“RUANG LINGKUP DAN PARADIGMA BISNIS
RITEL DI INDONESIA”
1.1 PENGERTIAN BISNIS RITEL
Kata Ritel berasal dari
bahasa Perancis, riteller, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Terkait
dengan aktivitas yang dijalankan, maka ritel menunjukkan upaya untuk memecah
barang atau produk yang dihasilkan dan didistribusikan oleh manufaktur atau
perusahaan dalam jumlah besar dan masssal untuk dapat dikonsumsi oleh konsumen
akhir. Pemahaman ritel menjadi sangat lekat dengan makna “ritel” dari kuantitas
barang dalam jumlah besar seperti dozen atau pack menjadi kuantitas barang
satuan.
Bisnis ritel dapat dipahami sebagai
semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung
kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Ritel juga merupakan salah
satu perangkat dari aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap
produk dan layanan penjualan kepada konsumen dalam penggunaan atau konsumsi
perseorangan maupun kelompok.
Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis
ritel adalah menjual berbagai produk dan jasa kepada para konsumen untuk
keperluan konsumsi pribadi, tetapi bukan untuk keperluan bisnis dengan
memberikan upaya terhadap penambahan nilai terhadap barang dan jasa tersebut,
Ritel juga menyediakan pasar bagi para produsen untuk menjual produk-produk
mereka. Dengan demikian, ritel adalah kegiatan terkahir dalam jalur distribusi
dalam yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Para produsen manufaktur
menjual produk-produk kepada peritel maupun ritel besar(wholesaler). Hal ini
akan membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen ke konsumen akhir.
alur Distribusi Barang Dagangan
·
PARADIGMA
RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN
Paradigma
ritel traditional merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan
menggunakan pendekatan konvensional dan tradisional. Bisnis ritel dikelola
dengan cara-cara yang lebih menekankan pada “hal yang bisa disiapkan oleh
pengusaha tetapi kurang berfokus pada bagaimana kebutuhan dan keinginan
konsumen dipahami dan bahkan dipenuhi”. Beberapa ciri dari paradigma
pengelolaan ritel traditional adalah sebagai berikut :
1.
Kurang memilih lokasi
Lokasi
merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penglolan
ritel.
2.
Tidak mempertimbangkan potensi kembali
Pengukuran
dan prediksi potensi pembeli merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya,
bahkan sangat saling berkaitan.
3. Jenis barang dagangan yang tidak
terarah
Salah
satu aspek daya tarik bisnis ritel bagi pelanggan adalah keragaman barang
dagangan,baik dari sisi banyaknya jenis klasifikasi barang dagangan, maupun
variiasi merek untuk setiap kategori barang dagangan.
4. Tidak ada seleksi merek
Pelanggan
ritel telah menjadi sasaran iklan dari produsen barang dagangan dengan
merek-merek tertentu.
5. Kurang memperhatikan pemasok
Seleksi
terhadap pemasok merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam bisnis
ritel.
6. Melakukan pencatatan penjualan
sederhana
Sebagaian
ritel tradisional melakukan pencatatan penjualan secara sederhana, bahkan
banyak peritel tradisional yang tidak melakukan pencatatan penjualan sama
sekali.
7. Tidak melakukan evaluasi terhadap
keuntungan per produk
Sebagai
implikasi lanjutan dari tidak terarahnya barang dagangan dan tidak dilakukannya
pencatatan penjualan, maka ritel tradisional dihadapkan pada kendala untuk
melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk.
8. Arus kas tidak terencana
Pengelolaan
aliran dana tunai merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis ritel.
9. Pengembangan bisnis tidak
terencana
Konsidi
ritel tradisional yang terkendala karena rendahnya control dan mekanisme untuk
melakukan evaluasi usaha mengakibatkan peritel tradisional sering kali tidak
mampu melakukan perencanaan yang matang dalam melakukan pengembangan bisnisnya.
·
PARADIGMA
RITEL MODERN
Paradigma ritel modern merupakan
pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan
modern di mana konsep pengelolaan ritel lebih ditekankan dari sisi pandang
pemenuhan konsumen yang menjadi pasar sasarannya. Beberapa ciri dari paradigma
pengelolaan ritel modern adalah :
1. Lokasi strategis merupakan faktor
penting dalam bisnis ritel
2. Prediksi cermat terhadap potensi
kembali
3. Pengelolaan jenis barang dagangan
terarah
4. Seleksi merek sangat ketat
5. Seleksi ketat terhadap pemasok
6. Melakukan pencatatan penjualan
dengan cermat
7. Melakukan evaluasi terhadap
keuntungan per produk
8. Arus kas terencana
9. Pengembangan bisnis terencana
1.2 FUNGSI-FUNGSI YANG DIJALANKAN
RITEL
Ritel memiliki fungsi-fungsi yang
dapat meningkatkan nilai produk dan jasa yang mereka jual pada konsumen dan
memudahkan distribusi produk tersebut bagi mereka yang memproduksinya. Fungsi
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Menyediakan berbagai macam produk
dan jasa
Konsumen
selalu mempunyai pilihan sendiri-sendiri terhadap berbagai macam produk dan
jasa yang dibutuhkan. Contohnya, supermarket menyediakan produk
makanan,kesehatan,perawatan kecantikan, dan produk rumah tangga,sedangkan
department store menyediakan berbagai macam kain, aksesoris dan produk pakaian.
2. Memecah
Memecah
(breaking bulk) di sini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih
kecil, yang akhrinya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen
memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang atau jasa
tersebut menjadi tinggi.
3. Perusahaan penyimpan persediaan
Ritel
juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan stok atau persediaan
(holding inventory) dengan ukuran lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan
diuntungkan karena terdapat jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan
ritel.
4. Penghasil jasa
Dengan
adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan dlam mengonsumsi produk
yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar produk hingga
dekat ke tempat konsumen.
5. Meningkatkan nilai produk dan
jasa
Dengan
adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan
yang memerlukan beberapa barang, pelanggan akan membutuhkan ritel karena tidak
semua barang dijual dalam keadaan lengkap.
1.3 KLASIFIKASI BISNIS RITEL
Ritel
dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan. Berikut
adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel, yaitu :
1.
Pendirian toko tunggal atau mandiri
Ritel
tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau kemitraan dan
tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar.
2. Rangkaian perusahaan
Ritel
yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi.
Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administrative ditangani oleh
kantor pusat untuk keseluruhan rantai.
3. Waralaba
Ritel
yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi
pendukung yang lebih besar. Waralaba (franchise) menggabungkan
keuntungan-keuntungan dari organisasi rantai toko.
1.4 PELUANG BISNIS RITEL DI
INDONESIA
Bisnis ritel di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup pesat pada beberapa tahun akhir in, dengan berbagai
macam format serta isinya. Investasi perusahaan rite lasing ke Indonesia dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (1) kemitraan system waralaba seperti Body
Shop, JC penny, Mark and spencer, (2) kerja sama operasi, seperti Sogo dan Seibu,
dan (3) kemitraan bersama pengusaha kecil (joint venture). Secara makro,
perkembangan industri ritel tidak terlepas dari pengaruh tiga faktor utama,
yaitu 1) ekonomi 2) demografi dan 3) sosial budaya.
1. Faktor ekonomi
Faktor
ekonomi yang menunjang pertumbuhan industri ritel terutama adalah pendapatan
per kapita penduduk Indonesia.
2. Demografi
Faktor
kedua yaitu demografi. Demografi adalah peningkatan jumlah penduduk di
Indonesia
3. Sosial budaya
Faktor
ketiga adalah faktor sosial budaya seperti terjainta perubahan gaya hidup dan
kebiasaan berbelanja. Konsumen saat ini menginginkan tempat berbelanja yang
aman, lokasinya mudah dicapai, ragam barang yang bervariasi dan sekaligus dapat
digunakan sebagai tempat rekreasi.
No comments:
Post a Comment