KLIK gambar untuk menutup Iklan

Friday, October 2, 2015

Model Kebijakan Lingkungan di Indonesia

Model Kebijakan Lingkungan

Jauh sebelum ada tindakan pemerintah, masalah lingkungan harus ditemu kenali, seuatu yang biasanya muncul di masyarakat bawah. Kemudian masalah lingkungan ini dikomunikasikan kepada pemerintah. Tujuannya adalah untuk memdapatkan bantuan pemerintah dengan jalan meyakinkan pejabat atau lembaga pemerintah yang berwenang agar supaya masalah terebut dimasukkan pada agendanya.
Dalam praktek, satu kebijakan yang ditunjukan untuk menangani masalah seperti kebersihan pantai di Bali, pembuangan/pengolahan sampah di Denpasar memerlukan waktu bertahun – tahun dari menemu kenal masalah sampai adanya tindakan pemerintah. Oleh karena itu para ahli kebijakan public mengembangkan satu model struktur pengembangan kebijakan public masalah lingkungan yang lebih mudah dimengerti. Model tersebut pada umumnya memuat:
  • ·         Perumusan masalah
  • ·         Agenda kebijakan
  • ·         Formulasi kebijakan
  • ·         Penetapan kebijakan
  • ·         Pelaksanaan kebijakan
  • ·         Evaluasi kebijakan

Untuk memudahkan mengingat keenam tindakan di atas ini disingkat dan digabungkan menjadi tiga langkah saja, yakni:
1.      Perumusan masalah dan agenda kebijakan.
2.      Pengambilan keputusan dan analisis risiko lingkungan, yang meliputi kegiatan perumusan kebijakan, penetapan kebijakan, dan pelaksanaannya.
3.      Evaluasi kebijakan.
Ad.1. Perumusan masalah lingkungan dan agenda kebijakan. Adanya masalah lingkungan dimulai dengan perumusan masalah, penemuan adanya dilema pubik, yakni sesuatu yang mempunyai akibat terhadap beberapa kelompok masyarakat, bukan hanya mempengaruhi orang perorangan saja. Kadang-kadang tanda-tanda permasalahannya sangat jelas, seperti misalnya limbah cair hotel yang dialirkan kepantai Sanur, atau limbah zat pewarna perusahaan garmen di Kepaon yang di buang ke sungai yang mengakibatkan orang merasa gatal-gatal kalau mereka mandi di pantai/sungai.

Ad.2. Pengambilan keputusan dan analisis risiko lingkungan. Dalam tahap formulasi kebijakan ada dua fungsi yang amat penting untuk diselesaikan. Yang pertama, pemerintah harus secara resmi menilai parahnya permasalahan lingkungan dan risikonya terhadap masyarakat. Kegiatan ini disebut penilaian risiko. Dan yang kedua, pemerintah harus mengembangkan satu kebijakan yang tepat, yang sebagian dari proses ini disebut manajemen risiko.
Dalam keadaan ekstrem, tujuan yang dimaksud mungkin member hak untuk menyetop factor penyebab pencemaran. Misalnya, PCB (Polychlorinated Biphenyls) dan DDT (Dichlorodiphenyl-Trichloroethane) ditengarai sebagai factor pemicu kanker dan oleh karenanya pemakaian kedua jenis bahan kimia ini telah dilarang di seluruh dunia.


Tingkat pengurangan yang efisien Ae ditentukan oleh perpotongan kurva MSC dan MSB. MSC terdiri dari jumlah marginal pengurangan polusi oleh semua perusahaan terkait (MACmkt ) ditambah biaya maginal yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memonitor dan memaksakan aturan (MCE), dimana MCE ditunjukkan oleh jarak vertical antara MACmkt dan MSC. Apabila MCE tidak diperhitungkan dalam menentukan tingkat pengurangan polusi yang diinginkan, maka akan terjadi terlalu banyak sumber daya yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut. Parage 4.1 menunjukkan bahwa kesalahan tidak memperhitungkan MCE akan menyebabkan pengurangan polusi ditetapkan pada tingkat A1 , yakni pada titik potong antara MSB dan MACmkt .
Ad.3. Evaluasi kebijakan. Langkah ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas rencana dan gagasan untuk mengadakan perubahan yang diperlukan. Misalnya pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi konsumsi premium (BBM bersubsidi) dan menggantinya dengan Pertamax untuk mengurangi setidaknya 15% polusi udara bahan berbahaya di kota Jakarta. Evaluasi yang dimaksud adalah untuk menetukan apakah target pengurangan polusi telah dicapai atau tidak, dan apakah terdapat pengaruh pada masyarakat yang tidak di duga sebelumnya, seperti misalnya pergantian karyawan atau kerugianlainnya yang diakibatkan oleh penggantian jenis bahan bakar.

Sementara baik criteria efisien alokatif maupun efektif biaya bermuara pada alokasi sumber, criteria lain yang disebut ekuiti lingkungan mempunyai perspektif yang berbeda. Criteria ini mempertimbangkan keadilan beban risiko antara wilayah geografis dan segmen masyarakat. 

No comments:

Post a Comment