KLIK gambar untuk menutup Iklan

Friday, October 2, 2015

Pengembangan Standar Kinerja

Pengembangan Standar Kinerja

pengertian standar kinerja

Standar kinerja (performance standards) adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh seorang karyawan.
Menurut Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar kriteria kinerja”, yaitu:
Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan).
Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal).
Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan).
Berikut ini diberikan beberapa keuntungan atau manfaat penggunaan standar operasi/ produksi dalam perusahaan:
Dapat dikuranginya macam bahan baku maupun barang jadi yang harus ada dalam persediaan.
dengan adanya standardisasi barang-barang jadi maka pembuatannya pun menjadi lebih mudah dalam arti tidak perlu dilakukan penghitungan atau perubahan ukuran, sifat barang setiap mulai produksi sehingga akan menghemat waktu, tenaga dan modal.
Dengan dihematnya waktu pembuatan maka penyerahan barang jadi ke konsumen akan dapat tepat waktu.
Pengiriman barang tidak akan salah karena barang-barang telah dikelompokkan terlebih dulu berdasarkan standarnya masing-masing.
Manajemen operasi yang efektif  membutuhkan standar yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan hal- hal berikut.
Muatan pekerja dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
Kebutuhan staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang yang dibutuhkan).
Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk membantu mengambil beragam keputusan dari perkiraan biaya hingga ke keputusan untuk membuat sendiri atau membeli).
Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa dalam satu aktivitas kelompok atau pada satu lini produksi).
Tingkat produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja tahu apa saja yang termasuk dalam satu hari kerja normal).
Dasar perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi acuan untuk memberikan insentif yang tepat).
Efisiensi karyawan dan pengawasan (sebuah standar diperlukan untuk mengetahui apa yang digunakan dalam penentuan efisiensi).
Standar tenaga kerja yang ditetapkan secara benar ini mewakili waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja rata- rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu di bawah kondisi kerja normal.



Fungsi standar kinerja

Standar kinerja pekerjaan (performance standard) menetapkan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan dari pelaksana pekerjaan dankriteria pengukuran kesuksesan pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan membuat eksplisit kuantitas dan atau kualitas kinerja yang diharapkan dalam tugas dasar yang ditentukan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan ini biasanya berupa pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam standar kinerja pekerjaan diantaranya adalah :

1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi.
2. Standar kinerja harus stabil dan handal.
3. Standar kinerja harus membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan buruk.
4. Standar kinerja harus dijabarkan dalam angka.
5. Standar kinerja harus mudah diukur.
6. Standar kinerja harus dipahami oleh karyawan dan penyelia.
7. Standar kinerja harus memberikan interprestasi yang tidak bias.

Standar kinerja pekerjaan ini mempunyai dua fungsi. Pertama, menjadi tujuan atau sasaran upaya karyawan. Jikalau standar telah terpenuhi, karyawan akan merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian. Kedua, standar kinerja pekerjaan ini merupakan kriteria pengukuran keberhasilan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar, tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan. Beberapa diantaranya dapat menjadi disfungsional. Contoh, standar tidak tertulis diperusahaan Jepang adalah bahwa seorang karyawan harus bekerja luar biasa lamanya setiap hari guna membuktikan loyalitasnya kepada perusahaan. Karoshi, atau kematian yang diakibatkan kelebihan kerja, menjadi konsekuensi yang harus ditanggung karyawan.

Penerapan standar kinerja untuk posisi manajerial dan profesional lebih baru permunculannya dengan aplikasi manajemen berdasarkan sasaran Management by objectives ( MBO). Sekalipun standar kinerja cenderung membentuk standar kinerja yang dapat diterima oleh rata-rata pemangku jabatan tertentu, manajemen berdasarkan sasaran cenderung lebih berorientasi ke masa depan, dalam pengertian bahwa metode ini melibatkan penetapan sasaran atau tujuan yang menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Sedangkan jantung dari MBO ini adalah sasaran-sasaran yang secara obyektif terukur dan disepakati bersama oleh karyawan dan manajer. Instrumen ini mengkombinasikan pengembangan dengan evaluasi. Karyawan dan manajer bersama-sama memformulasikan sasaran-sasaran yang berfungsi sebagai kriteria penilaian, fokus pada aktivitas karyawan, dan basis bagi penilaian kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Bentuk dari MBO haruslah mencakup tempat untuk mendaftar tujuan-tujuan, menulis kerangka waktu untuk pencapaiannya, dan menggambarkan hasil-hasil yang terukur yang mengindikasikan pencapaian sasaran.

Selain itu pada saat digunakan untuk evaluasi, sasaran-sasarannya haruslah :

1. Mengidentifikasi hasil-hasil tertentu yang dikehendaki dan langkah-langkah yang perlu diambil.
2. Menetapkan batas waktu kapan sasaran-sasaran itu akan dicapai.
3. Dapat diukur sehingga penentuan yang terandalkan dari pencapaian mereka dapat dibuat.
4. Realistik, menantang, tetapi masih dapat dicapai.

Adapun prosedur dari metode penilaian MBO ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Setiap bawahan diminta untuk menentukan bagi dirinya sendiri sasaran atau target prestasi kerja jangka pendek beserta cara-cara bagaimana ia dapat memperbaiki pola kerjanya sendiri serta pola kerja dari unitnya.
2. Atasan dan bawahan bersama-sama membicarakan apa yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk menyesuaikan terhadap organisasi sebagai keseluruhan.
3. Pada akhir masa penilaian yang ditetapkan (misalkan 6 bulan ) mereka bertemu lagi untuk menilai apakah sasaran-sasaran dapat dicapai dengan baik, membahas perihal apa saja yang dapat diperbaiki dan menetapkan sasaran-sasaran baru untuk masa penilaian berikutnya. Sebagai upaya untuk saling mengisi, maka atasan menuliskan hasil penilaian yang terperinci mengenai bawahannya dan bawahannya menuliskan prestasi kerja yang dapat atau tidak dapat dicapainya.

Persyaratan standar kinerja

Persyaratan dan Prosedur pembuatan standar kinerja pekerjaan sangatlah majemuk. Dalam ancangan yang sangat terpusat, atasan mungkin langsung menulis standar dan langsung memberitahukannya kepada para karyawan. Dalam ancangan partisipatif, lebih terdapat banyak interaksi antara penyelia dan kalangan karyawan. Prosedur partisipatif dalam rangka menyusun standar kinerja adalah sebagai berikut :

1. Penyelia menjalin kerja sama dari para bawahan dalam menyusun standar kinerja dan prosedur yang perlu diikuti ketika menuliskannya.
2. Setiap bawahan menuliskan standar tentatif untuk setiap aspek pekerjaannya dan menyampaikan usulan pendahuluan kepada penyelia.
3. Setiap bawahan menemui penyelia guna membahas standar tentatif dan mencapai kesepakatan atas dokumen akhir.
4. Standar ini digunakan oleh karyawan untuk menelusuri seberapa baik pekerjaannya, dan oleh karyawan maupun penyelia dipakai untuk menilai kinerja karyawan.

Sekiranya memungkinkan, standar kinerja pekerjaan ini tertulis dalam istilah kuantitatif, namun praktiknya beberapa aspek pekerjaan memang sulit dikuantifikasikan, dan pernyataan kualitatif mesti digunakan. Dimana seorang pimpinan harus memperhatikan prestasi kerja karyawannya. Prestasi kerja karyawan ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang baik tidaknya kinerja karyawan tersebut.

kreteria Untuk Mengukur Kinerja

Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).

a.       Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b.      Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c.       Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d.      Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e.       Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f.       Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.

Agar penilaian fair, ada lima elemen yang harus diperhatikan:

Sasaran kinerja yang jelas
Sasaran disepakati bersama
Sasaran berkaitan dengan uraian jabatan
Pertemuan tatap muka
Diskusi

Sementara itu, untuk melakukan penilaian yang objektif, Anda harus mempertimbangkan enam elemen di bawah ini:

Data aktual
Perilaku karyawan yang positif dan negatif
Keberanian atau ketegasan Anda
Sistem penilaian yang terstruktur
Formulir yang tidak rumit
Kemampuan menilai
Proses Penilaian Kinerja

Berikut adalah langkah-langkah yang harus Anda lakukan untuk menilai kinerja anak buah atau pegawai Anda.

1. Persiapkan data-data yang dibutuhkan
Langkah pertama adalah mempersiapkan data-data yang berkaitan dengan perilaku dan kinerja bawahan Anda. Ini dapat berupa catatan, laporan, hasil bimbingan terakhir, dan sebagainya.

2. Buat penilaian
Gunakan data-data yang telah dipersiapkan tersebut sebagai landasan menilai dan memberikan umpan balik. Penilaian dan umpan balik ini umumnya termasuk sebagai draf penilaian (sementara). Meskipun demikian, Anda tetap harus serius membuatnya.

3. Diskusikan dengan atasan langsung
Langkah selanjutnya adalah mendiskusikan penilaian dan umpan balik sementara dengan atasan langsung Anda. Tujuannya, untuk memutuskan penilaian akhir yang fair dan objektif.

4. Selenggarakan pertemuan dengan bawahan Anda
Setelah penilaian akhir diputuskan, selenggarakan pertemuan dengan bawahan Anda. Pertemuan ini seyogianya dilangsungkan di tempat dan waktu yang nyaman (misalnya kantor Anda atau ruang rapat) sehingga Anda berdua tidak terganggu aktivitas lain.

5. Serahkan hasil penilaian kepada bawahan Anda
Langkah kelima adalah menyerahkan hasil penilaian kepada bawahan Anda. Jangan lupa, berikan waktu yang memadai agar karyawan yang bersangkutan membaca hasil tersebut.

6. Bahas hasil penilaian
Langkah selanjutnya adalah membahas hasil penilaian Anda. Dalam pembahasan ini, kemukakan dasar penilaian Anda dengan bahasa yang positif dan ukurannya (misal pengukuran motivasi). Setelah itu, berikan kesempatan bawahan Anda untuk menyampaikan pendapat atau tanggapan.Mungkin saja dia memiliki pandangan yang berbeda atas penilaian yang Anda berikan. Terima argumentasi tersebut lalu diskusikan lebih lanjut sehingga Anda berdua dapat menyepakati penilaian akhirnya.

7. Informasikan rencana pengembangan
Langkah terakhir adalah menginformasikan rencana pengembangan untuk bawahan Anda. Rencana ini dapat berupa pelatihan, promosi jabatan, penugasan, atau permagangan. Seperti halnya langkah keenam, langkah ini bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama agar pengembangan tersebut berjalan dengan lancar dan berhasil guna (efektif).

Dengan mengetahui kriteria dan langkah-langkah di atas, Anda dapat melakukan penilaian kinerja yang efektif. Dengan demikian, penilaian kinerja tidak lagi menjadi kegiatan yang menegangkan atau sia-sia. Ujung-ujungnya, produktivitas karyawan, unit kerja, dan perusahaan meningkat dari tahun ke tahun.




Ukuran Kinerja

Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran kinerja adalah untuk membantu menerapkan strategi.

1.      Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran ini  dapat dilihat sebagai factor keberhasilan penting masa kini dan masa depan.
2.         Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan
Tujuan utama dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan laba masa depan.

Beberapa alasan yang hanya mengandalkan ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi fungsional:

Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua,, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target periode sekarang.

Kesimpulannya, mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik nonkeuangan maupun keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi strategi disebut factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja.

Perusahaan lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat yang lebih tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan dan nonkeuangan sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi.


Balanced scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut para pendukung pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif berikut ini:

1.      Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas)
2.      Pelanggan (contohnya: pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
3.      Bisnis internal (contohnya: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)
4.      Inovasi dan pembelajaran (contohnya persentase penjualan dari produk baru).

Balanced scorecard memlihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-sita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Dalam menciptakan balanced scorecard, eksekutif harus memilih bauran dari ukuran yang: (1) scara akurat mencerminkan factor kunci yang akan menentukan keberhasilan strategi perusahaan;(2) menunjukkan hubungan antara ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab-akibat, mengindikasikan bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan memengaruhi hasil keuangan jangka panjang; dan (3) memberikan pandangan luas mengenai kondisi perusahaan saat ini.

    Sistem Penilain Kinerja : Pertimbangan Tambahan
Suatu sistem penilaian kinerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang berbeda dari organisasi perusahaan dengan menciptakan campuran dari ukuran-ukuran strategis, ukuran hasil dan pemicu, ukuran keuangan dan nonkeuangan, serta ukuran internal dan eksternal.

a.       Ukuran Hasil dan Pemicu
Ukuran hasil mengindikasikan hasil dari suatu strategi (misalnya meningkatnya pendapatan). Ukuran ini biasanya merupakan “indicator yang terlambat” yang memberitahu manajemen mengenai apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ukuran pemicu merupakan “indicator yang mendahului” yang menunjukkan kemajuan dari bidang-bidang kunci dalam mengimplementasikan suatu strategi, contohnya adalah waktu siklus.
Ukuran hasil dan pemicu adalah sangat terkait. Jika ukuran hasil mengindikasikan bahwa ada suatu masalah namun ukuran pemicu menunjukkan bahwa strategi tersebut diimplementasikan dengan baik, maka kemungkinan besar bahwa strategi tersebut perlu di ubah.
b.      Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan
Organisasi telah mengembangkan sistem yang sangat canggih untuk mengukur kinerja keuangan. Namun tahun 1980-an di AS banyak industry yang dipicu oleh perubahan dlam bidang nonkeuangan, seperti kualitas dan kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Banyak organisasi yang gagal untuk memasukkannya dalam tinjauan kinerja tingkat ksekutif karena ukuran-ukuran ini cenderung kurang canggih dibandingkan dengan ukuran keuangan dan manajer senior kurang terampil dalam menggunakannya.
c.       Ukuran Internal dan Eksternal
Perusahaan harus mencapai keseimbangan antara ukuran-ukuran eksternal, seperti kepuasan pelanggan, dengan ukuran-ukuran dari proses bisnis internal, seperti hasil produksi. Terlalu sering perusahaan mengorbankan pengembangan internal untuk memperoleh hasil eksternal, karena secara salah meyakini bahwa ukuran internal yang bagus sudah mencukupi.

Aspek yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah kemampuannya untuk mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa sehingga menyebabkan organisasi bertindak sesuai dengan strateginya. Organisasi tersebut mencapai keselarasan cita-cita dengan cara mengaitkan tujuan keuangan dan strategi keseluruhan dengan tujuan di tingkat lebih rendah yang dapat dipantau dan dipengaruhi di tingkatan organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-ukuran ini, semua karyawan dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi strategi perusahaan.
Karena ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu organisasi, maka ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk strategi tertentu dan oleh karena itu spesifik untuk organisasi tertentu. Walaupun ada kerangka pengukuran kinerja yang generik, tidak ada scorecard yang generik.
Ukuran-ukuran scorecard dikaitkan dari atas ke bawah dan dikaitkan dengan target tertentu di seluruh organisasi. Tujuan dapat menjelaskan suatu strategi lebih lanjut sehingga organisasi tersebut mengetahui apa yang perlu dilakukan dan berapa banyak yang harus diselesaikan.
Terakhir, scorecard menekankan  gagasan mengenai hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan sebab akibat tersebut, suatu organisasi  akan memahami bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya: kualitas produk) memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya: pendapatan).
Scorecard bukanlah sekedar daftar ukuran. Melainkan, masing-masing ukuran dalam scorecard harus dikaitkan satu sama lain secara eksplisit dalam hubungan sebab akibat, sebagai suatu alat untuk menerjemahkan strategi menjadi tindakan.
Semakin baik hubungan ini dipahami, maka semakin siap pula setiap individu dari organisasi untuk memberikan kontribusi secara langsungdan jelas terhadap keberhasilan strategi organisasi.


Prose Pengembangan Standar Kinerja

Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat dan reliable akan meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu :

a. Mengadakan standar kinerja untuk setiap posisi dan criteria evaluasianya,
b. Mengadakan kebijaksanaan evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan penilaian dilakukan, seberapa sering dan siapa yang harus menilai,
c. Memiliki penilaian yang mengumpulkan data kinerja karyawan,
d. Memiliki penilaian yang mengevaluasi kinerja karyawan,
e. Mendiskusikan evaluasi tersebut dengan karyawan,
f. Membuat keputusan dan menyimpan hasil evaluasi tersebut.

Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut dengan criteria evaluasi. Menurut Ivancevich (1992), suatu criteria yang efektif harus memiliki karakteristik sebagao berikut :

a. Relevan. Suatu pengukuran kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu criteria harus dapat mencerminkan perbedaan antara orang yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah.
c. Praktis. Kriteria harus mudah diukur, dan pengumpulan data dilakukan secara efisien.

Menurut Ivancevich (1992), beberapa pertimbangan yang dapat digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan penilaian kinerja, yakni :

a. Dapat dilakukan secara arbitari, artinya waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat ditentukan secara sembarang.
b. Setiap karyawan dievaluasi dengan jadwal tunggal.
c. Jadwal evaluasi adalah pada suatu saat penyelesaian dari suatu siklus tugas.

Beberapa pihak yang dijadikan sebagai penilai dalam menilai kinerja karyawan antara lain :

a. Dinilai dari suatu komite dari beberapa atasan
b. Dinilai oleh teman kerja (Peer)
c. Dinilai oleh bawahan
d. Dinilai oleh orang dari luar (teknik reviu lapangan)
e. Dinilai oleh diri sendiri (Self-evaluation)
f. Dinilai dengan kombinasi pendekatan

g. Penilaian kinerja 360o

1 comment:

  1. Dating for everyone is here: ❤❤❤ Link 1 ❤❤❤


    Direct sexchat: ❤❤❤ Link 2 ❤❤❤

    2a. .

    ReplyDelete