Akuntabilitas dan Konsep-Konsep
Audit
Akuntabilitas secara umum diartikan sebagai
pertanggungjawaban. Berkaitan
dengan sektor publik, maka akuntabilitas juga dikaitkan dengan akuntabilitas
publik. Menurut Mardiasmo (2005) akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas publik terdiri atas dua
macam, yaitu: (1). Akuntabilitas vertikal (vertical
accountability), yaitu pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada
otoritas yang lebih tinggi. (2). Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) yaitu pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik
adalah pemberian informasi dan disclosure
atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan tersebut.
Istilah akuntabilitas juga sering
dipersamakan dengan stewardship.
Sebenarnya, akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship. Stewardship mengacu pada
pengelolaan atas suatu aktifitas secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani
kewajiban untuk melaporkan, sedangkan akuntabilitas mengacu pada
pertanggungjawaban oleh seorang yang diberi amanah kepada pemberi tanggung
jawab dengan kewajiban membuat pelaporan dan pengungkapan secara jelas.
Accountability (akuntabilitas) dalam pengertian secara luasnya
mengacu pada memberi dan menuntut pertimbangan untuk melakukan sesuatu
(Garfinkel, 1967; Silverman, 1975; Harre, 1979;
Roberts & Scapens, 1985 dalam Chowdhury et al., 2005). Rerangka teoretis akuntabilitas ini berfokus pada
hubungan antara penyedia informasi dan pengguna informasi dalam pembenaran
untuk melakukan sesuatu.
Menurut Gary et al., (1996) hal 10 dalam Chowdhury et al., (2005) menyatakan bahwa
rerangka akuntabilitas berguna dalam menganalisa informasi akuntansi yang
ditransmisi secara umum. Parker &
Guthrie (1993) hal 71 dalam Chowdhury et
al., (2005) menyatakan bahwa harapan publik akan mendominasi dan menentukan
arah akuntabilitas sektor publik.
Penerapan rerangka akuntabilitas di sektor
publik ini perlu diawasi atau dikendalikan dengan enam konsep audit, yaitu
independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas audit, bukti audit,
pendapat wajar dan audit kinerja (Chowdhury et
al., 2005). Konsep audit ini diadaptasi dari audit Comptroller Auditor General’s (CAG)
pada sektor publik. Pada kenyataannya lima konsep audit telah
diterapkan di sektor privat, terkecuali audit kinerja.
Independensi auditor dalam sektor publik
berhubungan dengan luasnya area sektor publik. Integritas auditor harus
dilindungi dari pengaruh kelompok pemerintah pusat/daerah, status sebagai
pegawai negeri sipil dan politisi. Sedangkan kompetensi auditor baik di sektor
publik maupun di sektor privat adalah sama yang berbeda hanya pada audit
kinerja (performance audit).
Menurut Jones & Bates (1990)
materialitas audit berhubungan dengan kebutuhan audit untuk mempertimbangkan
tingkat jaminan yang disyaratkan oleh kelompok pengguna yang diaudit dan reaksi
yang diharapkan dari pembaca laporan audit. Sedangkan bukti audit berhubungan
dengan waktu dan biaya dalam proses audit, lingkup audit dan kebutuhan
informasi yang dirasakan pengguna mempengaruhi proses pengumpulan bukti.
Pendapat wajar dalam audit sektor publik
mempunyai makna yang sama dalam audit sektor privat (Chowdhury et al., 2005). Pendapat wajar dalam laporan audit di Indonesia
mengimplikasi bahwa laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU). Sedangkan audit kinerja, hanya berlaku pada
sektor publik dimana menekankan pada efisiensi dan efektifitas dari operasi dan
keefektifan hasil yang dicapai.
No comments:
Post a Comment