KLIK gambar untuk menutup Iklan

Thursday, January 21, 2016

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL MELALUI KOMITMEN ORGANISASI DAN PERSEPSI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL MELALUI KOMITMEN ORGANISASI DAN PERSEPSI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING


ISU
            Anggaran merupakan komponen penting dalam sebuah organisasi, baik organisasi sektor swasta maupun organisasi sektor publik. Menurut Hansen dan Mowen (2004:1), Setiap entitas pencari laba ataupun nirlaba bisa mendapatkan manfaat dari perencanaan dan pengendalian yang diberikan oleh anggaran. Perencanaan dan pengendalian merupakan dua hal yang saling berhubungan. Perencanaan adalah pandangan ke depan untuk melihat tindakan apa yang seharusnya dilakukan agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian adalah melihat ke belakang, memutuskan apakah yang sebenarnya telah terjadi dan membandingkannya dengan hasil yang direncanakan sebelumnya.
            Anggaran merupakan komponen utama dalam perencanaan. Munandar (2001:1), mengungkapkan pengertian anggaran adalah sebagai berikut: “Suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.” Menurut Mulyadi (1993), anggaran disusun oleh manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang diperhitungkan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi perusahaan. Tanpa anggaran, dalam jangka pendek perusahaan akan berjalan tanpa arah, dengan pengorbanan sumber daya yang tidak terkendali.
            Sebelum anggaran disiapkan, organisasi seharusnya mengembangkan suatu rencana strategis. Rencana strategis mengidentifikasi strategi-strategi untuk aktivitas dan operasi di masa depan, umumnya mencakup setidaknya untuk lima tahun ke depan. Organisasi dapat menerjemahkan strategi umum ke dalam tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan-tujuan inimembentuk dasar anggaran. Hubungan erat antara anggaran dan rencana strategis membantu manajemen untuk memastikan bahwa semua perhatian tidak terfokus pada operasional jangka pendek. Hal ini penting karena anggaran, sebagai rencana satu periode, memiliki sifat untuk jangka pendek (Hansen dan Mowen, 2004:1).
            Sistem anggaran memberikan beberapa kelebihan untuk suatu organisasi. Menurut Hansen dan Mowen (2004:1), kelebihan dari sistem anggaran  diantaranya anggaran mendorong para manajer untuk mengembangkan arahan  umum bagi organisasi, mengantisipasi masalah, dan mengembangkan kebijakan  untuk masa depan. Kelebihan lain adalah anggaran dapat memperbaiki pembuatan keputusan. Anggaran juga memberikan standar yang dapat mengendalikan penggunaan berbagai sumber daya organisasi dan memotivasi karyawan. Selain itu, anggaran dapat membantu komunikasi dan koordinasi. Anggaran secara formal mengkomunikasikan rencana organisasi pada tiap pegawai. Jadi, semua pegawai dapat menyadari peranannya dalam pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena anggaran untuk berbagai area dan aktivitas organisasi harus bekerja bersama untuk mencapai tujuan organisasi, maka dibutuhkan adanya koordinasi. Peranan komunikasi dan koordinasi menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya ukuran organisasi.
            Anggaran digunakan sebagai pedoman kerja sehingga proses penyusunannya memerlukan organisasi anggaran yang baik, pendekatan yang tepat, serta model-model perhitungan besaran (simulasi) anggaran yang mampu meningkatkan kinerja pada seluruh jajaran manajemen dalam organisasi. Proses penyusunan anggaran, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu top-down, bottom up dan partisipasi (Ramadhani dan Nasution, 2009).
            Dalam sistem penganggaran top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya melakukan apa yangtelah ditetapkan oleh anggaran tersebut. Penerapan sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya yang diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan/pemegang kuasa anggaran kurang mengetahui potensi dan hambatan yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana anggaran sehingga memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan kemampuan bawahan/pelaksana anggaran. Oleh karena itu, entitas mulai menerapkan sistem penganggaran yang dapat menanggulangi masalah di atas yakni sistem penganggaran partisipatif (participative budgeting). Melalui sistem ini, bawahan/pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut subbagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran mengenai anggaran tersebut (Omposunggu dan Bawono, 2007).
            Penganggaran partisipatif (participative budgeting) merupakan pendekatan penganggaran yang berfokus pada upaya untuk meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep penganggaran ini sudah berkembang  pesat dalam sektor swasta (bisnis), namun tidak demikian halnya pada sektor publik. Dalam sektor publik, penganggaran partisipatif belum mempunyai sistem yang mapan sehingga penerapannya pun belum optimal.
            Anggaran merupakan rencana tindakan-tindakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan organisasi. Pada organisasi sektor swasta (bisnis), tujuan dimaksud adalah mencari laba (profit oriented), sementara pada organisasi sektor publik/non-bisnis tidak (nonprofit oriented). Oleh karena tujuannya berbeda, maka rencana kerja yang disusun juga berbeda. Dengan demikian, pendekatan dalam penyusunan anggaran di kedua jenis organisasi juga berbeda.
            Menurut Mardiasmo (2004), anggaran merupakan pernyataaan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Proses pembuatan anggaran dalam sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif lebih kecil nuansa politisnya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
            Lebih lanjut, Mardiasmo (2004) mengemukakan bahwa anggaran memiliki fungsi sebagai alat penilaian kinerja. Kinerja akan dinilai berdasarkan pencapaian  target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan.
            Thompson (1967) dalam Wiliams (1990) sebagaimana dikutip oleh Ahmad dan Fatima (2008) mendorong para peneliti untuk memeriksa perilaku anggaran dalam organisasi sektor publik. Perilaku anggaran mungkin dapat berbeda dalam organisasi sektor publik dibandingkan dengan perilaku anggaran pada organisasi sektor swasta. Williams (dikutip oleh Ahmad dan Fatima, 2008) menyatakan bahwa penelitian mengenai hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial dalam sektor publik adalah penting. Namun, literatur sampai saat ini, telah melalaikan penelitian terkait hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada organisasi sektor publik, khususnya di negara-negara berkembang.
            Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada sektor swasta sudah banyak dilakukan diantaranya Supriyono (2004, 2005), Sumarno (2005),Ghozali (2002, 2005), SlametRiyadi (2000), Sardjito (2005). Sedangkan penelitian terkait hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada sektor publik (pemerintah daerah) masih terbatas misalnya penelitian yang dilakukan Ompusunggu dan Bawono (2007). Penelitian-penelitian tersebut menambah faktor-faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja. Faktor-faktor tersebut diteliti sebagai variabel intervening atau variabel moredating.
            Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan alternatif atasketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Nouri (dikutip oleh Supriyono, 2004) menyatakan bahwa pada awal-awal riset antara partisipasi anggaran dan kinerja manajer menunjukkan bukti yang tidak meyakinkan (inconclusive) dan seringkali bertentangan. Hasil riset tersebut ada yang menunjukkan asosiasi negatif secara signifikan (Campell dan Gingrich, 1986; Ivancevich, 1977 dalam Supriyono, 2004), positif secara signifikan (Brownell dan Mclnes, 1986; Chenhall dan Brownell, 1988; Early, 1985; Milani, 1975; Steers, 1975 dalam Supriyono, 2004), negatif tidak signifikan (Dosett, Latam, dan Mitcell, 1979; Mia, 1988 dalam Supriyono, 2004), dan positif tidak signifikan (latham dan Marshall, 1982; Latham dan Yukl, 1976 dalam Supriyono, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada organisasi sektor publik. Seperti penelitian-penelitian terdahulu, pada penelitian ini juga digunakan dua variabel intervening yaitu komitmen organisasi dan persepsi inovasi.         Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Magelang. Penelitian ini disusun dengan judul “Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial me
lalui Komitmen Organisasi dan Persepsi Inovasi sebagai variabel intervening”.

KAJIAN TEORITIS
Teori Motivasi
Teori Motivasi Hygiene (Frederick Herzberg)
            Teori Motivasi Hygiene atau teori dua faktor adalah pendapat Frederick
Herzberg yang mengemukakan bahwa:
1. Faktor-faktor pertumbuhan atau motivator instrinsik terhadap pekerjaan  adalah prestasi, pengakuan atas prestasi, kerja itu sendiri, tanggungjawab dan pertumbuhan atau kemajuan. Faktor instrinsik ini bersifat terus menerus ada. Jika faktor ini ada, maka akan memotivasi seseorang dengan kuat untuk menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik. Jika faktor ini tidak ada, tidak selalu menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja.
2. Faktor-faktor untuk menghindari ketidakpuasan atau hygiene yang ekstrinsik terhadap pekerjaan meliputi kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan antar individu, kondisi kerja, gaji, status, dan rasa aman. Faktor hygiene adalah faktor yang bersumber dari luar diri seseorang, yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bekerja dan bersifat sementara. Jika faktor ini ada berartiada ketidakpuasan, sedangkan jika faktor ini tidak ada, maka tidak memiliki pengaruh apapun.

Teori Harapan
            Teori Harapan (Expectancy Theory) Dikemukakan oleh V. Vroom mengemukakan teorinya (Stoner, 1995) dalam bukunya “management”, yaitu seseorang cenderung berperilaku berdasarkan kuatnya harapan dan seberapa jauh peril
aku tersebut akan memberikan hasil atau hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu. Seseorang yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya. Teori ini memfokuskan pada tiga hubungan yaitu hubungan upaya dengan kinerja, hubungan kinerja dengan imbalan dan hubungan imbalan dengan tujuan pribadi. Motivasi hanya diberikan kepada seseorang individu yang mampu mengerjakan pekerjaan. Jadi orang yang tidak mampu tidak perlu dimotivasi karena tidak ada hasilnya. Jadi teori ini mempunyai argumentasi bahwa kekuatan untuk bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa akan diikuti oleh keluaran dan daya tarik dari keluaran tersebut dengan individu.

Teori Kebutuhan (David Mc Clelland)
            Teori kebutuhan Mc Clelland (Robbins, 2003) menjelaskan bahwa kebutuhan kerja di tempat kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) yaitu:
1.Kebutuhan untuk prestasi berupa dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
2. Kebutuhan untuk berkuasa berupa kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana tanpa perlu dipaksa untuk berperilaku demikian.
3. Kebutuhan akan afiliasi berupa suatu hasrat untuk membentuk hubungan
antar pribadi yang ramah dan akrab. Menurut Mc Clelland (Robbins, 2003), bahwa timbulnya motivasi untuk melakukan suatu perbuatan berasal dari adanya interaksi antara motif dengan faktor-faktor situasi yang dihadapi.
4.Teori Hirarki Kebutuhan (Abraham Maslow) Menurut Robbins (2003) mengutif pendapat Maslow tentang teori motivasi yang membaginya ke dalam lima hierarki kebutuhan yaitu:
            1.Kebutuhan fisiologis. Berupa kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan      kebutuhan fisik lainnya.
            2.Kebutuhan akan jaminan keamanan. Berupa rasa aman dan terlindung dari            resiko fisik dan mental.
            3.Kebutuhan sosial. Berupa persahabatan, keakraban, penerimaan dan      keterkaitan.
            4.Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan. Berupa penghargan internal    yaitu rasa percaya diri dan prestasi sedangkan penghargaan eksternal yaitu   status, pengakuan dan perhatian.
            5.Kebutuhan aktualisasi diri. Mempertinggi kepastian kerja, berkembang,   menyatakan potensi seseorang. Menurut teori-teori tentang motivasi di atas,          menjelaskan bahwa motivasi sangat berpengaruh pada sikap individu. Sikap     individu dalam melaksanakan pekerjaannya akan dipengaruhi oleh motivasi.         Begitu pula dalam hal partisipasi anggaran. Semakin tinggi partisipasi individu dalam proses penyusunan anggaran maka motivasi individu juga akan             semakin tinggi. Selanjutnya, setiap individu yang terlibat dalam penyusunan     anggaran akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Pengertian Anggaran          
            Pengertian anggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989), adalah sebagai berikut: “Suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”.
            Menurut Mulyadi (1993), anggaran disusun oleh manajemen dalam jangka
waktu satu tahun untuk membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang  diperhitungkan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi perusahaan.
            Munandar (2001:1), mengungkapkan pengertian anggaran adalah sebagai berikut: “Suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.”
            Menurut Mulyadi (2001), “Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program (programming)”.            Sedangkan defenisi anggaran menurut R.A.Supriyono (2000:40), “Anggaran adalah suatu rencana terinci yang disusun secara sistematis dan dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang, untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun”.

Karakteristik Anggaran Sektor Publik
Anggaran mempunyai karakteristik:
            a. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
            b. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
            c. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai
            sasaran yang ditetapkan.
            d. Usulan angggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih
            tinggi dari penyusunan anggaran.
            e. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik
Prisip-prinsip pokok dalam siklus anggaran
1.Tahap Persiapan Anggaran
            Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang angggaran pengeluaran.
2.Tahap Ratifikasi
            Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skillnamun juga harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition buildingyang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif.
3.Tahap Implementasi/Pelaksanaan Anggaran
            Dalam tahap ini yang paling penting adalah yang harus diperhatikan oleh
manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen.
4. Tahap Pelaporan Dan Evaluasi
            Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemukan banyak masalah.

Partisipasi Anggaran
            Partisipasi anggaran merupakan suatu proses yang melibatkan individu-individu secara langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh terhadap penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan anggaran mereka (Brownell, 1982). Partisipasi anggaran adalah tahap partisipasi penguus dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban. Brownell (1982) mendefenisikan bahwa anggaran adalah suatu proses partisipasi individu akan dinilai dan mungkin diberi penghargaan atas prestasi mereka pada tujuan yang dianggarkan, dan mereka terlibat dalam proses tersebut dan mempunyai pengaruh pada penentuan tujuan tersebut.
Definisi partisipasi dalam anggaran secara terperinci yaitu :
a.Sejauh mana anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para pengurus.
b.Alasan-alasan pihak manajer pada saat anggaran diproses.
c.Keinginan memberikan partisipasi anggaran kepada pihak manajer tanpa diminta.
d.Sejauhmana manajer mempunyai pengaruh dalam anggaran akhir.
e.Kepentingan manajer dalam partisispasinya terhadap anggaran.
f. Anggaran didiskusikan antara pihak manajer puncak dengan manajer pusat pertanggungjawaban pada saat anggaran disusun.

Komitmen Organisasi
            Komitmen organisasi merupakan sebuah dimensi sikap positif karyawan yang dapat dihubungkan dengan kinerja (Manogran, 1997 dalam Ahmad dan Fatima, 2008). Komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat keterikatan perasaan dan kepercayaan terhadap organisasi tempat mereka bekerja (George dan Jones, 1999 dalam Ahmad dan Fatima, 2008). Menurut Mathieu dan Zajac, 1990 dalam Supriyono, 2004 komitmen organisasi adalah ikatan keterkaitan individu dengan organisasi sehingga individu tersebut “merasa memiliki" organisasi tempatnya berkerja. Sebagaimana dikemukakan dalam literatur-literatur yang telah ditelaah, komitmen organisasi dideskripsikan dalam dua tipe yaitu komitmen affective dan komitmen continuance. Penelitian sebelumnya melibatkan komitmen organisasi yang fokus pada komitmen afektif (Nouri dan Parker,1998; Quirin et al., 2001 dalam Ahmad dan Fatima., 2008). Dengan demikian, pada penelitian selanjutnya, termasuk pada penelitian ini juga menguji pengaruh komitmen afektif terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja. Komitmen affective didefinisikan sebagai kesediaan melakukan upaya secara terus-menerus untuk mencapai kesuksesan organisasi. Karakteristik komitmen afektif antara lain kepercayaan yang kuat dan keterterimaan nilai dan tujuan organisasi (Ahmad dan Fatima., 2008).

Persepsi Inovasi
            Persepsi inovasi manajer telah diteliti dalam beberapa studi terkini tentang hubungan partisipasi anggaran dan kinerja. Namun, dalam setiap studi persepsi inovasi tersebut diungkapkan sedikit berbeda. Subramaniam dan Mia (2001)  menggunakan istilah “managers’ value orientation towards innovation”.Subramaniam dan Ashkanasy (2001) mendeskripsikannya sebagai “the perception of innovation”, sedangkan penelitian yang lebih baru oleh Subramanian dan Mia (2003) menggunakan istilah “work-related values of innovation”. Walaupun terdapat perbedaan terminologi yang digunakan, makna dan item yang digunakan untuk mengukur persepsi inovasi ini dalam penelitian-penelitian hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja tetap sama. Persepsi inovasi manajer menggambarkan sejauh mana para manajer menganggap diri mereka inovatif. Para manajer akan lebih termotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya ketika ide-ide mereka dihargai oleh organisasi. Hal tersebut akan meningkatkan inovasi-inovasi dalam pekerjaan mereka. Manajer yang memiliki persepsi inovasi yang tinggi akan memiliki kualitas kerja yang lebih baik pula.

KAJIAN EMPIRIS
Variabel Penelitian
            Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada suatu nilai (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, digunakan tiga macam
variabel penelitian.
1. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti (Sekaran, 2006). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial (managerial performance).
2. Variabel Bebas (Independent Variable) Varibel bebas (independent variable) adalah variabel yang mmepengaruhi variabel lain baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah partisipasi anggaran (budgetary participation).
3. Variabel Antara (Intervening Variable) Variabel antara (intervening variable) merupakan variabel yang berperan menjadi mediasi antara variabel bebas dan variabel
terikat (Sekaran, 2006). Variabel antara dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi (organizational commitment) dan persepsi inovasi (perception of innovation).



Populasi dan Sampel
            Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakterisktik yang berlainan (Supranto, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah pengelola unit kerja atau pejabat structural pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Magelang. Jumlah SKPD di Kabupaten Magelang sebanyak 53 SKPD yang terdiri dari 13 dinas, 7 badan, 3 kantor, 2 sekretariat, RSUD, Isnpektorat, 21 kecamatan dan 5 kelurahan. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 485 orang. Pemilihan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penelitian ini karena SKPD termasuk dalam organisasi sektor publik yang memiliki sistem anggaran partisipatif.
            Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Magelang karena terjadinya permasalahan penurunan kinerja manajerial akibat penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 29-33 tahun 2008 tentang Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Magelang. Penerapan Peraturan Daerah tersebut tidak disertai dengan perubahan atau penyesuaian anggaran sehingga menyebabkan adanya overload atau powerless pada unit kerja. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas kinerja manajerial.
            Sampel merupakan sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2006). Pemilihan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu sehingga dapat mendukung penelitian ini. Kriteria pemilihan
            sampel adalah pejabat struktural di Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah
Kabupaten Magelang yang memiliki peran dalam proses penyusunan anggaran (RKA SKPD) dan memiliki masa kerja minimal satu tahun dalam periode penyusunan anggaran. Berdasarkan kriteria tersebut di atas maka jumlah sampel penelitian sebanyak 173 orang (30 SKPD).

Jenis dan Sumber Data
            Jenis data penelitian ini adalah data primer yaitu data penelitian yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari sumber asli (tanpa perantara). Sedangkan sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban atas kuesioner yang dibagikan kepada responden.


Metode Pengumpulan Data
            Pengumpulan data yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini menggunakan metode survei kuesioner. Survei kuesioner merupakan metode survei dengan menggunakan kuesioner penelitian. Kuesioner adalah satu set pertanyaan yang tersusun secara sistematis dan standar sehingga pertanyaan yang sama dapat diajukan kepada setiap responden. Kuesioner merupakan alat pengumpulan data yang efektif karena dapat diperolehnya data standar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk keperluan analisis menyeluruh tentang karakteristik populasi yang diteliti (Supranto, 2000). Kuesioner penelitian ini diserahkan langsung kepada responden atau meminta bantuan salah satu pegawai pada.

Metode Analisis
            Penelitin ini menggunakan beberapa metode analisis data yaitu analisis statistic deskriptif, uji kualitas data, uji validitas, uji realibilitas, uji asumsi klasik, uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas.

KESIMPULAN
            Simpulan Penelitian ini menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada organisasi sektor publik melalui komitmen organisasi dan persepsi inovasi sebagai variabel intervening. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Partisipasi anggaran berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Semakin tinggi tingkat partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran maka semakin baik kinerjanya. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ahmad dan Fatima (2008) yang menyatakan bahwa partisipasi anggaran manajer pada organisasi sektor publik mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial.
2. Partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial melalui komitmen organisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Namun, komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa komitmen organisasi tidak memediasi hubungan partisipasi anggaran dan  kinerja manajerial. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang  dilakukan Ahmad dan Fatima (2008) yang menyatakan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja manajerial melalui komitmen organisasi.
3. Partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial melalui persepsi inovasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap persepsi inovasi. Namun, persepsi inovasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa persepsi inovasi tidak memediasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Ahmad dan Fatima (2008) yang menyatakan bahwa persepsi inovasi bukanlah variabel yang memediasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial.

REFERENSI

Kunwaviyah Nurcahyani, 2010, “PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL MELALUI KOMITMEN ORGANISASI DAN PERSEPSI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”.

No comments:

Post a Comment