KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, January 25, 2016

PENGARUH MANAJEMEN LABA PADA TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERMASUK DALAM INDEKS LQ-45

PENGARUH MANAJEMEN LABA PADA TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERMASUK DALAM INDEKS LQ-45

ISU
Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management.
Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangan untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik.
        Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Penelitian Richardson (1998) menunjukkan adanya hubunga yang positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba.
Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan memiliki hubungan yang negatif sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Lobo and Zhou (2001) serta Sylvia Veronica dan Yanivi Bachtiar (2003). Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajemen laba dilakukan untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai perusahaan, maka seharusnya hubungan yang terjadi adalah positif.
Dalam menganalisis pengaruh manajemen laba pada tingkat pengungkapan dan sebaliknya, penelitian ini juga meneliti variabel-variabel lain yang berpengaruh pada manajemen laba diantaranya asimetri informasi (Information Asymmetry), kinerja masa kini (Current Industry Relative Performance), kinerja masa depan (Future Industry Relative Performance), Leverage (Debt) , dan ukuran perusahaan (Size), serta variabel-variabel yang berpengaruh pada tingkat pengungkapan seperti ukuran perusahaan (Size), return kumulatif (Cummulative Return), dan Current Ratio.
KAJIAN TEORITIS
Manajemen Laba

Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive AccountingmTheory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah :
a. The Bonus Plan Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untu masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat lab terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jik laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
b. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
c. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata- mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku
manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan
dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan
menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik
untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.

Tingkat Pengungkapan laporan Keuangan
Penelitian ini menggunakan lampiran keputusan Ketua Bapepam Kep- 38/ PM/ 1996 untuk mengukur tingkat pengungkapan laporan tahunan yang relevan dengan kondisi di Indonesia. Dalam peraturan ini terdapat ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan tahunan yang ditetapkan oleh Bapepam. Hubungan agency yang terjadi antara manajemen dan principal membebankan tanggung jawab kepada manajer untuk melaporkan kinerja perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Dasar akrual dalam laporan keuangan memberikan kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba (earnings) yang diinginkan. Standar Akuntansi Keuangan juga memberikan keleluasaan kepada manajer untuk memilih metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan secara umum diteliti melalui penggunaan akrual. Jumlah akrual yang tercermin dalam penghitungan laba terdiri dari discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan dan discretionary accruals merupakan komponen akrual yang berasal dari earnings management yang dilakukan manajer.

Manajemen Laba dan Tingkat Pengungkapan
Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Dalam situasi dimana pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen laba. Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan akan membantu pemegang saham memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Glosten and Milgrom (1985) dalam Lobo and Zhou (2001) mengatakan bahwa peningkatan informasi dalam pengungkapan laporan keuangan akan menurunkan asimetri informasi. Dengan demikian, peningkatan pengungkapan menyebabkan fleksibilitas manajer untuk melakukan manajemen laba akan berkurang karena berkurangnya asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya.

KAJIAN EMPIRIS

Obyek Penelitian
Obyek penelitian mencakup 37 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan termasuk Indeks LQ-45 berdasarkan JSX Value Line tahun 2001 (periode Februari 2001 dan Agustus 2001) sejumlah 17 perusahaan dan tahun 2002 (periode Februari 2002 dan Agustus 2002) sejumlah 20 perusahaan, dimana tiga perusahaan dikeluarkan dari sampel karena keterbatasan data sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 34 perusahaan.

Teknik Pengumpulan DataData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari pihak eksternal. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi. Sumber data untuk penelitian ini laporan tahunan perusahaan diperoleh dari Pusat Data Pasar Modal IBII dan Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Jakarta.

Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah judgement sampling dimana pengambilan perusahaan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan dan memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.     Perusahaan termasuk dalam Indeks LQ 45 tahun 2001 berturut-turut selama    2 periode (periode Februari 2001 dan Agustus 2001) dan tahun 2002      berturut- urut selama 2 periode (periode Februari 2002 dan Agustus 2002).
2.     Perusahaan bergerak dalam bidang manufaktur karena perusahaan dalam satujenis industri yaitu manufaktur cenderung memiliki karakteristik akrual     yang hampir sama.
3.     Perusahaan sampel memiliki informasi tanggal publikasi laporan keuangan         untuk tahun bersangkutan dan mengeluarkan laporan tahunan periode          bersangkutan yang telah diaudit dan dipublikasikan.

Teknik Analisis Data

1. Model Persamaan Simultan (Simultaneous-Equation Model)
Untuk melihat hubungan antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dimana tidak diketahui apakah manajemen memilih kebijakan tingkat pengungkapan karena manajemen laba yang hendak dilakukan atau sebaliknya apakah penetapan kebijakan tingkat pengungkapan yang memungkinkan tindakan manajemen laba, karena itu ditetapkan dua model persamaan simultan untuk mencerminkan keadaan tersebut sebagai berikut :
DACC= 0+ 1IP+ 2SPREAD+ 3CRP+ 4FRP+ 5DEBT+ 6SIZE
..............(1)
IP = 0 + 1 DACC + 2 SIZE + 3 RET + 4 CR
.......................................(2)
2. Analisis Regresi Ganda Bertahap
Oleh karena model persamaan regresi (1) dan (2) di atas memiliki variabel endogen yang sama yaitu IP dan DACC yang saling mempengaruhi maka dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi ganda bertahap untuk melihat pengaruh variabel moderasi dengan cara mengisolir terlebih dahulu variabel independennya. Pada tahap pertama, dilakukan substitusi model persamaan regresi (2) ke dalam model persamaan regresi (1) untuk mendapatkan reduced form equation yaitu model persamaan regresi (3) dan pada tahap kedua, dilakukan substitusi model persamaan regresi (1) ke dalam model persamaan regresi (2) untuk mendapatkan reduced form equation yaitu model persamaan regresi (4) seperti terlihat pada lampiran 2.
DACC = 0 + 1 SIZE + 2 RET + 3 CR + 4 SPREAD + 5 CRP + 6 FRP
+ 7 DEBT........(3)
IP = 0 + 1SPREAD + 2CRP + 3FRP + 4DEBT + 5SIZE + 6RET +
7CR..................(4)
Pada model persamaan regresi (4) nilai IP merupakan nilai tranformasi bentuk logit. Pada tahap ketiga, untuk melihat pengaruh langsung manajemen laba pada tingkat pengungkapan dan sebaliknya maka nilai estimasi DACC dari model persamaan regresi (3) sebagai variabel independen diregresikan dengan nilai estimasi IP dari model persamaan regresi (4) sebagai variabel dependen pada model persamaan (5). Pada model persamaan (6), nilai IP merupakan nilai Escore.
IP^ = 0 + 1
DACC^....….....................................................................................………….
.(5)
DACC^ = 0 + 1
IP……....................................................…...............................…………. (6)
3. Pengujian Keberartian Model (Uji F)
Pengujian keberartian model regresi linear ganda dalam corak pengaruh dapat dilakukan dengan menguji hipotesis-hipotesis model berikut : Ho : 1 = 2 = ... = k (Model regresi linear ganda tidak signifikan atau dengan kata lain tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen). Ha : Paling sedikit ada satu i 0 (Model regresi linear ganda signifikan atau dengan kata lain ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen).
Kriteria pengambilan keputusan :
Bila F hitung > F (v1,v2) atau P-value < maka tolak Ho
Bila F hitung F (v1,v2) atau P-value maka terima Ho
4. Pengujian Koefisien Regresi (Uji t)
Pengujian koefisien regresi masing-masing variabel : Ho : i = 0 (Tidak ada pengaruh variabel independen ke-i pada variabel         dependen). Ha : i 0 (Ada pengaruh signifikan variabel independen ke-i pada variabel dependen). Kriteria pengambilan keputusan : Bila t hitung > /2 (n-k) atau P-value < maka tolak Ho Bila t hitung /2 (n-k) atau P-value maka terima Ho
5. Pengujian Asumsi Klasik
Setiap persamaan regresi ganda di atas harus memenuhi asumsi klasik yaitu normalitas, tidak ada multikolinearitas antar variabel independen, tidak ada autokorelasi, dan memenuhi asumsi homoskedastisitas agar menjadi persamaan regresi yang BLUE (Best Linear Unbias Estimators).


KESIMPULAN
Peneltian ini melibatkan 34 perusahaan yang termasuk indeks LQ-45 yang melakukan manajemen laba. Dari hasil pengujian ternyata manajemen laba memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan perspektif Efficient Earnings Management. Namun sebaiknya tingkat pengungkapan berpengaruh negative signifikan terhadap manajemen laba sejalan dengan Perspektif Opportunistic Earnings Management. Ukuran perusahaan dan return kumulatif berpengaruh signifikan pada tingkat pengungkapan namun belum cukup bukti untuk menyatakan current ratio memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan.

REFERENSI
Julia Halim, 2005, PENGARUH MANAJEMEN LABA PADA TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERMASUK DALAM INDEKS LQ-45




No comments:

Post a Comment