KLIK gambar untuk menutup Iklan

Wednesday, February 22, 2017

RUANG LINGKUP DAN PARADIGMA BISNIS RITEL DI INDONESIA



“RUANG LINGKUP DAN PARADIGMA BISNIS RITEL DI INDONESIA”

1.1 PENGERTIAN BISNIS RITEL
                Kata Ritel berasal dari bahasa Perancis, riteller, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Terkait dengan aktivitas yang dijalankan, maka ritel menunjukkan upaya untuk memecah barang atau produk yang dihasilkan dan didistribusikan oleh manufaktur atau perusahaan dalam jumlah besar dan masssal untuk dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir. Pemahaman ritel menjadi sangat lekat dengan makna “ritel” dari kuantitas barang dalam jumlah besar seperti dozen atau pack menjadi kuantitas barang satuan.
            Bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan  penggunaan bisnis. Ritel juga merupakan salah satu perangkat dari aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk dan layanan penjualan kepada konsumen dalam penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun kelompok.
            Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk dan jasa kepada para konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi, tetapi bukan untuk keperluan bisnis dengan memberikan upaya terhadap penambahan nilai terhadap barang dan jasa tersebut, Ritel juga menyediakan pasar bagi para produsen untuk menjual produk-produk mereka. Dengan demikian, ritel adalah kegiatan terkahir dalam jalur distribusi dalam yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Para produsen manufaktur menjual produk-produk kepada peritel maupun ritel besar(wholesaler). Hal ini akan membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen ke konsumen akhir.

alur Distribusi Barang Dagangan










 

Ritel merupakan mitra dari agen atau distributor yang memiliki nama lain wholesaler (pedagang partai besar). Jalur distribusi dagang sering disebut sebagai saluran penjualan tradisional, karena masing-masing pihak memiliki tugas yang terpisah. Perusahaan atau pabrikan mempunyai tugas untuk mendesain,membuat,memberi merek,menetapkan harga,mempromosikan dan menjual, dan tidak menjual langsung pada konsume
·         PARADIGMA RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN
Paradigma ritel traditional merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan konvensional dan tradisional. Bisnis ritel dikelola dengan cara-cara yang lebih menekankan pada “hal yang bisa disiapkan oleh pengusaha tetapi kurang berfokus pada bagaimana kebutuhan dan keinginan konsumen dipahami dan bahkan dipenuhi”. Beberapa ciri dari paradigma pengelolaan ritel traditional adalah sebagai berikut :
1. Kurang memilih lokasi
Lokasi merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penglolan ritel.
2. Tidak mempertimbangkan potensi kembali
Pengukuran dan prediksi potensi pembeli merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya, bahkan sangat saling berkaitan.
            3. Jenis barang dagangan yang tidak terarah
Salah satu aspek daya tarik bisnis ritel bagi pelanggan adalah keragaman barang dagangan,baik dari sisi banyaknya jenis klasifikasi barang dagangan, maupun variiasi merek untuk setiap kategori barang dagangan.
            4. Tidak ada seleksi merek
Pelanggan ritel telah menjadi sasaran iklan dari produsen barang dagangan dengan merek-merek tertentu.
            5. Kurang memperhatikan pemasok
Seleksi terhadap pemasok merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam bisnis ritel.
            6. Melakukan pencatatan penjualan sederhana
Sebagaian ritel tradisional melakukan pencatatan penjualan secara sederhana, bahkan banyak peritel tradisional yang tidak melakukan pencatatan penjualan sama sekali.
            7. Tidak melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk
Sebagai implikasi lanjutan dari tidak terarahnya barang dagangan dan tidak dilakukannya pencatatan penjualan, maka ritel tradisional dihadapkan pada kendala untuk melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk.
            8. Arus kas tidak terencana
Pengelolaan aliran dana tunai merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis ritel.
            9. Pengembangan bisnis tidak terencana
Konsidi ritel tradisional yang terkendala karena rendahnya control dan mekanisme untuk melakukan evaluasi usaha mengakibatkan peritel tradisional sering kali tidak mampu melakukan perencanaan yang matang dalam melakukan pengembangan bisnisnya.
·         PARADIGMA RITEL MODERN
            Paradigma ritel modern merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan modern di mana konsep pengelolaan ritel lebih ditekankan dari sisi pandang pemenuhan konsumen yang menjadi pasar sasarannya. Beberapa ciri dari paradigma pengelolaan ritel modern adalah :
            1. Lokasi strategis merupakan faktor penting dalam bisnis ritel
            2. Prediksi cermat terhadap potensi kembali
            3. Pengelolaan jenis barang dagangan terarah
            4. Seleksi merek sangat ketat
            5. Seleksi ketat terhadap pemasok
            6. Melakukan pencatatan penjualan dengan cermat
            7. Melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk
            8. Arus kas terencana
            9. Pengembangan bisnis terencana
1.2 FUNGSI-FUNGSI YANG DIJALANKAN RITEL
            Ritel memiliki fungsi-fungsi yang dapat meningkatkan nilai produk dan jasa yang mereka jual pada konsumen dan memudahkan distribusi produk tersebut bagi mereka yang memproduksinya. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut :
            1. Menyediakan berbagai macam produk dan jasa
Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri-sendiri terhadap berbagai macam produk dan jasa yang dibutuhkan. Contohnya, supermarket menyediakan produk makanan,kesehatan,perawatan kecantikan, dan produk rumah tangga,sedangkan department store menyediakan berbagai macam kain, aksesoris dan produk pakaian.
            2. Memecah
Memecah (breaking bulk) di sini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhrinya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang atau jasa tersebut menjadi tinggi.
            3. Perusahaan penyimpan persediaan
Ritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan stok atau persediaan (holding inventory) dengan ukuran lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan ritel.
            4. Penghasil jasa
Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan dlam mengonsumsi produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen.
            5. Meningkatkan nilai produk dan jasa
Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan yang memerlukan beberapa barang, pelanggan akan membutuhkan ritel karena tidak semua barang dijual dalam keadaan lengkap.
1.3 KLASIFIKASI BISNIS RITEL
Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan. Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel, yaitu :
1. Pendirian toko tunggal atau mandiri
Ritel tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar.
            2. Rangkaian perusahaan
Ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administrative ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai.
            3. Waralaba
Ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba (franchise) menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi rantai toko.


1.4 PELUANG BISNIS RITEL DI INDONESIA
            Bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat pada beberapa tahun akhir in, dengan berbagai macam format serta isinya. Investasi perusahaan rite lasing ke Indonesia dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (1) kemitraan system waralaba seperti Body Shop, JC penny, Mark and spencer, (2) kerja sama operasi, seperti Sogo dan Seibu, dan (3) kemitraan bersama pengusaha kecil (joint venture). Secara makro, perkembangan industri ritel tidak terlepas dari pengaruh tiga faktor utama, yaitu 1) ekonomi 2) demografi dan 3) sosial budaya.
            1. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang menunjang pertumbuhan industri ritel terutama adalah pendapatan per kapita penduduk Indonesia.
            2. Demografi
Faktor kedua yaitu demografi. Demografi adalah peningkatan jumlah penduduk di Indonesia
            3. Sosial budaya
Faktor ketiga adalah faktor sosial budaya seperti terjainta perubahan gaya hidup dan kebiasaan berbelanja. Konsumen saat ini menginginkan tempat berbelanja yang aman, lokasinya mudah dicapai, ragam barang yang bervariasi dan sekaligus dapat digunakan sebagai tempat rekreasi.

No comments:

Post a Comment