Pengembangan
Standar Kinerja
pengertian
standar kinerja
Standar
kinerja (performance standards) adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku
yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh
seorang karyawan.
Menurut
Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar kriteria
kinerja”, yaitu:
Kriteria
berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang
karyawan).
Kriteria
berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang membutuhkan
hubungan antar personal).
Kriteria
berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai atau
dihasilkan).
Berikut
ini diberikan beberapa keuntungan atau manfaat penggunaan standar operasi/
produksi dalam perusahaan:
Dapat
dikuranginya macam bahan baku maupun barang jadi yang harus ada dalam
persediaan.
dengan
adanya standardisasi barang-barang jadi maka pembuatannya pun menjadi lebih
mudah dalam arti tidak perlu dilakukan penghitungan atau perubahan ukuran,
sifat barang setiap mulai produksi sehingga akan menghemat waktu, tenaga dan
modal.
Dengan
dihematnya waktu pembuatan maka penyerahan barang jadi ke konsumen akan dapat
tepat waktu.
Pengiriman
barang tidak akan salah karena barang-barang telah dikelompokkan terlebih dulu
berdasarkan standarnya masing-masing.
Manajemen
operasi yang efektif membutuhkan standar
yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan hal- hal berikut.
Muatan
pekerja dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
Kebutuhan
staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang yang dibutuhkan).
Perkiraan
biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk membantu mengambil beragam
keputusan dari perkiraan biaya hingga ke keputusan untuk membuat sendiri atau
membeli).
Jumlah
kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa dalam satu aktivitas
kelompok atau pada satu lini produksi).
Tingkat
produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja tahu apa saja yang
termasuk dalam satu hari kerja normal).
Dasar
perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi acuan untuk memberikan insentif
yang tepat).
Efisiensi
karyawan dan pengawasan (sebuah standar diperlukan untuk mengetahui apa yang
digunakan dalam penentuan efisiensi).
Standar
tenaga kerja yang ditetapkan secara benar ini mewakili waktu yang dihabiskan
oleh seorang pekerja rata- rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu di bawah
kondisi kerja normal.
Fungsi
standar kinerja
Standar
kinerja pekerjaan (performance standard) menetapkan tingkat kinerja pekerjaan
yang diharapkan dari pelaksana pekerjaan dankriteria pengukuran kesuksesan
pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan membuat eksplisit kuantitas dan atau
kualitas kinerja yang diharapkan dalam tugas dasar yang ditentukan sebelumnya
dalam deskripsi pekerjaan. Standar kinerja pekerjaan ini biasanya berupa
pernyataan mengenai kinerja yang dianggap diterima dan dapat dicapai atas
sebuah pekerjaan tertentu. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
dalam standar kinerja pekerjaan diantaranya adalah :
1. Standar kinerja harus relevan
dengan individu dan organisasi.
2. Standar kinerja harus stabil
dan handal.
3. Standar kinerja harus
membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik, sedang dan buruk.
4. Standar kinerja harus
dijabarkan dalam angka.
5. Standar kinerja harus mudah
diukur.
6. Standar kinerja harus dipahami
oleh karyawan dan penyelia.
7. Standar kinerja harus
memberikan interprestasi yang tidak bias.
Standar
kinerja pekerjaan ini mempunyai dua fungsi. Pertama, menjadi tujuan atau
sasaran upaya karyawan. Jikalau standar telah terpenuhi, karyawan akan
merasakan adanya pencapaian dan penyelesaian. Kedua, standar kinerja pekerjaan
ini merupakan kriteria pengukuran keberhasilan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar,
tidak ada sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan.
Beberapa diantaranya dapat menjadi disfungsional. Contoh, standar tidak
tertulis diperusahaan Jepang adalah bahwa seorang karyawan harus bekerja luar
biasa lamanya setiap hari guna membuktikan loyalitasnya kepada perusahaan.
Karoshi, atau kematian yang diakibatkan kelebihan kerja, menjadi konsekuensi
yang harus ditanggung karyawan.
Penerapan
standar kinerja untuk posisi manajerial dan profesional lebih baru
permunculannya dengan aplikasi manajemen berdasarkan sasaran Management by
objectives ( MBO). Sekalipun standar kinerja cenderung membentuk standar
kinerja yang dapat diterima oleh rata-rata pemangku jabatan tertentu, manajemen
berdasarkan sasaran cenderung lebih berorientasi ke masa depan, dalam
pengertian bahwa metode ini melibatkan penetapan sasaran atau tujuan yang
menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi. Sedangkan jantung dari MBO ini
adalah sasaran-sasaran yang secara obyektif terukur dan disepakati bersama oleh
karyawan dan manajer. Instrumen ini mengkombinasikan pengembangan dengan
evaluasi. Karyawan dan manajer bersama-sama memformulasikan sasaran-sasaran
yang berfungsi sebagai kriteria penilaian, fokus pada aktivitas karyawan, dan
basis bagi penilaian kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Bentuk
dari MBO haruslah mencakup tempat untuk mendaftar tujuan-tujuan, menulis
kerangka waktu untuk pencapaiannya, dan menggambarkan hasil-hasil yang terukur
yang mengindikasikan pencapaian sasaran.
Selain
itu pada saat digunakan untuk evaluasi, sasaran-sasarannya haruslah :
1. Mengidentifikasi hasil-hasil
tertentu yang dikehendaki dan langkah-langkah yang perlu diambil.
2. Menetapkan batas waktu kapan
sasaran-sasaran itu akan dicapai.
3. Dapat diukur sehingga penentuan
yang terandalkan dari pencapaian mereka dapat dibuat.
4. Realistik, menantang, tetapi
masih dapat dicapai.
Adapun
prosedur dari metode penilaian MBO ini dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
1. Setiap bawahan diminta untuk
menentukan bagi dirinya sendiri sasaran atau target prestasi kerja jangka
pendek beserta cara-cara bagaimana ia dapat memperbaiki pola kerjanya sendiri
serta pola kerja dari unitnya.
2. Atasan dan bawahan
bersama-sama membicarakan apa yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut
dan untuk menyesuaikan terhadap organisasi sebagai keseluruhan.
3. Pada akhir masa penilaian yang
ditetapkan (misalkan 6 bulan ) mereka bertemu lagi untuk menilai apakah
sasaran-sasaran dapat dicapai dengan baik, membahas perihal apa saja yang dapat
diperbaiki dan menetapkan sasaran-sasaran baru untuk masa penilaian berikutnya.
Sebagai upaya untuk saling mengisi, maka atasan menuliskan hasil penilaian yang
terperinci mengenai bawahannya dan bawahannya menuliskan prestasi kerja yang
dapat atau tidak dapat dicapainya.
Persyaratan
standar kinerja
Persyaratan
dan Prosedur pembuatan standar kinerja pekerjaan sangatlah majemuk. Dalam
ancangan yang sangat terpusat, atasan mungkin langsung menulis standar dan
langsung memberitahukannya kepada para karyawan. Dalam ancangan partisipatif,
lebih terdapat banyak interaksi antara penyelia dan kalangan karyawan. Prosedur
partisipatif dalam rangka menyusun standar kinerja adalah sebagai berikut :
1. Penyelia menjalin kerja sama
dari para bawahan dalam menyusun standar kinerja dan prosedur yang perlu
diikuti ketika menuliskannya.
2. Setiap bawahan menuliskan
standar tentatif untuk setiap aspek pekerjaannya dan menyampaikan usulan
pendahuluan kepada penyelia.
3. Setiap bawahan menemui
penyelia guna membahas standar tentatif dan mencapai kesepakatan atas dokumen
akhir.
4. Standar ini digunakan oleh
karyawan untuk menelusuri seberapa baik pekerjaannya, dan oleh karyawan maupun
penyelia dipakai untuk menilai kinerja karyawan.
Sekiranya
memungkinkan, standar kinerja pekerjaan ini tertulis dalam istilah kuantitatif,
namun praktiknya beberapa aspek pekerjaan memang sulit dikuantifikasikan, dan
pernyataan kualitatif mesti digunakan. Dimana seorang pimpinan harus
memperhatikan prestasi kerja karyawannya. Prestasi kerja karyawan ini digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang baik tidaknya kinerja karyawan tersebut.
kreteria
Untuk Mengukur Kinerja
Kriteria
penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan
fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical
base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic
development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a. Kegunaan fungsional bersifat krusial,
karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi,
kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid,
adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid atau mengukur apa yang sebenarnya
hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan
perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu
menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang
tidak berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung
dari kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis
tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah
mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk
cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Agar
penilaian fair, ada lima elemen yang harus diperhatikan:
Sasaran kinerja yang jelas
Sasaran disepakati bersama
Sasaran berkaitan dengan uraian
jabatan
Pertemuan tatap muka
Diskusi
Sementara
itu, untuk melakukan penilaian yang objektif, Anda harus mempertimbangkan enam
elemen di bawah ini:
Data aktual
Perilaku karyawan yang positif
dan negatif
Keberanian atau ketegasan Anda
Sistem penilaian yang terstruktur
Formulir yang tidak rumit
Kemampuan menilai
Proses Penilaian Kinerja
Berikut
adalah langkah-langkah yang harus Anda lakukan untuk menilai kinerja anak buah
atau pegawai Anda.
1. Persiapkan data-data yang
dibutuhkan
Langkah pertama adalah
mempersiapkan data-data yang berkaitan dengan perilaku dan kinerja bawahan
Anda. Ini dapat berupa catatan, laporan, hasil bimbingan terakhir, dan
sebagainya.
2. Buat penilaian
Gunakan data-data yang telah dipersiapkan
tersebut sebagai landasan menilai dan memberikan umpan balik. Penilaian dan
umpan balik ini umumnya termasuk sebagai draf penilaian (sementara). Meskipun
demikian, Anda tetap harus serius membuatnya.
3. Diskusikan dengan atasan
langsung
Langkah selanjutnya adalah
mendiskusikan penilaian dan umpan balik sementara dengan atasan langsung Anda.
Tujuannya, untuk memutuskan penilaian akhir yang fair dan objektif.
4. Selenggarakan pertemuan dengan
bawahan Anda
Setelah penilaian akhir
diputuskan, selenggarakan pertemuan dengan bawahan Anda. Pertemuan ini
seyogianya dilangsungkan di tempat dan waktu yang nyaman (misalnya kantor Anda
atau ruang rapat) sehingga Anda berdua tidak terganggu aktivitas lain.
5. Serahkan hasil penilaian
kepada bawahan Anda
Langkah kelima adalah menyerahkan
hasil penilaian kepada bawahan Anda. Jangan lupa, berikan waktu yang memadai
agar karyawan yang bersangkutan membaca hasil tersebut.
6. Bahas hasil penilaian
Langkah selanjutnya adalah
membahas hasil penilaian Anda. Dalam pembahasan ini, kemukakan dasar penilaian
Anda dengan bahasa yang positif dan ukurannya (misal pengukuran motivasi).
Setelah itu, berikan kesempatan bawahan Anda untuk menyampaikan pendapat atau
tanggapan.Mungkin saja dia memiliki pandangan yang berbeda atas penilaian yang
Anda berikan. Terima argumentasi tersebut lalu diskusikan lebih lanjut sehingga
Anda berdua dapat menyepakati penilaian akhirnya.
7. Informasikan rencana
pengembangan
Langkah terakhir adalah
menginformasikan rencana pengembangan untuk bawahan Anda. Rencana ini dapat
berupa pelatihan, promosi jabatan, penugasan, atau permagangan. Seperti halnya
langkah keenam, langkah ini bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama
agar pengembangan tersebut berjalan dengan lancar dan berhasil guna (efektif).
Dengan
mengetahui kriteria dan langkah-langkah di atas, Anda dapat melakukan penilaian
kinerja yang efektif. Dengan demikian, penilaian kinerja tidak lagi menjadi
kegiatan yang menegangkan atau sia-sia. Ujung-ujungnya, produktivitas karyawan,
unit kerja, dan perusahaan meningkat dari tahun ke tahun.
Ukuran
Kinerja
Ukuran
kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan
informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran
kinerja adalah untuk membantu menerapkan strategi.
1. Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran
kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan sistem
tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi
perusahaan. Ukuran ini dapat dilihat
sebagai factor keberhasilan penting masa kini dan masa depan.
2. Keterbatasan Sistem Pengendalian
Keuangan
Tujuan utama dari suatu
perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian pemegang
saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas jangka pendek tidak selalu menjamin
tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena nilai pemegang
saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan
laba masa depan.
Beberapa
alasan yang hanya mengandalkan ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi fungsional:
Pertama, hal itu dapat mendorong
tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang
perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai tingkat laba
saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan mengambil
tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua,, manajer unit bisnis
mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna
memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka
pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi komunikasi antara manajer unit
bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis dievaluasi berdasarkan
anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target laba yang
mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh
perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang
seharusnya dapat dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan
yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias saja memilih
metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target
periode sekarang.
Kesimpulannya,
mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk memastikan
bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur
dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik
nonkeuangan maupun keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi
strategi disebut factor kunci keberhasilan atau indicator kunci kinerja.
Perusahaan
lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih
rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat
yang lebih tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan
dan nonkeuangan sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi.
Balanced
scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut para
pendukung pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari
empat perspektif berikut ini:
1. Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat
pengembalian atas aktiva, arus kas)
2. Pelanggan (contohnya: pangsa pasar,
indeks kepuasan pelanggan)
3. Bisnis internal (contohnya: retensi
karyawan, pengurangan waktu siklus)
4. Inovasi dan pembelajaran (contohnya
persentase penjualan dari produk baru).
Balanced
scorecard memlihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda
dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-sita, sehingga dengan demikian
mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik
organisasi. Dalam menciptakan balanced scorecard, eksekutif harus memilih
bauran dari ukuran yang: (1) scara akurat mencerminkan factor kunci yang akan
menentukan keberhasilan strategi perusahaan;(2) menunjukkan hubungan antara
ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab-akibat, mengindikasikan bagaimana
ukuran-ukuran nonkeuangan memengaruhi hasil keuangan jangka panjang; dan (3)
memberikan pandangan luas mengenai kondisi perusahaan saat ini.
Sistem Penilain Kinerja : Pertimbangan
Tambahan
Suatu
sistem penilaian kinerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari pihak pemangku
kepentingan (stakeholders) yang berbeda dari organisasi perusahaan dengan
menciptakan campuran dari ukuran-ukuran strategis, ukuran hasil dan pemicu,
ukuran keuangan dan nonkeuangan, serta ukuran internal dan eksternal.
a. Ukuran Hasil dan Pemicu
Ukuran hasil mengindikasikan
hasil dari suatu strategi (misalnya meningkatnya pendapatan). Ukuran ini
biasanya merupakan “indicator yang terlambat” yang memberitahu manajemen
mengenai apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ukuran pemicu merupakan “indicator
yang mendahului” yang menunjukkan kemajuan dari bidang-bidang kunci dalam
mengimplementasikan suatu strategi, contohnya adalah waktu siklus.
Ukuran hasil dan pemicu adalah
sangat terkait. Jika ukuran hasil mengindikasikan bahwa ada suatu masalah namun
ukuran pemicu menunjukkan bahwa strategi tersebut diimplementasikan dengan
baik, maka kemungkinan besar bahwa strategi tersebut perlu di ubah.
b. Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan
Organisasi telah mengembangkan
sistem yang sangat canggih untuk mengukur kinerja keuangan. Namun tahun 1980-an
di AS banyak industry yang dipicu oleh perubahan dlam bidang nonkeuangan,
seperti kualitas dan kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja
keuangan perusahaan. Banyak organisasi yang gagal untuk memasukkannya dalam
tinjauan kinerja tingkat ksekutif karena ukuran-ukuran ini cenderung kurang
canggih dibandingkan dengan ukuran keuangan dan manajer senior kurang terampil
dalam menggunakannya.
c. Ukuran Internal dan Eksternal
Perusahaan harus mencapai
keseimbangan antara ukuran-ukuran eksternal, seperti kepuasan pelanggan, dengan
ukuran-ukuran dari proses bisnis internal, seperti hasil produksi. Terlalu
sering perusahaan mengorbankan pengembangan internal untuk memperoleh hasil
eksternal, karena secara salah meyakini bahwa ukuran internal yang bagus sudah
mencukupi.
Aspek
yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah kemampuannya untuk
mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa sehingga menyebabkan organisasi
bertindak sesuai dengan strateginya. Organisasi tersebut mencapai keselarasan
cita-cita dengan cara mengaitkan tujuan keuangan dan strategi keseluruhan
dengan tujuan di tingkat lebih rendah yang dapat dipantau dan dipengaruhi di
tingkatan organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-ukuran ini, semua karyawan
dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi strategi perusahaan.
Karena
ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu organisasi,
maka ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk strategi tertentu dan
oleh karena itu spesifik untuk organisasi tertentu. Walaupun ada kerangka
pengukuran kinerja yang generik, tidak ada scorecard yang generik.
Ukuran-ukuran
scorecard dikaitkan dari atas ke bawah dan dikaitkan dengan target tertentu di
seluruh organisasi. Tujuan dapat menjelaskan suatu strategi lebih lanjut
sehingga organisasi tersebut mengetahui apa yang perlu dilakukan dan berapa
banyak yang harus diselesaikan.
Terakhir,
scorecard menekankan gagasan mengenai
hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara
eksplisit hubungan sebab akibat tersebut, suatu organisasi akan memahami bagaimana ukuran-ukuran
nonkeuangan (misalnya: kualitas produk) memicu ukuran-ukuran keuangan
(misalnya: pendapatan).
Scorecard
bukanlah sekedar daftar ukuran. Melainkan, masing-masing ukuran dalam scorecard
harus dikaitkan satu sama lain secara eksplisit dalam hubungan sebab akibat,
sebagai suatu alat untuk menerjemahkan strategi menjadi tindakan.
Semakin
baik hubungan ini dipahami, maka semakin siap pula setiap individu dari
organisasi untuk memberikan kontribusi secara langsungdan jelas terhadap
keberhasilan strategi organisasi.
Prose
Pengembangan Standar Kinerja
Menurut
Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat dan reliable akan
meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang terdiri dari 6 (enam)
langkah, yaitu :
a. Mengadakan standar kinerja
untuk setiap posisi dan criteria evaluasianya,
b. Mengadakan kebijaksanaan
evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan penilaian dilakukan, seberapa sering
dan siapa yang harus menilai,
c. Memiliki penilaian yang
mengumpulkan data kinerja karyawan,
d. Memiliki penilaian yang
mengevaluasi kinerja karyawan,
e. Mendiskusikan evaluasi
tersebut dengan karyawan,
f. Membuat keputusan dan
menyimpan hasil evaluasi tersebut.
Dimensi
kinerja atas karyawan yang dinilai disebut dengan criteria evaluasi. Menurut
Ivancevich (1992), suatu criteria yang efektif harus memiliki karakteristik
sebagao berikut :
a. Relevan. Suatu pengukuran
kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu criteria
harus dapat mencerminkan perbedaan antara orang yang berkinerja tinggi dan yang
berkinerja rendah.
c. Praktis. Kriteria harus mudah
diukur, dan pengumpulan data dilakukan secara efisien.
Menurut
Ivancevich (1992), beberapa pertimbangan yang dapat digunakan dalam menentukan
waktu pelaksanaan penilaian kinerja, yakni :
a. Dapat dilakukan secara
arbitari, artinya waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat ditentukan secara
sembarang.
b. Setiap karyawan dievaluasi
dengan jadwal tunggal.
c. Jadwal evaluasi adalah pada suatu
saat penyelesaian dari suatu siklus tugas.
Beberapa
pihak yang dijadikan sebagai penilai dalam menilai kinerja karyawan antara lain
:
a. Dinilai dari suatu komite dari
beberapa atasan
b. Dinilai oleh teman kerja
(Peer)
c. Dinilai oleh bawahan
d. Dinilai oleh orang dari luar
(teknik reviu lapangan)
e. Dinilai oleh diri sendiri
(Self-evaluation)
f. Dinilai dengan kombinasi
pendekatan
g. Penilaian kinerja 360o
Dating for everyone is here: ❤❤❤ Link 1 ❤❤❤
ReplyDeleteDirect sexchat: ❤❤❤ Link 2 ❤❤❤
2a. .