Tinjauan Teori Untuk Menemukan
Implementasi Pengendalian Intenal Organisasi Sektor Publik Di Pemerintah Daerah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia berikut desentralisasi
anggarannya, maka meningkat pula kebutuhan sistem pengendalian akuntansi. Tujuan informasi akuntansi untuk
pemakainya adalah meningkatkan penilaian dan keputusan dengan lebih baik
(Martin, 1994). Sistem akuntansi merupakan bagian yang sangat penting dalam
spektrum mekanisme pengendalian keseluruhan yang digunakan untuk memotivasi,
mengukur, dan memberi sanksi tindakan-tindakan manajer dan karyawan dari suatu
organisasi (Macintosh, 1994). Sistem akuntansi yang efektif merupakan prasyarat
bagi kinerja yang lebih baik (Darma, 2004). Hal tersebut menggambarkan bahwa
semakin banyak penggunaan sistem pengendalian akuntansi akan menyebabkan
peningkatan kinerja organisasi dengan mendorong pengambilan keputusan dan
pengendalian aktifitas keuangan oleh para manajer secara lebih baik
Dari beberapa hasil
penelitian, sistem pengendalian yang digunakan oleh suatu organisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja organisasi tersebut
(Gul, 1991; Gul dan Chia, 1994; Syafrudin, 2001) tetapi terdapat faktor
kontekstual dalam hubungan tersebut. Hasil penelitian Simons (1997) menunjukkan
penggunaan sistem pengendalian akuntansi memiliki karakteristik yang berbeda
antara perusahaan yang menerapkan strategi defender dengan prospector.
Sistem pengendalian akuntansi berpengaruh positif atau signifikan terhadap
kinerja pada organisasi pemerintah (Miah dan Mia, 1996; Andriani, 2001).
Menurut
Bastian (2006a;450), Pengendalian akuntansi, merupakan bagian dari sistem
pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran
yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek
ketelitian dan keandalan data akuntansi. Menurut Bodnar dan Hopwood (2006;129)
yang menjadi pondasi dari pengendalian internal ini adalah lingkungan
pengendalian yang menyediakan disiplin dan struktur komponen proses
pengendalian internal.
Aktivitas
Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa
perintah manajemen telah dilaksanakan (Boynton et.al.; 2003;386).
Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan
berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan organisasi. Faktor-faktor
yang tercakup dalam lingkungan pengendalian antara lain: Komitmen terhadap
kompetensi, filosofi manajemen dan gaya kepemimpinan, struktur organisasi, cara
pembagian otoritas dan tanggung jawab, dan kebijakan sumber daya manusia dan
prosedur. Beberapa faktor ini akan menjadi titik perhatian penulis untuk
dieksplorasi dan dibahas pada bagian selanjutnya karena lingkungan pengendalian
menjadi pondasi untuk melaksanakan pengendalian.
Sejalan
dengan tujuan pengendalian akuntansi, Permendagri no. 13 yang mengatur
pengeluaran keuangan daerah melalui penatausahaan pengeluaran yang diakomodir
dalam pasal 196 hingga pasal 231. Peraturan penatausahaan pengeluaran ini
menjadi dasar untuk menganalisa praktik yang menjadi temuan penelitian.
Fungsionalisme struktural, terutama dalam
karya Talcott Parsons, Robert Merton, serta pengikut mereka (seperti Bronislaw
Malinowski, Radclif-Brown, dan Alvin Gouldner (Poloma, 2004)) memusatkan
perhatian pada “struktur sosial” dan “institusi sosial” berskala luas, antar hubungannya,
dan pengaruhnya terhadap aktor. Parsons melihat sistem sosial sebagai satu dari
tiga cara di mana tindakan sosial bisa diorganisir, dua sistem lainnya adalah
sistem kultural yang mengandung nilai dan simbol-simbol serta sistem
kepribadian para pelaku individual (Poloma, 2004;171).
Dalam sistem sosial, Parsons menekankan
status-peran sebagai unit fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Status
mengacu pada posisi struktural dari sistem sosial, dan peran adalah apa yang
dilakukan aktor dalam posisinya itu. Sebagai seorang fungsionalis struktural,
Parsons membedakan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal
dengan skema AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency)
(Ritzer dan Goodman, 2004; Perdue, 1986; Roberts, 2006; Turner, 1998). Agar
dapat bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini.
Adaptation merupakan sebuah sistem harus menanggulangi
situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. Goal attainment menngisyaratkan
bahwa sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Integration
menunjukkan bahwa sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian
yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga
fungsi lainnya (A, G, L). Latency mensyaratkan bahwa sebuah sistem harus
melengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun
pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Konsep teori yang telah dikemukakan sebelumnya
akan menjadi kerangka analisis untuk memahami realitas pengendalian akuntansi
dan akan dideskripsikan pada beberapa bab dan bagian ke depan. Bagaimanapun,
disadari pengembangan rerangka analisis ini belum mengakomodasi secara memadai
seluruh konteks, baik yang terdapat dalam teori yang akan digunakan terhadap
realitas yang terjadi, namun, penulis menganggap bahwa pengembangan rerangka
analisis menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.
No comments:
Post a Comment