KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, June 10, 2019

SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH

SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH

Melihat struktur pemerintahan di Indonesia, tentunya sering mendengar tentang istilah pemerintah pusar dan pemerintah daerah. Memang secara struktur terdapat pembagian tersebut, hal ini bertujuan agar masing-masing pemerintahan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara lebih efisien. Meskipun sekilas terlihat independensi, namun dalam beberapa hal nampak adanya hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu antara keduanya masih memiliki korelasi dalam proses penentuan kebijakan, baik dalam perekonomian maupun penetapan anggaran. Pemerintah daerah memiliki wewenang penuh dalam menggerakkan perekonomian daerah beserta mengisi pembangunan didalamnya, terlebih dengan adanya otonomi daerah yang berlaku di Indonesia. Otonomi daerah memberikan ruang yang menempatkan pemerintah daerah harus menunjukkan peran aktif dalam membiayai dan mengatur pemerintahan sendiri, termasuk dalam hal mengatur dan memanfaatkan sumber-sumber daya yang memiliki potensi untuk memberikan pemasukan kas pada pemerintahan daerah.Untuk menjalankan dan membiayai pemerintahan daerah tentu dibutuhkan sebuah anggaran yang mampu menggerakkan fungsi tersebut. Disinilah peran penting akan adanya sumber-sumber pendapatan daerah, dimana pemerintah daerah harus mampu melihat dan mengolah sumber-sumber daya ini agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat daerah. Agar dalam proses pengolahan dan pengaturan bisa berjalan dengan baik dan terarah, maka terdapat sebuah peraturan pemerintah yang berlaku dan memiliki kekuatan hukum, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan berbagai hal  tentang pelaksanaan, peraturan khusus, dan menjelaskan tentang sumber-sumber pendapatan daerah yang dapat diperoleh secara sah.

Sumber Pendapatan Daerah Dalam Undang-Undang
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Setiap daerah umumnya menyimpan berbagai potensi kekayaan yang berbeda-beda tergantung dari iklim, geografis, dan kekuatan ekonomi. Masing-masing dari potensi tersebut akan memberikan pemasukan atau pendapatan untuk daerah yang kemudian sering disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang didapat dari sumber-sumber daya dan kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah itu sendiri, dimana dalam proses pengambilan atau pemungutan tersebut diatur dalam peraturan daerah dan disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku.
  • Pajak Daerah
Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar oleh wajib pajak, yang mana dalam pelaksanaannya dijamin dengan ketentuan dalam perundang-undangan. Fungsi pajak dalam skala nasional adalah memberikan pemasukan bagi negara, dan porsi pemasukan dari pajak berdasarkan statistik memiliki peran terbesar dibanding sumber pendapatan yang lainnya. Hal ini pula juga terjadi pada pemerintah daerah, dimana pajak tetap satu-satunya sumber terbesar. Pajak daerah secara fungsi dan mekanisme sama saja dengan pajak pada umumnya, yang membedakan hanya cakupan atau ruang lingkup pajaknya saja. Kemudian peran pajak untuk pemerintah daerah adalah untuk pembangunan sarana dan prasaran dan sebagai pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dilihat dari jenisnya, yang termasuk dalam cakupan pajak daerah yaitu:
  • Pajak hotel dan restoran
  • Pajak hiburan
  • Pajak reklame
  • Pajak penerangan jalan
  • Pajak pemanfaatan air dalam tanah dan permukaan, dll

  • Retribusi Daerah
Beberapa ahli menyebutkan bahwa retribusi daerah merupakan suatu pungutan daerah yang diambil sebagai pembayaran atas jasa terhadap adanya aktivitas pengeluaran dan pemberian perizinan tertentu oleh pemerintah daerah yang diberikan secara khusus untuk pihak tertentu baik pribadi maupun badan usaha. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan secara sederhana, jika retribusi berkaitan dengan adanya pelayanan berupa jasa-jasa tertentu yang bersinggungan dengan aspek sosial dan ekonomi. Karena berkaitan dengan sosial dan ekonomi, maka diperlukan campur tangan pemerintah daerah guna memberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
Berdasarkan pengelompokannya retribusi daerah dibagi menjadi tiga, yaitu.
  1. Retribusi jasa umum
Digunakan untuk melayani kepentingan umum dan secara menyeluruh dapat meningkatkan kualitas penyediaan jasa agar semakin layak dan memenuhi standard. Contohnya adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi parkir, retribusi pasar.
  1. Retribusi jasa usaha
Bersifat komersial atau mampu mendatang keuntungan dari hasil yang diberikan kepada publik, dimana dalam jenis ini terdapat peran pemerintah daerah yang masih tergolong minim, sehingga dibutuhkan peran swasta untuk memaksimalkan bentuk pelayanan kepada masyarakat. Contohnya adalah retribusi transportasi, retribusi kebersihan lingkungan, retribusi tempat penginapan.
  1. Retribusi perizinan tertentu
Pemberian izin yang bertujuan untuk melindungi kepentingan umum dan sebagai langkah antisipasi jika terdapat dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya pemberian izin tersebut. Contohnya adalah retribusi pendirian bangunan, izin gangguan, izin trayek.
  • Bagian Laba Usaha Daerah
Dibeberapa daerah tertentu, pemerintah daerah memiliki perusahaan tersendiri atau yang disebut dengan BUMD (Bada Usaha Milik Daerah). Hadirnya BUMD merupakan bentuk kebijakan pemerintah dalam mengolah potensi sumber daya produksi yang dimiliki daerah dan juga sebagai penggerak kegiatan ekonomi masyarakat sekitar. Dari kegiatan BUMD tersebut akan diperoleh keuntungan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai cadangan dana atau sumber pendapatan daerah, dan proses ini disebut dengan Bagian Laba Usaha Daerah. Bagian Laba Usaha Daerah adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari hasil keuntungan BUMD dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya.

Dana Perimbangan
Dana perimbangan pelaksanaan dan penetapannya harus terdapat peraturan dan hukum didalamnya. Disinilah letak pentingnya pada dasarnya adalah bagian dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sehingga dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 (UU No.25 Tahun 1999) tentang perimbangan, dimana didalamnya berisi tentang upaya untuk menciptakan suatu sistem perimbangan yang lebih proporsional, adil, transparan, dan demokratis berdasarkan atas pembagian kewajiban dan kewenangan dalam pemerintahan, yang dimaksudkan dengan pembagian ini adalah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengertian tentang dana perimbangan telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, dimana dalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa dana perimbangan adalah sumber pendapatan daerah yang diperoleh berdasarkan pengalokasian dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah untuk mencapai dan menyelenggarakan pemberian otonomi daerah yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat agar semakin meningkat dan mengalami perbaikan.
Berdasarkan bentuknya, dana perimbangan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
  • Pendapatan dari Pajak
Dilihat dari cakupannya, yang termasuk dalam kategori penerimaan dan pendapatan daerah dari pajak adalah Bagian penerimaan yang berasal dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
  • Dana alokasi umum
Sebelumnya lebih sering disebut sebagai dana subsidi, dimana dana tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk membiayai segala bentuk pengeluaran dalam rangka mewujudkan desentralisasi.
  • Dana alokasi khusus
Merupakan jenis dana yang telah dialokasikan dari anggaran pendapatan dan belanja negara kepada daerah tertentu yang ditujukan untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.

   Pengertian Dan Latar Belakang Pinjaman Daerah (Gabriel Leo Nardo)
Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2.    Dasar Hukum
a.    UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b.    UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c.    UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
d.    UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
e.    UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
f.    PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah
g.    PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
h.    Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
i.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah;
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah.

3.   Jenis Pinjaman Daerah
a. Pinjaman Jangka Pendek
Merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran dan Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan.
b. Pinjaman jangka Menengah
Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
c. Pinjaman Jangka Panjang
Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

4.    Sumber Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah bersumber dari:
            Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri;
            Pemerintah Daerah lain;
            Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
      Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; danMasyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.

5.     Prosedur Dan Pembayran Daerah
a. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.
b. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah.
c. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Perbankan
d. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Masyarakat (Obligasi Daerah)

6.    Pembukan Dan Pelaporan
a.    Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan;
b.    Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.

No comments:

Post a Comment