Pola
Penerimaan Daerah
·
Jenis Penerimaan Bagi Hasil Menurut UU
No.25/1999
Penerimaan pemerintah pusat yang
akan dibagi hasilkan ke pemerintah daerah menurut
UU No. 25/1999 terdiri atas dua
macam: (1) penerimaan pajak dan (2) penerimaan negara
bukan pajak.2
a. Penerimaan
pajak yang dibagi-hasilkan
Yang
utama, ada dua penerimaan pajak pusat yang dibagihasilkan kedaerah
dan
telahmemiliki aturan yang jelas adalah
(1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan
(2)
BeaPerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Mekanisme pembagian dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan adalah 10% untuk pemerintah pusat, 16% untuk
propinsi, dan 65% untuk kabupaten/kota. Sedangkan 9% lainnya adalah kompensasi
biaya penarikan.
Untuk BPHTB, berdasarkan PP No.
33/1997 pasal 2, pemerintah pusat mendapatkan bagian sebesar 20% dari total
penerimaan BPHTB dan 80% lainnya merupakan bagian daerah yaitu 16% untuk
propinsi dan 64% untuk kabupaten/kota.
Selain kedua pajak di atas, jenis
pajak lainnya yang dibagihasilkan antara propinsi dan kabupaten/kota adalah
pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Berdasarkan
PP No.21/1997 bab 2 pasal 7, propinsi mendapat bagian 10% dari total penerimaan
pajak bahan bakar bermotor sedangkan 90% lainnya disalurkan ke kabupaten/kota.
Mekanisme pembagian antar
kabupaten/kota didasarkan atas panjang jalan.Dalam rapat dengan DPR RI pada
pertengahan bulan Juli 2000, disetujui kebijakan bagi hasil yang berasal dari
pajak penerimaan perseorangan antara pusat dan daerah. Dalam usulan yang
diajukan oleh Menteri Keuangan dan disetujui DPR, disepakati bahwa untuk pajak
penerimaan perseorangan akan dibagihasilkan dengan perimbangan sebagai berikut:
pusat akan memperoleh 80%,
sedangkan daerah akan memperoleh 20%. Walaupun demikian, belum ditindak lanjuti
lebih lanjut peraturan yang mengatur bagaimana distribusi bagian daerah
tersebut kepada daerah-daerah non-penghasil serta ke propinsi.
Kemungkinan besar pajak
penerimaan perseorangan yang dibagikan ke daerah ini akan juga menjadi
penerimaan pajak penting bagi daerah, selain penerimaan bagi hasil dari pajak
PBB dan BPHTB.
b. Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibagi-hasilkan
Saat ini PNBP yang dibagihasilkan
ke daerah hanyalah PNBP yang berasal dari penerimaan sumber daya alam.
Karenanya, PNBP yang dibagihasilkan ke daerah inilah yang dalam tulisan ini
disebut sebagai penerimaan Bagi Hasil Sumber Daya Alam. PNBP ini terdiri dari
PNBP sumber daya alam minyak bumi, gas alam, kehutanan,pertambangan umum dan
perikanan.Untuk kehutanan dan pertambangan umum, penerimaan negara dari sumber
daya ini
diatur berdasarkan prinsip
besarnya produksi ataupun luas area, khususnya melalui pengenaan royalti dan land
rent. Penerimaan negara yang berasal dari minyak bumi dan gas alam diatur
berdasarkan prinsip NOI (Net Operating Income). Untuk
perikanan,penerimaan negara diatur berdasarkan nilai ekspor ikan dan license
fee usaha perikanan.
I.
Minyak Bumi dan Gas Alam
Sebelum UU No. 25/1999,
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari minyak bumi dan gas alam tidak dibagihasilkan.
Saat ini, berdasarkan UU No. 25/1999, penerimaan negara dari minyak bumi akan
diberikan ke daerah sebesar 15%-nya dan 85%-nya untuk pemerintah pusat. Dari
15% bagian pemerintah daerah tersebut, 3% untuk propinsi, 6% untuk
kabupaten/kota penghasil, dan 6% untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi tersebut.
Untuk penerimaan negara dari gas
alam, menurut UU No.25/1999, sebesar 30% untuk pemerintah daerah dan 70% untuk
pemerintah pusat. Dari 30% bagian pemerintah daerah ini, 6% untuk propinsi, 12%
untuk kabupaten/kota penghasil, dan 12% untuk kabupaten/kota lainnya di
propinsi tersebut.
Penerimaan minyak bumi dan gas
alam yang dibagihasilkan ke daerah adalah penerimaan pemerintah dari kontraktor
(production sharing contractor dan joint operation body) yang
telah dikurangi pajak, baik pajak pemerintah pusat (pajak badan/corporate
tax,pajak penghasilan, Pajak Bunga Dividen dan Royalti/PBDR),
retribusi/pajak daerah (PBB, PPN), dan retensi Pertamina. Sebenarnya,
penerimaan pemerintah dari minyak bumi dan gas alam ini selain berasal dari
kontraktor, ada juga yang berasal dariPertamina. Namun untuk penerimaan yang
berasal dari Pertamina, belum jelas akan dibagihasilkan juga atau tidak, karena
menurut UU No.8/1971 tentang Pertamina, bagian yang diserahkan ke pemerintah
adalah sebesar 60% dari keuntungan dan dikategorikan sebagai penerimaan pajak.
II.
Pertambangan umum
Di sektor pertambangan umum,
terdapat iuran pertambangan yang telah dibagihasilkan ke daerah sebelum UU No.
25/1999 diberlakukan. Pada awalnya aturan iuran pertambangan ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No.32/1969 pasal 62, yang kemudian mengalami
perubahan dengan ditetapkannya PP No. 79/1992. Iuran pertambangan yang dimaksud
disini adalah penerimaan pemerintah dari iuran tetap (land rent), iuran eksplorasi
dan iuran eksploitasi (royalti).Mulanya dalam PP No. 32/1969 pasal 62, bagian
pemerintah pusat adalah 30% sedangkan pemerintah daerah mendapat bagian 70%
dari total iuran pertambangan.Selanjutnya dalam PP No.79/1992, perimbangan
tersebut berubah dimana porsi daerah meningkat. Pemerintah pusat mendapat
bagian 20%, sedangkan 80% sisanya dibagikan ke daerah dengan perincian sebagai
berikut: propinsi mendapat bagian 16% dan Daerah Tingkat (Dati) II mendapat
bagian 64%. Dalam peraturan terbaru yaitu UU No.25/1999,aturan pembagian tidak
jauh berbeda dengan peraturan sebelum.Perbedaan terletak pada (1) pemisahan
penerimaan dari royalti dan iuran tetap (landrent) dan (2) perimbangan bagi
hasil antara propinsi dan kabupaten/kota untuk iuran-iuran tersebut.
Referensi :
1) Sudirman,I
wayan.2011.Kebijakan fiskal dan moneter.Cetakan pertama,Kencana Prenada Media
Group,Jakarta.
2) http//pola penerimaan
pemerintah.com
3) http//pola penerimaan
pemerintah pusat.com
4) http.pola penerimaan
daerah.com
5) http.penghasilan
pemerintah dari inflasi.com
No comments:
Post a Comment