menggunakan lampiran keputusan Ketua Bapepam Kep- 38/ PM/ 1996 untuk mengukur tingkat pengungkapan laporan tahunan yang relevan dengan kondisi di Indonesia. Dalam peraturan ini terdapat ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan tahunan yang ditetapkan oleh Bapepam. Hubungan agency
yang
terjadi
antara
manajemen
dan
principal membebankan tanggung jawab kepada manajer untuk melaporkan kinerja perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Dasar akrual dalam laporan keuangan memberikan kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba (earnings) yang diinginkan. Standar Akuntansi Keuangan juga memberikan keleluasaan kepada manajer untuk memilih metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan secara umum diteliti melalui penggunaan akrual. Jumlah akrual yang tercermin dalam penghitungan laba terdiri dari discretionary
accruals dan nondiscretionary
accruals. Nondiscretionary
accruals merupakan komponen akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan dan discretionary
accruals merupakan komponen akrual yang berasal dari earnings
management yang dilakukan manajer.
Manajemen Laba dan Tingkat Pengungkapan
Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Dalam situasi dimana pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen laba. Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pemegang saham memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Glosten and Milgrom (1985) dalam
Lobo
and
Zhou
(2001)
mengatakan
bahwa
peningkatan
informasi
dalam
pengungkapan
laporan
keuangan
akan
menurunkan
asimetri
informasi.
Dengan
demikian,
peningkatan
pengungkapan
menyebabkan
fleksibilitas
manajer
untuk
melakukan
manajemen
laba
akan
berkurang
karena
berkurangnya
asimetri
informasi
antara
manajemen
dengan
pemegang
saham
dan
pengguna
laporan
keuangan
lainnya.
KAJIAN EMPIRIS
Obyek Penelitian
Obyek penelitian mencakup 37 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan termasuk Indeks LQ-45 berdasarkan JSX Value Line tahun 2001 (periode Februari 2001 dan Agustus 2001) sejumlah 17 perusahaan dan tahun 2002 (periode Februari 2002 dan Agustus 2002) sejumlah 20 perusahaan, dimana tiga perusahaan dikeluarkan dari sampel karena keterbatasan data sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 34 perusahaan.
Teknik Pengumpulan DataData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber
dari
pihak
eksternal.
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
observasi. Sumber data untuk penelitian
ini
laporan
tahunan
perusahaan
diperoleh
dari
Pusat Data Pasar Modal IBII dan Pusat Referensi
Pasar
Modal
Bursa
Efek
Jakarta.
Teknik Pengambilan
Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah judgement
sampling dimana pengambilan perusahaan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan dan memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan
termasuk
dalam
Indeks
LQ
45
tahun
2001
berturut-turut
selama
2 periode (periode Februari 2001 dan Agustus 2001) dan tahun 2002 berturut-
urut
selama
2
periode
(periode
Februari
2002
dan
Agustus
2002).
2. Perusahaan
bergerak
dalam
bidang
manufaktur
karena
perusahaan
dalam
satujenis industri yaitu manufaktur cenderung memiliki karakteristik akrual yang hampir sama.
3. Perusahaan
sampel
memiliki
informasi
tanggal
publikasi
laporan
keuangan
untuk tahun bersangkutan dan mengeluarkan laporan tahunan periode bersangkutan
yang
telah
diaudit
dan
dipublikasikan.
Teknik Analisis Data
1. Model Persamaan Simultan (Simultaneous-Equation Model)
Untuk melihat hubungan antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dimana tidak diketahui apakah manajemen memilih kebijakan tingkat pengungkapan karena manajemen laba yang hendak dilakukan atau sebaliknya apakah penetapan kebijakan tingkat pengungkapan yang memungkinkan tindakan manajemen laba, karena itu ditetapkan dua model persamaan simultan untuk mencerminkan keadaan tersebut sebagai berikut :
DACC= 0+ 1IP+ 2SPREAD+ 3CRP+ 4FRP+ 5DEBT+ 6SIZE
..............(1)
IP = 0 + 1 DACC + 2 SIZE + 3 RET + 4 CR
.......................................(2)
2. Analisis Regresi Ganda Bertahap
Oleh karena model persamaan regresi (1) dan (2) di atas memiliki variabel endogen yang sama yaitu IP dan DACC yang saling mempengaruhi maka dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi ganda bertahap untuk melihat pengaruh variabel moderasi dengan cara mengisolir terlebih dahulu variabel independennya. Pada tahap pertama, dilakukan substitusi model persamaan regresi (2) ke dalam model persamaan regresi (1) untuk mendapatkan reduced
form equation
yaitu
model
persamaan
regresi
(3)
dan
pada
tahap
kedua,
dilakukan
substitusi
model
persamaan
regresi
(1)
ke
dalam
model
persamaan
regresi
(2)
untuk
mendapatkan
reduced form
equation yaitu model persamaan regresi (4) seperti terlihat pada lampiran 2.
DACC = 0 + 1 SIZE + 2 RET + 3 CR + 4 SPREAD + 5 CRP + 6 FRP
+ 7 DEBT........(3)
IP = 0 + 1SPREAD + 2CRP + 3FRP + 4DEBT + 5SIZE + 6RET +
7CR..................(4)
Pada model persamaan regresi (4) nilai IP merupakan nilai tranformasi bentuk logit. Pada tahap ketiga, untuk melihat pengaruh langsung manajemen laba pada tingkat pengungkapan dan sebaliknya maka nilai estimasi DACC dari model persamaan regresi (3) sebagai variabel independen diregresikan dengan nilai estimasi IP dari model persamaan regresi (4) sebagai variabel dependen pada model persamaan (5). Pada model persamaan (6), nilai IP merupakan nilai Escore.
IP^ = 0 + 1
DACC^....….....................................................................................………….
.(5)
DACC^ = 0 + 1
IP……....................................................…...............................…………. (6)
3. Pengujian Keberartian Model (Uji F)
Pengujian keberartian model regresi linear ganda dalam corak pengaruh dapat dilakukan dengan menguji hipotesis-hipotesis model berikut : Ho : 1 = 2 = ... = k (Model regresi linear ganda tidak signifikan atau dengan kata lain tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen). Ha : Paling sedikit ada satu i 0 (Model regresi linear ganda signifikan atau dengan kata lain ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen).
Kriteria pengambilan keputusan :
Bila F hitung > F (v1,v2) atau P-value < maka tolak Ho
Bila F hitung F (v1,v2) atau P-value maka terima Ho
4. Pengujian Koefisien Regresi (Uji t)
Pengujian koefisien regresi masing-masing variabel : Ho : i = 0 (Tidak ada pengaruh variabel independen ke-i pada variabel dependen). Ha
:
i
0
(Ada
pengaruh
signifikan
variabel
independen
ke-i
pada
variabel dependen). Kriteria pengambilan keputusan : Bila t hitung > /2 (n-k) atau P-value < maka tolak Ho Bila t hitung /2 (n-k) atau P-value maka terima Ho
5. Pengujian Asumsi Klasik
Setiap persamaan regresi ganda di atas harus memenuhi asumsi klasik yaitu normalitas, tidak ada multikolinearitas antar variabel independen, tidak ada autokorelasi, dan memenuhi asumsi homoskedastisitas agar menjadi persamaan regresi yang BLUE (Best Linear
Unbias Estimators).
KESIMPULAN
Peneltian
ini melibatkan 34 perusahaan yang termasuk indeks LQ-45 yang melakukan
manajemen laba. Dari hasil pengujian ternyata manajemen laba memiliki pengaruh
yang positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan perspektif
Efficient Earnings Management. Namun sebaiknya tingkat pengungkapan berpengaruh
negative signifikan terhadap manajemen laba sejalan dengan Perspektif
Opportunistic Earnings Management. Ukuran perusahaan dan return kumulatif
berpengaruh signifikan pada tingkat pengungkapan namun belum cukup bukti untuk
menyatakan current ratio memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan.
REFERENSI
Julia
Halim, 2005, PENGARUH MANAJEMEN LABA PADA TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERMASUK DALAM INDEKS LQ-45
No comments:
Post a Comment