PENGARUH
PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL MELALUI KOMITMEN ORGANISASI
DAN PERSEPSI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
ISU
Anggaran
merupakan komponen penting dalam sebuah organisasi, baik organisasi sektor
swasta maupun organisasi sektor publik. Menurut Hansen dan Mowen (2004:1),
Setiap entitas pencari laba ataupun nirlaba bisa mendapatkan manfaat dari
perencanaan dan pengendalian yang diberikan oleh anggaran. Perencanaan dan
pengendalian merupakan dua hal yang saling berhubungan. Perencanaan adalah
pandangan ke depan untuk melihat tindakan apa yang seharusnya dilakukan agar
dapat mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian adalah melihat ke
belakang, memutuskan apakah yang sebenarnya telah terjadi dan membandingkannya
dengan hasil yang direncanakan sebelumnya.
Anggaran
merupakan komponen utama dalam perencanaan. Munandar (2001:1), mengungkapkan
pengertian anggaran adalah sebagai berikut: “Suatu rencana yang disusun secara
sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam
unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang
akan datang.” Menurut Mulyadi (1993), anggaran disusun oleh manajemen dalam
jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang
diperhitungkan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi
perusahaan. Tanpa anggaran, dalam jangka pendek perusahaan akan berjalan tanpa
arah, dengan pengorbanan sumber daya yang tidak terkendali.
Sebelum
anggaran disiapkan, organisasi seharusnya mengembangkan suatu rencana
strategis. Rencana strategis mengidentifikasi strategi-strategi untuk aktivitas
dan operasi di masa depan, umumnya mencakup setidaknya untuk lima tahun ke
depan. Organisasi dapat menerjemahkan strategi umum ke dalam tujuan jangka panjang
dan jangka pendek. Tujuan-tujuan inimembentuk dasar anggaran. Hubungan erat
antara anggaran dan rencana strategis membantu manajemen untuk memastikan bahwa
semua perhatian tidak terfokus pada operasional jangka pendek. Hal ini penting
karena anggaran, sebagai rencana satu periode, memiliki sifat untuk jangka
pendek (Hansen dan Mowen, 2004:1).
Sistem
anggaran memberikan beberapa kelebihan untuk suatu organisasi. Menurut Hansen
dan Mowen (2004:1), kelebihan dari sistem anggaran diantaranya anggaran mendorong para manajer
untuk mengembangkan arahan umum bagi
organisasi, mengantisipasi masalah, dan mengembangkan kebijakan untuk masa depan. Kelebihan lain adalah
anggaran dapat memperbaiki pembuatan keputusan. Anggaran juga memberikan
standar yang dapat mengendalikan penggunaan berbagai sumber daya organisasi dan
memotivasi karyawan. Selain itu, anggaran dapat membantu komunikasi dan
koordinasi. Anggaran secara formal mengkomunikasikan rencana organisasi pada
tiap pegawai. Jadi, semua pegawai dapat menyadari peranannya dalam pencapaian tujuan
tersebut. Oleh karena anggaran untuk berbagai area dan aktivitas organisasi
harus bekerja bersama untuk mencapai tujuan organisasi, maka dibutuhkan adanya
koordinasi. Peranan komunikasi dan koordinasi menjadi semakin penting seiring
dengan meningkatnya ukuran organisasi.
Anggaran
digunakan sebagai pedoman kerja sehingga proses penyusunannya memerlukan
organisasi anggaran yang baik, pendekatan yang tepat, serta model-model
perhitungan besaran (simulasi) anggaran yang mampu meningkatkan kinerja pada
seluruh jajaran manajemen dalam organisasi. Proses penyusunan anggaran, dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu top-down, bottom up dan partisipasi
(Ramadhani dan Nasution, 2009).
Dalam
sistem penganggaran top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah
ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan/pelaksana
anggaran hanya melakukan apa yangtelah ditetapkan oleh anggaran tersebut.
Penerapan sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi
tidak efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya
yang diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan/pemegang kuasa anggaran
kurang mengetahui potensi dan hambatan yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana
anggaran sehingga memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan
kemampuan bawahan/pelaksana anggaran. Oleh karena itu, entitas mulai menerapkan
sistem penganggaran yang dapat menanggulangi masalah di atas yakni sistem
penganggaran partisipatif (participative budgeting). Melalui sistem ini, bawahan/pelaksana
anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut subbagiannya
sehingga tercapai kesepakatan antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan
bawahan/pelaksana anggaran mengenai anggaran tersebut (Omposunggu dan Bawono,
2007).
Penganggaran
partisipatif (participative budgeting) merupakan pendekatan penganggaran yang
berfokus pada upaya untuk meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konsep penganggaran ini sudah berkembang pesat dalam sektor swasta (bisnis), namun
tidak demikian halnya pada sektor publik. Dalam sektor publik, penganggaran
partisipatif belum mempunyai sistem yang mapan sehingga penerapannya pun belum
optimal.
Anggaran
merupakan rencana tindakan-tindakan pada masa yang akan datang untuk mencapai
tujuan organisasi. Pada organisasi sektor swasta (bisnis), tujuan dimaksud
adalah mencari laba (profit oriented), sementara pada organisasi sektor
publik/non-bisnis tidak (nonprofit oriented). Oleh karena tujuannya berbeda,
maka rencana kerja yang disusun juga berbeda. Dengan demikian, pendekatan dalam
penyusunan anggaran di kedua jenis organisasi juga berbeda.
Menurut
Mardiasmo (2004), anggaran merupakan pernyataaan mengenai estimasi kinerja yang
hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial. Proses pembuatan anggaran dalam sektor publik merupakan tahapan yang
cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor
publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda
dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif lebih kecil nuansa
politisnya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia
perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik
anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik,
didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan uang publik.
Lebih
lanjut, Mardiasmo (2004) mengemukakan bahwa anggaran memiliki fungsi sebagai
alat penilaian kinerja. Kinerja akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan
anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil
dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan.
Thompson
(1967) dalam Wiliams (1990) sebagaimana dikutip oleh Ahmad dan Fatima (2008)
mendorong para peneliti untuk memeriksa perilaku anggaran dalam organisasi
sektor publik. Perilaku anggaran mungkin dapat berbeda dalam organisasi sektor
publik dibandingkan dengan perilaku anggaran pada organisasi sektor swasta.
Williams (dikutip oleh Ahmad dan Fatima, 2008) menyatakan bahwa penelitian
mengenai hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial dalam sektor
publik adalah penting. Namun, literatur sampai saat ini, telah melalaikan
penelitian terkait hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada
organisasi sektor publik, khususnya di negara-negara berkembang.
Di
Indonesia sendiri, penelitian mengenai hubungan antara partisipasi anggaran dan
kinerja manajerial pada sektor swasta sudah banyak dilakukan diantaranya
Supriyono (2004, 2005), Sumarno (2005),Ghozali (2002, 2005), SlametRiyadi
(2000), Sardjito (2005). Sedangkan penelitian terkait hubungan partisipasi
anggaran dan kinerja manajerial pada sektor publik (pemerintah daerah)
masih terbatas misalnya penelitian yang dilakukan Ompusunggu dan Bawono (2007).
Penelitian-penelitian tersebut menambah faktor-faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi
hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja. Faktor-faktor tersebut
diteliti sebagai variabel intervening atau variabel moredating.
Hal
tersebut dilakukan sebagai tindakan alternatif atasketidakkonsistenan
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Nouri (dikutip
oleh Supriyono, 2004) menyatakan bahwa pada awal-awal riset antara partisipasi
anggaran dan kinerja manajer menunjukkan bukti yang tidak meyakinkan
(inconclusive) dan seringkali bertentangan. Hasil riset tersebut ada yang
menunjukkan asosiasi negatif secara signifikan (Campell dan Gingrich, 1986;
Ivancevich, 1977 dalam Supriyono, 2004), positif secara signifikan (Brownell
dan Mclnes, 1986; Chenhall dan Brownell, 1988; Early, 1985; Milani, 1975;
Steers, 1975 dalam Supriyono, 2004), negatif tidak signifikan (Dosett, Latam,
dan Mitcell, 1979; Mia, 1988 dalam Supriyono, 2004), dan positif tidak
signifikan (latham dan Marshall, 1982; Latham dan Yukl, 1976 dalam Supriyono,
2004). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran
terhadap kinerja manajerial pada organisasi sektor publik. Seperti
penelitian-penelitian terdahulu, pada penelitian ini juga digunakan dua
variabel intervening yaitu komitmen organisasi dan persepsi inovasi. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah
Kabupaten Magelang. Penelitian ini disusun dengan judul “Pengaruh Partisipasi
Anggaran terhadap Kinerja Manajerial me
lalui Komitmen Organisasi dan
Persepsi Inovasi sebagai variabel intervening”.
KAJIAN TEORITIS
Teori
Motivasi
Teori Motivasi Hygiene (Frederick
Herzberg)
Teori
Motivasi Hygiene atau teori dua faktor adalah pendapat Frederick
Herzberg yang mengemukakan bahwa:
1. Faktor-faktor pertumbuhan atau
motivator instrinsik terhadap pekerjaan adalah
prestasi, pengakuan atas prestasi, kerja itu sendiri, tanggungjawab dan
pertumbuhan atau kemajuan. Faktor instrinsik ini bersifat terus menerus ada.
Jika faktor ini ada, maka akan memotivasi seseorang dengan kuat untuk
menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik. Jika faktor ini tidak ada, tidak
selalu menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja.
2. Faktor-faktor untuk menghindari
ketidakpuasan atau hygiene yang ekstrinsik terhadap pekerjaan meliputi
kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan antar individu, kondisi
kerja, gaji, status, dan rasa aman. Faktor hygiene adalah faktor yang bersumber
dari luar diri seseorang, yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bekerja
dan bersifat sementara. Jika faktor ini ada berartiada ketidakpuasan, sedangkan
jika faktor ini tidak ada, maka tidak memiliki pengaruh apapun.
Teori
Harapan
Teori
Harapan (Expectancy Theory) Dikemukakan oleh V. Vroom mengemukakan teorinya
(Stoner, 1995) dalam bukunya “management”, yaitu seseorang cenderung
berperilaku berdasarkan kuatnya harapan dan seberapa jauh peril
aku tersebut akan memberikan hasil
atau hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil
pekerjaan itu. Seseorang yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi
keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya. Teori ini
memfokuskan pada tiga hubungan yaitu hubungan upaya dengan kinerja, hubungan
kinerja dengan imbalan dan hubungan imbalan dengan tujuan pribadi. Motivasi
hanya diberikan kepada seseorang individu yang mampu mengerjakan pekerjaan.
Jadi orang yang tidak mampu tidak perlu dimotivasi karena tidak ada hasilnya.
Jadi teori ini mempunyai argumentasi bahwa kekuatan untuk bertindak dengan cara
tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa akan diikuti oleh
keluaran dan daya tarik dari keluaran tersebut dengan individu.
Teori Kebutuhan (David Mc Clelland)
Teori
kebutuhan Mc Clelland (Robbins, 2003) menjelaskan bahwa kebutuhan kerja di
tempat kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) yaitu:
1.Kebutuhan untuk prestasi berupa
dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar,
bergulat untuk sukses.
2. Kebutuhan untuk berkuasa berupa
kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana tanpa
perlu dipaksa untuk berperilaku demikian.
3. Kebutuhan akan afiliasi berupa
suatu hasrat untuk membentuk hubungan
antar pribadi yang ramah dan akrab.
Menurut Mc Clelland (Robbins, 2003), bahwa timbulnya motivasi untuk melakukan
suatu perbuatan berasal dari adanya interaksi antara motif dengan faktor-faktor
situasi yang dihadapi.
4.Teori Hirarki Kebutuhan (Abraham
Maslow) Menurut Robbins (2003) mengutif pendapat Maslow tentang teori motivasi
yang membaginya ke dalam lima hierarki kebutuhan yaitu:
1.Kebutuhan
fisiologis. Berupa kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan kebutuhan fisik lainnya.
2.Kebutuhan
akan jaminan keamanan. Berupa rasa aman dan terlindung dari resiko fisik dan mental.
3.Kebutuhan
sosial. Berupa persahabatan, keakraban, penerimaan dan keterkaitan.
4.Kebutuhan
untuk mendapatkan penghargaan. Berupa penghargan internal yaitu rasa percaya diri dan prestasi
sedangkan penghargaan eksternal yaitu status,
pengakuan dan perhatian.
5.Kebutuhan
aktualisasi diri. Mempertinggi kepastian kerja, berkembang, menyatakan potensi seseorang. Menurut
teori-teori tentang motivasi di atas, menjelaskan
bahwa motivasi sangat berpengaruh pada sikap individu. Sikap individu dalam melaksanakan pekerjaannya akan
dipengaruhi oleh motivasi. Begitu pula
dalam hal partisipasi anggaran. Semakin tinggi partisipasi individu dalam proses penyusunan anggaran maka
motivasi individu juga akan semakin
tinggi. Selanjutnya, setiap individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran akan lebih termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
Pengertian Anggaran
Pengertian
anggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989), adalah sebagai
berikut: “Suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan
tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”.
Menurut
Mulyadi (1993), anggaran disusun oleh manajemen dalam jangka
waktu satu tahun untuk membawa
perusahaan ke kondisi tertentu yang diperhitungkan.
Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi perusahaan.
Munandar
(2001:1), mengungkapkan pengertian anggaran adalah sebagai berikut: “Suatu
rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk
jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.”
Menurut
Mulyadi (2001), “Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang
lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana
kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang yang
ditetapkan dalam proses penyusunan program (programming)”. Sedangkan defenisi anggaran menurut
R.A.Supriyono (2000:40), “Anggaran adalah suatu rencana terinci yang disusun
secara sistematis dan dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,
biasanya dalam satuan uang, untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan
sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu
tahun”.
Karakteristik Anggaran Sektor Publik
Anggaran mempunyai karakteristik:
a.
Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
b.
Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
c.
Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai
sasaran
yang ditetapkan.
d.
Usulan angggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih
tinggi
dari penyusunan anggaran.
e.
Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik
Prisip-prinsip pokok dalam siklus
anggaran
1.Tahap Persiapan Anggaran
Pada
tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia.
Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran
pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang
cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan
pembuatan keputusan tentang angggaran pengeluaran.
2.Tahap Ratifikasi
Tahap
ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup
berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skillnamun
juga harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition buildingyang
memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat
penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan
eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang
rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak
legislatif.
3.Tahap Implementasi/Pelaksanaan
Anggaran
Dalam
tahap ini yang paling penting adalah yang harus diperhatikan oleh
manajer keuangan publik adalah
dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen.
4. Tahap Pelaporan Dan Evaluasi
Tahap
pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak
akan menemukan banyak masalah.
Partisipasi Anggaran
Partisipasi
anggaran merupakan suatu proses yang melibatkan individu-individu secara
langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh terhadap penyusunan tujuan anggaran
yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar
pencapaian tujuan anggaran mereka (Brownell, 1982). Partisipasi anggaran adalah
tahap partisipasi penguus dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran
tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban. Brownell (1982) mendefenisikan
bahwa anggaran adalah suatu proses partisipasi individu akan dinilai dan
mungkin diberi penghargaan atas prestasi mereka pada tujuan yang dianggarkan,
dan mereka terlibat dalam proses tersebut dan mempunyai pengaruh pada penentuan
tujuan tersebut.
Definisi partisipasi dalam anggaran
secara terperinci yaitu :
a.Sejauh mana anggaran dipengaruhi
oleh keterlibatan para pengurus.
b.Alasan-alasan pihak manajer pada
saat anggaran diproses.
c.Keinginan memberikan partisipasi
anggaran kepada pihak manajer tanpa diminta.
d.Sejauhmana manajer mempunyai
pengaruh dalam anggaran akhir.
e.Kepentingan manajer dalam
partisispasinya terhadap anggaran.
f. Anggaran didiskusikan antara
pihak manajer puncak dengan manajer pusat pertanggungjawaban pada saat anggaran
disusun.
Komitmen Organisasi
Komitmen
organisasi merupakan sebuah dimensi sikap positif karyawan yang dapat
dihubungkan dengan kinerja (Manogran, 1997 dalam Ahmad dan Fatima, 2008).
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat keterikatan perasaan dan
kepercayaan terhadap organisasi tempat mereka bekerja (George dan Jones, 1999
dalam Ahmad dan Fatima, 2008). Menurut Mathieu dan Zajac, 1990 dalam Supriyono,
2004 komitmen organisasi adalah ikatan keterkaitan individu dengan organisasi
sehingga individu tersebut “merasa memiliki" organisasi tempatnya
berkerja. Sebagaimana dikemukakan dalam literatur-literatur yang telah
ditelaah, komitmen organisasi dideskripsikan dalam dua tipe yaitu komitmen
affective dan komitmen continuance. Penelitian sebelumnya melibatkan komitmen
organisasi yang fokus pada komitmen afektif (Nouri dan Parker,1998; Quirin et
al., 2001 dalam Ahmad dan Fatima., 2008). Dengan demikian, pada penelitian
selanjutnya, termasuk pada penelitian ini juga menguji pengaruh komitmen
afektif terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja. Komitmen affective didefinisikan
sebagai kesediaan melakukan upaya secara terus-menerus untuk mencapai
kesuksesan organisasi. Karakteristik komitmen afektif antara lain kepercayaan
yang kuat dan keterterimaan nilai dan tujuan organisasi (Ahmad dan Fatima.,
2008).
Persepsi Inovasi
Persepsi
inovasi manajer telah diteliti dalam beberapa studi terkini tentang hubungan
partisipasi anggaran dan kinerja. Namun, dalam setiap studi persepsi inovasi
tersebut diungkapkan sedikit berbeda. Subramaniam dan Mia (2001) menggunakan istilah “managers’ value
orientation towards innovation”.Subramaniam dan Ashkanasy (2001)
mendeskripsikannya sebagai “the perception of innovation”, sedangkan penelitian
yang lebih baru oleh Subramanian dan Mia (2003) menggunakan istilah
“work-related values of innovation”. Walaupun terdapat perbedaan terminologi
yang digunakan, makna dan item yang digunakan untuk mengukur persepsi inovasi
ini dalam penelitian-penelitian hubungan antara partisipasi anggaran dan
kinerja tetap sama. Persepsi inovasi manajer menggambarkan sejauh mana para
manajer menganggap diri mereka inovatif. Para manajer akan lebih termotivasi
dalam melaksanakan pekerjaannya ketika ide-ide mereka dihargai oleh organisasi.
Hal tersebut akan meningkatkan inovasi-inovasi dalam pekerjaan mereka. Manajer yang
memiliki persepsi inovasi yang tinggi akan memiliki kualitas kerja yang lebih
baik pula.
KAJIAN
EMPIRIS
Variabel Penelitian
Variabel
adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada suatu nilai
(Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, digunakan tiga macam
variabel penelitian.
1. Variabel Terikat (Dependent
Variable) Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang menjadi
perhatian utama peneliti (Sekaran, 2006). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah
kinerja manajerial (managerial performance).
2. Variabel Bebas (Independent
Variable) Varibel bebas (independent variable) adalah variabel yang
mmepengaruhi variabel lain baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah partisipasi anggaran (budgetary
participation).
3. Variabel Antara (Intervening
Variable) Variabel antara (intervening variable) merupakan variabel yang
berperan menjadi mediasi antara variabel bebas dan variabel
terikat (Sekaran, 2006). Variabel
antara dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi (organizational
commitment) dan persepsi inovasi (perception of innovation).
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama
lain. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakterisktik
yang berlainan (Supranto, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah pengelola
unit kerja atau pejabat structural pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Magelang. Jumlah SKPD di Kabupaten Magelang sebanyak 53 SKPD yang terdiri dari
13 dinas, 7 badan, 3 kantor, 2 sekretariat, RSUD, Isnpektorat, 21 kecamatan dan
5 kelurahan. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 485 orang. Pemilihan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini karena SKPD termasuk
dalam organisasi sektor publik yang memiliki sistem anggaran partisipatif.
Penelitian
ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Magelang karena terjadinya permasalahan
penurunan kinerja manajerial akibat penerapan Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang No 29-33 tahun 2008 tentang Perubahan Struktur Organisasi dan Tata
Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Magelang. Penerapan
Peraturan Daerah tersebut tidak disertai dengan perubahan atau penyesuaian
anggaran sehingga menyebabkan adanya overload atau powerless pada unit kerja.
Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas kinerja manajerial.
Sampel
merupakan sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang
dipilih dari populasi (Sekaran, 2006). Pemilihan sampel dalam penelitian ini
didasarkan pada purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan kriteria
tertentu sehingga dapat mendukung penelitian ini. Kriteria pemilihan
sampel
adalah pejabat struktural di Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah
Kabupaten Magelang yang memiliki
peran dalam proses penyusunan anggaran (RKA SKPD) dan memiliki masa kerja
minimal satu tahun dalam periode penyusunan anggaran. Berdasarkan kriteria
tersebut di atas maka jumlah sampel penelitian sebanyak 173 orang (30 SKPD).
Jenis dan Sumber Data
Jenis
data penelitian ini adalah data primer yaitu data penelitian yang diperoleh
atau dikumpulkan langsung dari sumber asli (tanpa perantara). Sedangkan sumber
data primer dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban atas kuesioner yang
dibagikan kepada responden.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini menggunakan metode survei
kuesioner. Survei kuesioner merupakan metode survei dengan menggunakan
kuesioner penelitian. Kuesioner adalah satu set pertanyaan yang tersusun secara
sistematis dan standar sehingga pertanyaan yang sama dapat diajukan kepada setiap
responden. Kuesioner merupakan alat pengumpulan data yang efektif karena dapat
diperolehnya data standar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk keperluan
analisis menyeluruh tentang karakteristik populasi yang diteliti (Supranto,
2000). Kuesioner penelitian ini diserahkan langsung kepada responden atau
meminta bantuan salah satu pegawai pada.
Metode Analisis
Penelitin
ini menggunakan beberapa metode analisis data yaitu analisis statistic
deskriptif, uji kualitas data, uji validitas, uji realibilitas, uji asumsi
klasik, uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas.
KESIMPULAN
Simpulan
Penelitian ini menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial pada organisasi sektor publik melalui komitmen organisasi dan persepsi
inovasi sebagai variabel intervening. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Partisipasi anggaran berpengaruh
langsung terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa
partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Semakin
tinggi tingkat partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran maka
semakin baik kinerjanya. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ahmad
dan Fatima (2008) yang menyatakan bahwa partisipasi anggaran manajer pada organisasi
sektor publik mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial.
2. Partisipasi anggaran tidak
berpengaruh terhadap kinerja manajerial melalui komitmen organisasi. Penelitian
ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap komitmen
organisasi. Namun, komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja
manajerial. Hal ini berarti bahwa komitmen organisasi tidak memediasi hubungan
partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Ahmad dan Fatima (2008) yang
menyatakan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh secara tidak langsung
terhadap kinerja manajerial melalui komitmen organisasi.
3. Partisipasi anggaran tidak
berpengaruh terhadap kinerja manajerial melalui persepsi inovasi. Penelitian
ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap persepsi
inovasi. Namun, persepsi inovasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
Hal ini berarti bahwa persepsi inovasi tidak memediasi hubungan partisipasi
anggaran dan kinerja manajerial. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan Ahmad dan Fatima (2008) yang menyatakan bahwa
persepsi inovasi bukanlah variabel yang memediasi hubungan partisipasi anggaran
dan kinerja manajerial.
REFERENSI
Kunwaviyah
Nurcahyani, 2010, “PENGARUH
PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL MELALUI KOMITMEN ORGANISASI
DAN PERSEPSI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”.
No comments:
Post a Comment