KOMITE AUDIT
A. PENDAHULUAN
Keberadaan
komite audit pada saat ini telah diterima sebagai suatu bagian dari tata kelola
organisasi perusahaan yang baik (GCG). Selain itu kehadiran komite audit
akhir-akhir ini telah mendapat respon yang positif dari berbagai pihak, antara
lain pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), BEI, Investor, serta
Advokat.
Komite audit di
Indonesia masih merupakan hal yang relatif baru. Perkembangan komite audit di
Indonesia sangat terlambat dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut antara
lain disebabkan pemerintah baru saja menetapkan kebijakan tentang pemberlakuan
komite audit pada BUMN tertentu pada tahun 1999. Mengingat pentingnya
keberadaan komite audit dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari
aspek pengendalian, maka komite audit perlu mendapatkan perhatian dari
manajemen dan dewan komisaris serta pihak-pihak terkait yang bertindak sebagai
regulator
B.
PENGERTIAN KOMITE AUDIT
Berdasarkan kerangka dasar hukum di
Indonesia perusahaan-perusahaan publik diwajibkan untuk membentuk komite audit.
Komite audit tersebut dibentuk
oleh dewan komisaris. Oleh karena itu, semua perusahaan manufaktur publik
merupakan perusahaan milik masyarakat luas. Bahkan, perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam aktivitas sehari-hari di luar bursa efek juga terkena kewajiban
untuk membentuk komite audit yang salah satu tugasnya berkaitan dengan audit
eksternal berhubungan dengan audit internal dan pengendalian internal.
Ketentuan dan peraturan mengenai
Komite Audit diantaranya :
1.
Surat
Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan pembentukan Komite Audit
bagi perusahaan yang go public.
2.
Keputusan
Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai Komite Audit dalam jumlah
dan kualifikasi keanggotaan.
3.
Surat
Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman Pembentukan Komite
Audit.
4.
Kep-117/M-MBU/2002
yang mengharuskan BUMN mempunyai Komite Audit.
5.
Peraturan
No.IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit,
Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004.
Menurut Hiro Tugiman (1995), pengertian komite audit adalah:
“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih
besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas
khusus atau sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang
bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya
dari manajemen.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa komite audit dibentuk
oleh dewan komisaris dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris.
Selain itu, fungsi komite audit sendiri yaitu mambantu dewan komisaris dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut
Arens at al (2010), menjelaskan pengertian komite audit adalah: “Audit
committees is a selected number of members of a company's board of directors
whose responsibilities include helping auditors remain independent of
management. most audit committees are made up of three to five or sometimes as
many as seven directors who are not a part of company management.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umumnya komite audit itu terdiri dari
tiga atau lima kadang tujuh orang yang bukan bagian dari manajemen perusahaan.
Tujuan dibentuknya komite audit yaitu untuk menjadi penengah antara auditor dan
manajemen perusahaan apabila terjadi perselisihan.
Sedangkan menurut Peraturan Nomor IX.1.5 dalam lampiran
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 mengemukakan bahwa: “Komite Audit
adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu
melaksanakan tugas dan fungsinya”. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka
dapat dijelaskan bahwa komite audit dibentuk oleh dewan komisaris yang
bekerjasama dalam melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris. Salah satu
tugasnya yaitu memastikan efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu, komite
audit juga bertanggungjawab kepada dewan komisaris.
C.
PEMBENTUKAN KOMITE AUDIT
Perusahaan publik maupun BUMN membentuk Komite Audit karena
ingin membangun perusahaan yang Akuntabilitas dan Transparan. Berdasarkan Surat
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-41/PM/2003, menyatakan:
1. Emiten atau perusahaan publik wajib
memiliki komite audit;
2.
Emiten
atau perusahaan publik wajib memiliki pedoman kerja komite audit (audit
committee charter);
3.
Komite
audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris;
4.
Komite
audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan
sekurang-kurangnya 2 orang anggota lainnya berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik.
Berdasarkan keputusan tersebut komite audit dituntut untuk
dapat bertindak secara independen, independensin komite audit tidak dapat
dipisahkan moralitas yang melandasi integritasnya. Hal ini perlu disadari
karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor
dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan
komisaris dengan internal auditor.
D. WEWENANG,
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KOMITE AUDIT
Jenis tugas dan tanggung jawab Komite Audit yang diangkat
sebuah perusahaan yang satu tidak pernah sama persis dengan perusahaan yang lain.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan skala, jenis usaha, kebutuhan dan domisili
masing-masing perusahaan. Walaupun demikian, tugas dan tanggung jawab komite
audit tidak boleh menyimpang dari tugas dan tanggung jawab dewan komisaris.
Wewenang Komite Audit harus meliputi:
1. Menyelidiki semua aktivitas dalam
batas ruang lingkup tugasnya.
2.
Mencari
informasi yang relevan dari setiap karyawan.
3.
Mengusahakan
saran hukum dan saran professional lainnya yang independen apabila dipandang
perlu.
4.
Mengundang
kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu.
Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai
alat bantu dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun
(hanya rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang
telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi
dan menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi
khusus. Selain itu, Keputusan Ketua Bapepem Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan
bahwa komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak
terbatas terhadap catatan, karyawan. dana, asset, serta sumber daya perusahaan
dalam rangka tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor
internal.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mengemukakan bahwa Komite Audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan
pengawasan secara menyeluruh dalam hal memberikan pengawasan secara menyeluruh
dalam hal:
a) Laporan
Keuangan
Komite Audit melaksanakan pengawasan
independen dan memastikan bahwa Laporan Keuangan yang dibuat oleh manajemen
telah memberikan gambaran yang sebenarnya.
b) Pengawasan
Kontrol (Corporate Control)
Komite Audit memberikan pengawasan
independen atas masalah atau hal-hal yang berpotensi mengandung risiko.
c) Tata
Kelola Perusahaan
Komite Audit melaksanakan pengawasan independen atas proses
pelaksanaan Good Corporate Governance apakah telah dijalankan sesuai
Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Menurut keputusan menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002,
Komite Audit bertugas:
·
Menilai
pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan
Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan
yang tidak memenuhi standar.
·
Memberikan
rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan
serta pelaksanaannya.
·
Memastikan
bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang
dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast
dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham.
·
Mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas.
·
Melaksanakan
tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan pengawas sepanjang masih dalam
lingkup tugas dan
kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan
komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada
dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris,
dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
E.
TUJUAN KOMITE AUDIT
Menurut Keputusan Menteri Nomor 117
Tahun 2002, tujuan dibentuknya Komite Audit adalah membantu Komisaris atau
Dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan
efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal. Bapepam
dalam Surat Edarannya (2003) mengatakan bahwa tujuan Komite Audit adalah
membantu Dewan Komisaris untuk:
1)
Meningkatkan
kaulitas Laporan Keuangan;
2)
Menciptakan
iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya
penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;
3)
Meningkatkan
efektivitas fungsi audit internal maupun ekternal audit; dan
4)
Mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris.
5)
Beberapa
rujukan perusahaan Amerika yang mengacu pada Securities and Exchange Commission
(SEC), pada umumnya mencantumkan dalam Charter Komite Auditnya bahwa tujuan
Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk mengawasi:
a)
Integritas
dari Laporan Keuangan perusahaan;
b) Kualifikasi dan Kemandirian Auditor
independen atau Auditor Eksternal;
c) .Kinerja dari Auditor Internal
perusahaan dan Auditor Eksternal; dan
d) Kepatuhan Perusahaan terhadap
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Seiring dengan karakteristik tersebut, otoritas Komite Audit
juga terkait dengan batasan mereka sebagai alat bantu Dewan Komisaris. Mereka
tidak memiliki otoritas eksekusi apapun hanya memberikan rekomendasi kepada
dewan komisaris, kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa
eksplisit dari dewan komisaris, missal: mengevaluasi dan menentukan kompensasi
auditor eksternal, dan memimpin suatu investigasi khusus. Dalam menjalankan
perannya, komite audit harus memiliki hak terbatas kepada direksi, auditor
internal, auditor eksternal, dan semua informasi yang ada di perusahaan. Tanpa
otoritas atau hak atas akses tersebut, akan tidak mungkin komite audit dapat
menjalankan perannya dengan efektif.
F.
KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI KOMITE
AUDIT
Kompetensi merupakan professional
yang mempunyai latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam bidang
akuntansi dan auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006) : “Peningkatan kompetensi
internal auditor secara signifikan dilakukan memalui program sertifikasi
profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun internasional.” Berdasarkan
pendapat di atas untuk pengembangan kompetensi Komite Audit dibutuhkan keahlian
dan pelatihan, namun tetap mengikuti perkembangan zaman dan terus menjaga
tingkat kemampuannya salama karier profesinya. Menurut Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang
standar kompetensi auditor bahwa: “Kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan
minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk
dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil
baik.” Berdasarkan keputusan diatas seorang auditor diakatakan kompeten jika memiliki
pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap perilaku yang sesuai dengan
peraturan yang telah ditentukan agar dapat melakukan tugas-tugasnya dengan
baik. Kompetensi seseorang juga memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan
yang dilakukannya yaitu sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai
individu dalam pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian
pekerjaannya.
G. INDEPENDENSI
KOMITE AUDIT
Menurut
Sukrisno Agoes (2012), menjelaskan Independensi adalah:
“Independensi
artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor tidak
dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapu sempurnanya
keahlian teknis yang
dimiliki,
auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk
mempertahankan kebebasan pendapatanya. Pengertian independensi juga terdiri
dari tiga jenis yaitu:
1)
Independensi
dalam penampilan (Independent in Appearance)
merupakan independensi yang selama bertugas selalu menghindari keadaan yang
dapat menyebabkan pihak lain meragukan independensinya.
2) Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent in Fact) merupakan sikap
auditor dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal auditor
dan professional framework of internal
auditor.
3) Independensi dalam pikiran (Independent in Mind) merupakan sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan professional auditor.
Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa
independensi yaitu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, serta tidak bergantung pada orang lain. Independensi juga
berarti adanya kejujurean dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan
objektif. Independensi anggota Komite audit dapat dilihat dari persyaratan
keanggotaan komite audit, seperti tertuang dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan
dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit, lampiran ketua Bapepam No.
29/PM/2000. Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah:
“Auditor
yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan
yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang
dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri
auditor.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor dalam penugasannya
harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan konflik kepentingan
atau menimbulkan prasangka yang meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan
profesinya secara objektif.
H. KASUS PT TELKOM DAN PT TELKOMSEL
1) Audit PT. Telekomunikasi Indonesia
Untuk melakukan audit atas Laporan Konsolidasi Keuangan rangka pelaksanaan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi Tahun Buku 2002, Perusahaan Perseroan
(Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.menunjuk Kantor Akuntan Publik
(KAP) Drs. Eddy Pianto. Pada audit ini disusun oleh PT TELKOM selaku induk
perusahaan yang didalamnya berisi laporan keuangan masing-masing anak
perusahaannya. Audit keuangan masing-masing anak perusahaan oleh auditor
independen, Salah satu anak perusahaan yang laporan keuangannya tahun 2002-nya
dimasukan adalah PT. Telekomuniakasi Seluler (TELKOMSEL). Bahwa audit TELKOMSEL
dilakukan oleh KAP Haryanto Sahari dan Rekan, bahwa kaitannya KAP Haryanto
Sahari melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1999. Dimana dengan sengaja
memberi interprestasi yang salah terhadap PT Telkom, PT Telkomsel dan United
States Securities and Exchange Commission mengenai ketentuan standar audit
Amerika.
Dengan demikian menghalangi KAP Eddy Pianto untuk melakukan audit dan
meminta kejelasan sebagai first layer dalam pengauditan sebelumnya.
Sehingga membebani auditor kedua tesebut mengalami kesulitan. Karena banyak
hal-hal yang harus dikaji ulang, dimana KAP Eddy Pianto dapat meneruskan hasil
audit yang sebelumnya telah dilakukan oleh KAP Haryanto Sahari. Hal tersebut
menyebabkan KAP Eddy Pianto tehalangi untuk bersaing di lantai bursa. Karena
audit Telkomsel mengacu pada standar audit Amerika maka harus mengikuti aturan
SEC. PT Telkomsel membuka bursa di New York Stock Exchange dengan demikian
aturan luar negeri tempat NYSE harus diikuti. Yakni salah satunya yang harus
dijalani adalah filling 20-F yaitu form laporan keuangan dan laporan
manajemen dengan KAP yang terpercaya. Sebagai perusahaan yang sahamnya tercatat
di bursa, PT Telkom mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangannya
yang telah diaudit oleh auditor independent secara berkala tiap tahunnya. Sedangkan
syarat-syarat auditor untuk mengaudit Telkomsel haruslah KAP yang mempunyai
kriteria sebagai berikut :
a)
Kualitas audit
yang optimal
b)
Ketepatan waktu
penyelesaian audit
c)
Harga jasa yang
wajar
d)
Merupakan
akuntan publik Indonesia yang mempunyai afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik
Internasional yang termasuk 5 (lima) besar dunia
e)
Mempunyai
rencana untuk peningkatan internal control dari perseroan guna mendukung
kualitas laporan keuangan perseroan tanpa mengurangi kualitas dan independensi
audit.
2)
Penolakan KAP Eddy Pianto Oleh
Thornton International Sebagai Member Firm Agreement
Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto adalah suatu kantor akuntan publik
yang telah mendapatkan izin usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor : KEP-718/KM.17/1998. Bhawa berdasarkan Keputusan
Dewan Komisaris no. 013/KEP/DK/2002 tanggal 29 November 2002 tentang
Penggantian Auditor PT Telkom Tahun Buku 2002 menyetujui dan mengesahkan KAP
Eddy Pianto, sebagai auditor utama PT Telkom tahun buku 2002. Dan KAP EP-pun
Terdaftar di Bapepam berdasarkan Surat Tanda Terdaftar Profesi Penunjang Pasar
Modal No. 282/PM/STTD-Ap/2000.
Berdasarkan appointment letter tertanggal 6 Juni 2001, ditunjuk oleh
PT. Grant Thornton Indonesia sebagai Member Firm dan berdasarkan Adendum
Grant Thornton International Member Firm Agreement, yang berlaku efektif samapai
10 Mei 2001 dan Kantor Audit Publik Eddy Pianto berkedudukan sebagai regional
firm dari Grent Thornton International.
Berdasarkan pasal 2.2 KAP Eddy Pianto sebagai regional firm, memiliki hak
dan kewajiban yang sama dengan Grant Thornton Indonesia sebagai member Thornton
Internasional. berdasarkan surat dari David McDonnell, Chief Executive
Grant Thornton International, kepada Dirjen Lembaga Keuangan Republik
Indonesia, ref. DMCD/RAL tanggal 8 Oktober 2001, menyatakan
·
Grant Thornton
Indonesia adalah full member dari Grant Thornton International
·
KAP Eddy Pianto
berasosiasi dengan Grant Thornton Indonesia dan berhak mengaudit atas nama
GrantThornton
Berdasarkan surat tanggal 4
Desember 2002 kepada Grant Thornton Indonesia, Grant Thornton International
menyatakan KAP Eddy Pianto dapat melakukan pekerjaan audit atas Laporan
Keuangan PT. Telkom tahun Buku 2002 dalam rangka filing Form 20-F ke
SEC, tanpa ada kewajiban bagi Grant Thornton International untuk terasosiasi
dengan pekerjaan audit tersebut. Dengan demikian independensi KAP EP tidak
disusupi kepentingan dari afiliasinya secara langsung dan sepenuhnya menjadi
tanggung jawabnya.
Pada kuartal pertama tahun 2003
KAP Eddy Pianto tercatat di pasar modal berwenang mengaudit laporan keuangan
terhadap 332 (tiga ratus tiga puluh dua) perusahaan di Bursa Efek
Jakarta.Menurut Withdrawal Agreement tertanggal 13 Februari 2003, Member
Firm Agreement antara Grant Thornton International dengan Grant Thornton
Indonesia/ KAP Eddy Pianto berakhir pada tanggal 31 Maret 2003, namun KAP Eddy
Pianto tetap berhak melakukan pekerjaan audit atas nama Grant Thornton
berdasarkan engagement letter yang telah ditandatangani sebelum tanggal withdrawal
agreement tersebut. untuk memahami US GAAS dan GAAP dalam rangka filing
Form 20-F, KAP Eddy Pianto meminta bantuan dari Mark Iwan, Certified Public
Accountant independen yang bukan merupakan partner dari Grant Thornton, LL.P,
untuk memberi pelatihan dan konsultasi.
Pada tanggal 17 Februari 2003
Grant Thornton International menerbitkan iklan di harian Jakarta Post yang pada
pokoknya menyatakan hubungan afiliasi/membership antara Grant Thornton
International dengan PT. Grant Thornton Indonesia dan KAP Eddy Pianto berakhir
pada tanggal 31 Maret 2003. Dengan adanya pemberitaan tersebut PT Telkom
meminta jaminan kepada KAP Eddy Pianto akan keabsahan Iwan Mark tersebut yang
bukan partner dari Thornton International. KAP EP berdalih bahwa akan tetap
menjadi Member Firm Thornton sampai akhir Maret 2003 dengan demikian auditnya
mendompleng nama Thornton.KAP Eddy Pianto memberikan keyakinan dan jaminan
bahwa SEC reviewer yang terlibat memiliki kualifikasi dan kompetensi profesional
serta memenuhi persyaratan SEC. Disamping itu sebagai KAP non Amerika Serikat,
KAP Eddy Pianto dengan dukungan SEC reviewer yang mereka kontrak akan memenuhi
ketentuan yang berlaku di SEC khususnya regulasi S-X yang mengatur kualifikasi
auditor asing (non-US). Karena waktunya sanagat terbatas KAP EP meminta hasil
audit yang dahulu pernah dilakukan oleh KAP Haryanto Sahari, akan tetapi KAP HS
meminta izin untuk melihat 20-F seluruhnya terlebih dahulu. Permintaan tersebut
ditolak oleh PT Telkom karena waktunya yang sangat krusial serta tidak ada hubungannya
antara PT Telkom dengan KAP HS, juga untuk segera dilaporkan ke SEC. Oleh
karena itu, KAP HS-pun menolak untuk memberi tahu akan hasil audit yang pernah
dilakukannya. Serta KAP HS tindak memberi izin kepada KAP Eddy Pianto untuk
mengacu pada hasil audit sebelumnya. PT Telkom berpendapat tidak memerlukan
izin dari KAP HS untuk melampirkan opininya.
Pada tanggal 25 Maret 2003 PwC
Amerika Serikat meminta Thornton International Amerika Serikat untuk menginformasikan
kepada SEC bahwa Thornton AS tidak berafiliasi dengan Grant Thornton Indonesia
/KAP Eddy Pianto. berdasarkan surat SEC kepada PT. Telkom tertanggal 29 April
2003, SEC menyatakan tidak dapat menerima Form 20-F yang disampaikan oleh PT.
Telkom dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Ø Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 belum mendapatkan quality
control dari Grant Thornton LL,P., selaku US Affiliate KAP Eddy Pianto
Ø Terlapor tidak memberikan ijin untuk dimasukkannya Laporan Audit Terlapor
atas Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 dalam Form 20-F PT. Telkom
Ø Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 yang dimasukkan
dalam Form 20-F PT. Telkom tidak disertai dengan Laporan Audit atas Laporan
Keuangan anak perusahaan PT. Telkom lainnya yang juga diacu oleh KAP Eddy
Pianto
Ø Dengan adanya penolakan tersebut Kantor Audit Publik Eddy Pianto izin
usahanya dibekukan oleh BAPPEPAM LK dan tidak boleh berada dibursa selama waktu
tertentu. Karena menjadikan saham PT Telkom anjlok.
3) Sanksi Terhadap KAP Eddy Pianto
Bahwa berdasarkan Surat Bapepam kepada KAP Eddy Pianto Nomor :
S-1381/PM/2003 tanggal 16 Juni 2003 perihal Kewajiban untuk Tidak Melakukan
Kegiatan Usaha di Bidang Pasar Modal, Bapepam mewajibkan Eddy Pianto Simon, partner
KAP Eddy Pianto, untuk tidak melakukan kegiatan usaha di pasar modal terhitung
sejak tanggal surat ini sampai diputuskan lebih lanjut oleh Bapepam. Keputusan
tersebut didasarkan pada penolakan Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom
tahun Buku 2002 oleh SEC yang menyebabkan perdagangan saham PT. Telkom yang
tercatat di New York Stock Exchange dalam bentuk IDR dihentikan sementara dan
diduga menyebabkan harga saham PT. Telkom di Bursa Efek Jakarta turun secara
signifikan dari harga penutupan sehari sebelumnya, serta memberikan pengaruh
yang cukup signifikan terhadap penurunan Indeks Harga Saham Gabungan. Maka KAP
Jimmy Budhi sebagai pengganti KAP Eddy Pianto.
Karena first layer tidak diggunakan maka jasa audit ini merosot dan
berimbas pada persaingan jasa audit. Para pemegang saham menjadi enggan untuk
menggunakan jasa Kantor Audit Publik yang independen dan merosotnya kepercayaan
pada aouditor lokal. KAP Haryanto Sahari dan rekan menimbulkan ketidastian
berusaha bagi auditor karena kewenangan mereka untuk melakukan kegiatan jasa
audit dapat dipermasalahkan oleh sesama auditor yang seharusnya saling
bekerjasama dan menghormati satu sama lain.
4) Pelanggaran Pasal 107 Undang-undang nomor 8 Tahun 1995 Oleh KAP Haryanto
Sahari Dan Rekan
Dalam Pasal 107,
“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak
lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan,
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang
memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan
Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Dalam pasal tersebut dapat dikaji apabila ada pihak yang bertujuan untuk
merugikan atau menyesatkan. Dalam kasus diatas dapat dilihat KAP Haryanto
Sahari dan rekan mencoba untuk menyesatkan dan merugikan. Merugikan para
pemegang saham dari perseroan induk maupun anak perusahaannya yakni TELKOM dan
TELKOMSEL. Karena hasil auditnya tidak dibeikan izin maka KAP Eddy Pianto dan
rekan mengalami kesulitan dalam mengacu auditnya.Yang tidak relevan adalah
permintaan KAP HS untuk melihat keseluruhan form 20-F yang tidak ada
hubungannya dengan mereka sama sekali. Bahkan, jika itu merupakan alasan mereka
untuk tidak memberikan izin merupakan alasan yan tidak berdasar hukum sama
sekali. Sebagai first layer, KAP HS seharusnya memberikan kemudahan bagi
KAP selanjutnya yang akan menggatikannya. Dalam peraturan pasar modal yang
dikeluarkan oleh Bapepam tidak memperbolhkan persaingan yang tidak sehat,
sebagai sesama auditor seharusnya saling menghormati dan tidak saling
menjatuhkan reputasi.
“Mengaburkan” dan “menyembunyikan” dalam pasal tersebut juga dapat
diterapkan pada kepada tindakan yang dilakukan oleh KAP HS. Mengaburkan karena
tidak mengizinkan acuan sehingga KAP EP harus memulainya lagi dari bawah tanpa
tahu dokumen-dokumen apa saja yang pernah di audit. Dan menyembunyikan hasil
audit beserta opininya sehingga PT Telkom melakukan inpermission atas
hasil kerja KAP HS yang saat itu waktunya sangat terbatas.
Dengan demikian pasal 107 ini dapat diterapkan pada kasus yang menimpa
Kantor Audit Publik (KAP) Haryanto Sahari dan rekan yang telah merugikan PT
Telekomunikasi Indonesia. Tbk (Telkom), PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel),
Kantor Audit Publik (KAP) Eddy Pianto dan rekan, Bapepam, dan SEC. Karena
kecerobohannya tersebut indeks harga saham gabungan Telkom anjlok dan mengalami
kerugian karena adanya isu tidak transparansi keuangannya.
KESIMPULAN
Kantor Akuntan
Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan melakukan penolakan atas izin audit
sebagai first layer. Yaitu auditor pertama yang menjadi acuan dalam melakukan
audit lanjutan oleh second layer-nya yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy
Pianto dan rekan. Penolakan izin tersebut juga membuat KAP EP kesulitan dalam
mendapatkan opini hasil keuangan sebelumnya baik hasil audit keuangan holding
perseroan yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk maupun hasil audit anak
perusahaannya yaitu PT Telekomunikasi Selular. Selain itu, kerugian yang
dilakukan oleh KAP HS juga merugikan KAP EP yaitu berlarut-larutnya audit
padahal waktu untuk penyerahan laporan keuangan sudah ditunggu oleh Bapepam dan
SEC. Dengan terjadinya pengunduran hasil laporan, KAP EP mendapat sanksi dari
Bapepam yaitu pembekuan izin usaha di lantai bursa. Selain merugikan langsung
kepada beberapa pihak, perbuatan KAP HS membuat indeks harga saham gabungan
merosot dan merugikan negara. Penolakan izin tehadap hasil audit sebelumnya KAP
HA merupakan member PwC International dan karena tidak diperbolehkan untuk
melihat 20-F milik Telkom. Padahal PwC Amerika tidak berasosiasi dengan KAP HS
karena KAP HS merupakan badan usaha yang didirikan di Indonesia dan memakai
hukum Indonesia, dengan demikin tidak relevan apabila KAP HS memeriksa seluruh
20-F tanapa dasar hukum yang jelas. Karena kejadian dan peristiwa ada di
Indonesia maka KAP HS harus mengikuti aturan yang berlaku umum di Indonesia khususnya
ketentuan-ketentuan di pasar modal.
Kedudukan
Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto dan Rekan merupakan korban yang
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Shari dan Rekan. KAP EP
mendapatkan sanksi dari Bapepam dan tidak boleh beroperasi dulu di lantai bursa
untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan perseroan. Padahal pada kuartal
pertama di tahun 2002 KAP EP telah diprcaya oeh 332 (tiga ratus tiga puluh dua)
perseroan untuk diaudit hasil keuangannya. Dan sekitar 59 perusahan atau 29%
peruahaan telah berhasil diaudit oleh KAP tersebut. Walaupun tidak melakukan
audit dengan sempurna terhadap laporan hasil keuangan PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk, akan tetapi itu bukan pure kesalahannnya. Dengan demikian, KAP
EP menjadi korban atas pelanggaran pasal 107 Undang-undang nomor 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal.
3.Kantor Akuntan Publik (KAP)
Haryanto Sahari dan Rekan, member firm dari kantor akuntan publik asing
Pricewaterhouse Coopers (PwC)terbukti bersalah. Dengan demikian KAP Haryanto
Sahari dan Rekan harus membayar denda sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh
milyar rupiah) dan di setorkan ke kasa negara sebagai setoran peneriamaan
negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara Jakarta I beralamat di jalan Ir. H. Juanda nomor
19 melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas
paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya
pemberitahuan putusan ini, dengan denda keterlambatan Rp. 10.000.00,00 (sepulu
juta rupiah) per hari untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan
putusan ini. Putusan ini dibuat hari senin tanggal 21 Juni 2004.
No comments:
Post a Comment