KLIK gambar untuk menutup Iklan

Thursday, October 1, 2015

PAJAK - Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.

Cara Mengitung PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.  Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Sesuai dengan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008 bahwa tarif PPh untuk Badan tahun 2009 dan 2010 dan seterusnya tidak sama, dimana tarif PPh Badan tahun 2009 sebesar 28% tetapi tarif untuk tahun 2010 dan seterusnya adalah 25%. Perbedaan tarif tersebut menyebabkan pertanyaan khususnya bagaimana menghitung angasuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2010.

Berdasarkan Pasal 25 UU PPh besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat PemberitahuanTahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Masalahnya adalah dengan adanya tarif PPh yang baru maka jika angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 menggunakan dasar SPT Tahunan PPh tahun 2009 maka angsuran yang akan dilakukan tidak mencerminkan PPh yang akan terutang atas penghasilan selama tahun 2010 karena PPh yang akan terutang di tahun 2010 menggunakan tarif baru (25%) sedangkan angsuran PPh Pasal 25 masih menggunakan tarif yang lama (28%).
Sampai saat ini Direktur Pajak belum mengeluarkan ketentuan yang mengatur penghitungan PPh Pasal 25 untuk masa transisi tahun 2009 dan 2010. Aturan sebelumnya yang pernah mengatur masalah yang sama yaitu pada saat UU PPh Nomor 17 tahun 2000 diberlakukan mulai 1 Januari 2001 maka Dirjen Pajak mengeluarkan ketentuan yang mengatur penghitungan PPh Pasal 25 masa transisi tahun 2001 yaitu dengan Nomor KEP – 210/PJ./2001. Namun demikian karena aturan tersebut hanya berlaku untuk tahun 2001 maka tentunya tidak dapat digunakan untuk tahun pajak 2010.

Angsuran PPh Pasal 25 Menurut  Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan
Berhubung sampai saat ini belum ada penegasan khusus cara perhitungan PPh Badan tahun pajak 2010, maka acuan yang dapat digunakan selain UU PPh adalah Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009.
Menurut Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009, Formulir Induk SPT 1771 Huruf E ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN, Angka 14 huruf d- PPh YANG TERUTANG:
“Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (angka 14c) dikalikan dengan tarif PPh dari Bagian B Nomor 4″
Tarif PPh dari Bagian B Nomor 4 adalah 28%.
Dengan demikian dapat disampaikan bahwa tarif yang digunakan untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 menurut Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 adalah 28% bukan 25%.

Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Masuk Bursa
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 jo. Nomor 208/PMK.03/2008, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang  berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan  yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala  terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan  Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12  (dua belas).
Dengan demikian tarif yang digunakan untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang  berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala adalah untuk semester I tahun 2010 adalah berdasarkan laporan keuangan Semester II tahun 2009 yang pada saat itu tarif umum yang digunakan adalah 28%.
Berikut ini disampaikan Pasal yang mengatur mengenai tarif Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menurut Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) yang baru disahkan yang akan berlaku 1 Januari 2009,






Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

1.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%


Tarif Deviden
10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
20% lebih tinggi dari yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk PPh Pasal 23)
100% lebih tinggi dari yang seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP
Gratis

2. Wajib Pajak Badan  dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun
Tarif Pajak
2009
28%
2010 dan selanjutnya
25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek
5% lebih rendah dari yang seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000
Pengurangan 50% dari yang seharusnya

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

No
Keterangan
Setahun
1.
Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
Rp. 15.840.000,
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp.   1.320.000,-
3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp. 15.840.000,-
4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp.   1.320.000,-

4. Tambahan tarif Lainnya

Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah  = 0,5%
Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah                   = 5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah                                    = 10 %
  • Dengan Peraturan Pemerintah  menjadi paling rendah             =   5 %
  • Dengan Peraturan Pemerintah  menjadi paling tinggi               = 15 %
  • Atas ekspor barang kena pajak                                    =   0 %
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
Paling rendah                                           = 10 %
Paling tinggi                                              = 75 %
Atas ekspor barang kena pajak         =   0 %


Untuk Tahun Pajak 2009 ada beberapa tarif untuk menghitung Pajak Terhutang, yaitu :

a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28%.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.

Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp 4.000.000.000
= Rp 1.120.000.000

b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.

Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = (28% - 5%) x Rp1.250.000.000
= Rp 287.500.000.
Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.

c. Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak

2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.

Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000.

Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000
= Rp 70.000.000

Contoh 2):
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto§ yang memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000
= Rp 480.000.000

 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari§ bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000

 Pajak Penghasilan yang terutang§
= (50%x 28% x Rp480.000.000) + (28% x Rp2.520.000.000)
= Rp 67.200.000 + Rp 705.600.000
= Rp772.800.000

1 comment:

  1. PPh pasal 25 adalah cicilan pajak badan yang dasarnya nilainya adalah besar pph badan tahun sebelumnya

    ReplyDelete