KLIK gambar untuk menutup Iklan

Wednesday, January 27, 2016

VALUE FOR MONEY AUDIT

VALUE FOR MONEY AUDIT


Untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban public oleh lembaga pemerintah diperlukan perluasan system pemeriksaan, tidak sekedar conventional audit, tapi perlu dilakukan value for money audit. Dalam pemeriksaan yang konvensional  lingkup pemeriksaan hanya sebatas audit terhadap keuangan dan kepatuhan, dalam pemdekatan baru ini selain audit keuangan dan kepatuhan perlu dilakukan audit kinerja yang meliputi; audit ekonomi, efisiensi, efektivitas.

Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit.Audit kinerja merupakan proses sistematik untuk memproleh dan mengevaluasi bukti secara objek, agar dapat melakukan penilaian secara independent atas ekonomi dan efisiensi operasi,efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan.


Ø  AUDIT EKONOMI DAN EFISIENSI
       Ekonomi mempunyai arti biaya terendah,sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input).
       Audit ekonomi  dan efisiensi bertujuan:
  1. Menentukan apakah suatu entitas telah memproleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya secara ekonomis dan efisiensi
  2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola system informasi, prosedur administrasi, dan struktur organisasi.
Secara lebih spesifik, The General Accounting Office Standards (1994)menegaskan bahwa audit ekonomi dan efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah:
  1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat;
  2. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan  pada biaya terendah;
  3. Melindungi dan memelihra semua sumber daya yang ada secara memadai;
  4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan ;
  5. Menghindari adanya pengangguran sumberdaya;
  6. Menggunakan prosedur kerja yang efisian;
  7. Menggunakan sumber daya (staf, peralatan, dan fasilitas) yang minimumdalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas yang tepat;
  8. Mengetahai persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaiatn dengan perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara;
  9. Melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi.
Untuk dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang optimal dengan sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan outputyang telah dicapai pada periode yang bersangkutan dengan:
Ø  Standar yang telah ditetapkan sebelumnya
Ø  Kinerja tahun-tahun sebelumnya
Ø  Unit lain pada organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda

Prosedur untuk melakukan audit ekonomi dan efisiensi sama dengan jenis audityang lainnya. Secara umum, tahapan-tahapan audit yang dilakukan meliputi:
1.     Perencanaan audit
2.     Me review system akuntansi dan pengendalian intern
3.     Menguji system akuntansi dan pengendalian intern
4.     Melaksanakan audit
5.     Menyampaikan laporan.


Ø  AUDIT EFEKTIVITAS
Efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan. Menurut Audit Commission (1986), efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya.
Audit efektivitas bertujuan untuk:
  1. Menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan ;
  2. Menentukan kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya;
  3. Menentukan apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah.
Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah untuk:
  1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan,apakah sudah memadai dan tepat;
  2. Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan;
  3. Menilai efektivitas program dan atau unsure-unsur program secara terpisah;
  4. Mengidentifikasikan faktor yang  menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan;
  5. Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternative untuk; melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah;
  6. Menentukan apakah program tersebut saling melengkap,tumpang tindih atau bertentangan dengan program lain yang terkait;
  7. mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik;
  8. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut;
  9. menilai apakah system pengendalian manajeme sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas program;
  10. Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program.
Untuk mengukur efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.Jika hal ini belum tersedia, auditor bekerjasama dengan Top manajemen dan badan pembuat keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan berpedoman pada pelaksanaan suatu program.Beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu program yaitu:
a). Proksi untuk mengukur dampak/pengaruhj;
b). Evaluasi oleh konsumen;
c). Evaluasi yang menitik beratkan pada proses bukan pada hasil.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan evaluasi suatu program:
Ø  Apakah ada pengaruh dari program tersebut;
Ø  Apakah program tersebut relevan atau realistic;
Ø  Apakah program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
Ø  Dan apakah ada cara-cara yang lebih baik dalam mencapai hasil.

Value for money auditsecara umum mempunyai tiga kategori kegiatan yaitu: 1) “by product”VFM work, 2) An”Arrangement Review” 3)Performance Review.

Prasyarat yang harus dipenuhi dalam audit kinerja yatu:
  1. Auditor (orang/lembaga yang melakukan audit), auditee (pihak yang diaudit), recipem (pihak yang menerima hasil audit)
  2. Hubungan akuntabilitas antara auditee dan audit recipen
  3. Independensi antara auditor dan audirtee
  4. Pengujian dan evaluasi tertentu atas aktifitas yang menjadi tanggung jawab auditee oleh auditor untuk audit recipient.

Auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan pemegang peran utama dalam pelaksanan audit kinerja karena auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang diaudit,memiliki kemampuan professional dan bersifat independent.Pihak auditee biasanya terdiri dari manajemen atau pekerja suatu organisasi yang bertanggung jawab kepada recipient dan biasa disebut pihak ke dua.Recipent merupakan pihak-pihak yang menerima laporan dan biasa disebut pihak ke tiga yang terdiri dari beberapa kelompok yaitu: tingkatan yang lebih tinggi dalam organisasi yang sama, dewan komisaris, stockholder, masyarakat, dan investor.

Syarat untuk menjadi seorang auditor sektor publik :
1.     Seorang auditor harus telah diakui dapat melakukan pemeriksaan (harus             mempunyai pengalaman tentang akun-akun yang ada, )
2.     Seorang auditor Hrus mematuhi kode etik yang berlaku
3.     Seorang auditor harus dapat melakukan audit dengan bertanggungjawab.






Ø  STANDAR AUDIT PEMERINTAHAN (SAP) TAHUN 1995
Sejauh ini, audit kinerja terhadap lembaga pemerintah di Indonesia di lakukan dengan berpedoman pada SAP yang dikeluarkan oleh badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 1995 dan merupakan buku standar untuk melakukan audit atas semua kegiatan pemerintah meliputi peleksanaan APBN, APBD, pelaksanaan anggaran tahunan BUMN dan BUMD,serta kegiatan yayasan yang didirikan oleh pemerintah.

Sandar-standar yang menjadi pedoman dalam audit kinerja terhadap lembaga pemerintah menurut SAP yaitu:
1.     Standar Umum
2.     Standar Pekerjaan lapangan audit kinerja meliputi:
a). Perencanaan
 b). Supervisi
 c). Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
 d). Pengendalian manajemen
3.   Standar pelaporan audit kinerja berisi lima hal antara lain:
a). Bentuk
b). Ketepatan waktu
c). Isi laporan
d). Penyajian laporan
e). Distribusi laporan



Ø  AUDIT KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (goo governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan.Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak diluar eksekutif (yaitu masyarakatdan DPR/DPRD) untuk turut mengawasi kinerja pemerintah.Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif (pemerintah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai.Pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.

Pengawasan oleh DPR/DPRD dilakukan pada tahap awal. Pengendalian dilakukan terutama pada tahap menengah (operasionalisasi angaran), yaitu level pengen dalian manajemen (management control) dan pengendalian tugas (task control), sedangkan pemeriksaan dilakukan pada tahap akhir. Objek yang diperiksa berupa kinerja anggaran (anggaran police), dan laporan pertanggung jawaban terdiri atas laporan dan nota perhitungan APBN/APBD, neraca, dan laporan aliran kas.



Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang disebabkan oleh adanya penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif, maka pemberi wewenang tersebut diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat. Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimasi peran DPR/DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi eksekutip, dan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung melalui LSM dan organisasi kemasyarakatan sebagai bentuk social control.  


Ø  PERMASALAHAN  AUDIT KINERJA LEMBAGA PEMERINTAH DI INDONESIA
Pemberi otonomi dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah kabupaten/kota akan membawa konsekuensi perubahan pada pola dan system pengawasan dan pemeriksaan. Perubahan pola pengawasan yang mendasar adalah dengan diberinya keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri diperlukan peningkatan peran DPRD dan masyarakat luas dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. 

Dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi  Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara,dan Ketetapan No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,Kolusi,dan Nepotisme.


Sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan dalam rangka membrantas praktik KKN, pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.UU No. 28 Tahun 1999tersebut kemudian menjadi landasan hokum dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN).


REPOSISI LEMBAGA PEMERIKSA

Otonomi dan desentralisasi fiscal memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan. Hal yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya perpindahan penyelewengan dan KKN dari pemerintah pusat ke daerah. Kasus didi beberapa Negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang terlalu cepat tanpa pengawasan yang cukup justru meningkatkan korupsi di daerh, salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dangan mengoptimalkan fungsi pengawasan oleh DPRD.





Saat ini masih ada kelemahan dalam melakukan audit pemerintahan di Indonesia yaitu:
Ø  Tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar untuk mengukur kinerja pemerintah daerah
Ø  Terkait dengan masalah struktur lembaga pemeriksa pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahan yang ada adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsionnal yang overlapping satu dengan yang lainnya yang menyebabkan pemeriksaan pengauditan tidak efisien dan tidak efektip.

Untuk menciptakan lembaga audit yang efisien dan efektip, maka di perlukan reposisi terhadap lembaga audit yang ada. Reposisi tersebut berupa pemisahan tugas dan fungsi yang jelas dari lembaga-lembaga pemeriksa pemerintah tersebut, apakah sebagai auditor internal atau auditor eksternal.

Auditor internal adalah audit yang dikakukan oleh unit pemeriksa yang berada di luar organisasi yang di awasi. Sedangkan audit eksternal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada diluar organisasi yang diperiksa. Reposisi lembaga pemeriksa merupakan salah satu cara untuk memberdeyakan lembaga pemeriksaan Negara yang beberapa waktu yang lalu mengalami distorsi.

               

No comments:

Post a Comment