Peran Audit Internal dan Manajemen Risiko
Ø Pengertian
Audit Intern
Perkembangan
profesi internal auditing, dewasa ini melaju sangat cepat seiring dengan
perkembangan jaman pada era globalisasi. Adapun definisi atau pengertian
internal auditing juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Yaitu menurut
ara ahli adalah sebagai berikut:
·
Menurut Sawyer Internal audit adalah
suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk
mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi
aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi.
·
Menurut Institute of internal Auditor Internal
audit adalah suatu aktivitas independen,yang memberikan jaminan keyakinan serta
konsultasi yang dirancang untuk memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi
yang dirangcang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan
operasi organisasi.
Peran
Internal Auditor di Era Globalisasi.
Globalisasi
yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi
mendorong profesi internal audit untuk lebih responsif terhadap kebutuhan
manajemen dalam rangka meningktkan keunggulan kompetitif di pasar bisnis. Di
era globalisasi, auditor internal akan menghadapi tantangan yang lebih berat
terutama adanya perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi informasi serta
lingkungan yang turbulensi. Menurut Hery (2004), sebagai penilaian dan persepsi
negatif sering ditujukan terhadap fungsi internal audit. Auditee sering kali
merasa bahwa keberadaan Devisi Internal Audit hanya akan mendatangkan cost yang
lebih besar dibandingkan benefit yang akan diterima. Auditor internal dianggap
masih jauh peranannya untuk dapat mejadi seorang konsultan internal (yang
merupakan ekspresi tertinggi dalam peran pengawas internal). Seringkali usulan
perubahan atau rekomendasi dari audit internal masih dianggap menyulitkan dan
merugikan bagi audit, bahkan terkesan formalitas dan cenderung mengabaikan
tingkat kesulitan tau kendala yang akan dihadapi audit nantinya atas
pelaksanaan saran dari bagian audit internal tersebut.
Manajemen
Risiko
Ø Pengertian Manajemen Risiko
Pada dasarnya Manajemen Risiko adalah penerapan
fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang
dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi Manajemen
Risiko mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin,
mengkoordinir dan mengawasi program penanggulangan risiko.
Fungsi Pokok Manajemen Risiko
Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup :
- Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi
seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi :
1.
Kerusakan
phisik dari harta kekayaan perusahaan
2.
Kehilangan
pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan.
3.
Kerugian
akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain
4.
Kerugian-kerugian
yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan sebagainya.
5.
Kerugian-kerugian
yang timbul akibat “keyman” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Tujuan Manajemen Risiko
Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan pada dasarnya untuk
mengamankan perusahaan dari kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan
meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi. Dengan demikian tujuan yang
ingin dicapai oleh Manajemen Risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Tujuan sebelum terjadinya peril.
2. Tujuan sesudah terjadinya peril.
Ø Tujuan sebelum terjadinya peril.
Tujuan yang ingin
dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam,
antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk
menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang
dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program keselamatan, besarnya
premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk
mengurangi kecemasan, sebab adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat
menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya upaya
penanggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi
kewajiban yang berasal dari pihak ketiga/pihak luar perusahaan, seperti :
a) Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di
tempat kerja/pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya :
pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : gas masker) untuk
memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b) Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang
dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
kreditur.
Ø Tujuan setelah terjadinya peril
Pada pokoknya
mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril,
yang dapat berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko
harus mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan
sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk sementara waktu yang
beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut
sesudah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting terutama untuk
perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung,
misalnya: bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya
bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir,
meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya
variabelnya. Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan untuk
sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan usaha bagi
perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang sedang
memproduksi barang baru atau memasuki pasar baru. Jadi harus berupaya
untuk mengatur strategi agar pengembangan yang sedang dirintis tetap bisa
berlangsung. Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan
biaya yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari
perusahaan. Artinya harus dapat menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan
pengaruh buruk dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya,
para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya. Artinya akibat dari
peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai
mengakibatkan terjadinya pengangguran.
Pelaksanaan yang baik
dari fungsi manajemen risiko dan fungsi audit internal dalam suatu struktur
perusahaan masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Terdapat beberapa pendapat
yang mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendapat pertama menyatakan
bahwa fungsi manajemen risiko dan fungsi audit internal dapat disatukan, tetapi
dibutuhkan pengelolaan yang lebih hati-hati terhadap situasi tersebut. Pendapat
kedua menyatakan bahwa fungsi internal audit perlu menjaga independensinya
untuk menilai kelayakan fungsi manajemen risiko. Tulisan ini dibuat bukan untuk
membuktikan pendapat mana yang benar, melainkan untuk memberi landasan teori
mengenai pendapat-pendapat tersebut dan memberikan contoh pelaksanaannya di
beberapa perusahaan di Indonesia.
Setiap perusahaan
menghadapi risiko yang menjadi kendala bagi mereka dalam usaha mencapai tujuan.
Penerapan manajemen risiko yang efektif pada perusahaan merupakan salah satu
alat penting bagi manajemen untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik
atau Good Corporate Governance (GCG). Menurut Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP- 480/BL/2009,
pelaksanaan fungsi manajemen risiko dilakukan berdasarkan suatu strategi
manajemen risiko yang sekurang-kurangnya memuat:
- Identifikasi semua risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan perusahaan.
- Penjelasan mengenai penyebab dari timbulnya risiko-risiko tersebut.
- Identifikasi kemungkinan terjadinya risiko-risiko tersebut.
- Penjelasan tentang implikasi atas terjadinya risiko-risiko tersebut.
- Langkah-langkah yang akan diambil apabila risiko-risiko tersebut terjadi.
Menurut ISO 31000:
2009 Risk Management – Principles and Guidelines, manajemen risiko
adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan
risiko sehingga manajemen risiko merupakan arsitektur untuk mengelola risiko
secara sistematis, yang terdiri dari prinsip, kerangka kerja, dan proses untuk
mengelola risiko. Manajemen risiko juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 142/PMK.010/2009 sebagai serangkaian prosedur dan metodologi
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha. Sesuai dengan penjelasan dan pengertian
tentang manajemen risiko yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perusahaan yang
menerapkan manajemen risiko khususnya yang berbasis ISO 31000: 2009 akan
memperoleh manfaat sebagai berikut:
- Meningkatkan kemungkinan untuk mencapai objektif perusahaan.
- Mendorong manajemen yang proaktif.
- Meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk mengidentifikasi serta menghadapi risiko perusahaan.
- Meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman.
- Memenuhi persyaratan legal dan peraturan serta norma internasional.
- Memperbaiki pelaporan keuangan, tata kelola perusahaan, kepercayaan pemangku kepentingan, pengendalian, efektivitas dan efisiensi operasional, tindakan pencegahan kerugian dan insiden perusahaan, pembelajaran perusahaan, dan ketahanan perusahaan.
- Menyediakan informasi dan dasar yang dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan dan perencanaan.
- Meningkatkan kinerja kesehatan, keamanan dan keselamatan, termasuk perlindungan lingkungan.
- Mengurangi kerugian.
Semakin
berkembangnya perusahaan maka kegiatan dan masalah yang dihadapi perusahaan
semakin kompleks. Oleh sebab itu, selain dari penerapan manajemen risiko yang
baik, perusahaan perlu memiliki internal control atau pengendalian internal
sebagai salah satu kebijakan yang dapat dijalankan oleh manajemen perusahaan
dalam meningkatkan kinerja perusahaannya. Pengendalian internal mempunyai
peranan yang sangat penting bagi suatu organisasi perusahaan. Pengendalian
internal merupakan alat yang baik untuk membantu manajemen dalam menilai
operasi perusahaan guna dapat mencapai tujuan usaha. Untuk menjaga agar sistem
pengendalian internal dapat dilaksanakan, diperlukan adanya bagian yang
berfungsi melaksanakan tugas pengawasan atau audit internal. Fungsi yang
dimaksudkan merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan
penyimpangan-penyimpangan (fraud) melalui pembinaan dan pemantauan
pengendalian internal secara terus-menerus. Fungsi ini harus membuat suatu
program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan
penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi
akuntansi dan keuangan lainnya. Pelaku yang menjalankan fungsi ini disebut
dengan internal auditor.
Menurut American
Institute of Certified Public Accountants melalui Commitee on
Auditing Procedures, Statement on Auditing Statement Net, AICPA, New
York, pengendalian internal adalah pengawasan internal yang meliputi susunan
organisasi dan semua metode serta ketentuan yang terkoordinir dan dianut dalam
perusahaan untuk melindungi harta benda miliknya, memeriksa kecermatan dan
seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan
mendorong ditaatinya kebijaksanaan perusahaan yang telah dibentuk. Sesuai
dengan pengertian dan fungsinya, maka internal auditor melaksanakan tugasnya
sebagai berikut:
- Mengevaluasi secara terus-menerus apakah Sistem Pengendalian Intern (SPI) perusahaan telah memadai dan berjalan sesuai dengan ketentuan.
- Memverifikasi setiap transaksi apakah telah dilaksanakan sesuai dengan sistem dan prosedur, serta ketentuan perusahaan dan undang-undang yang berlaku.
- Menyampaikan informasi tentang kondisi (adanya penyimpangan atau transaksi yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku) yang diperoleh dari hasil audit, dan membuat saran-saran perbaikan kepada manajemen melalui laporan hasil audit.
Berdasarkan
tugas-tugas yang dilaksanakan tersebut, apabila dalam audit ditemukan adanya
penyimpangan, maka auditor akan menginformasikan kepada manajemen tentang hal
penyimpangan yang ditemukan, dan mengapa hal tersebut terjadi serta siapa yang
melakukannya. Atas dasar temuan tersebut, auditor akan memberikan saran atau
rekomendasi kepada manajemen.
The
Risk Management Society (RIMS) dan The Institute of Internal
Auditors (IIA) menyatakan bahwa fungsi manajemen risiko dan audit
internal akan lebih efektif jika bekerja sama daripada terpisah, terutama jika
keduanya memahami perannya masing-masing. Di Indonesia, penerapan manajemen
risiko telah dianggap sangat penting khususnya pada perusahaan-perusahaan yang
bergerak di industri jasa keuangan. Hal tersebut terbukti dari dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 5/8/PBI/2003 yang diubah atau diperbaharui
oleh PBI Nomor 11/25/PBI/2009 dan surat edaran Bank Indonesia No. 13/23/DPNP
tentang penerapan manajemen risiko bagi perusahaan bank umum. Begitu pula
dengan penerapan fungsi audit internal yang sangat penting bagi perusahaan di
Indonesia karena akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Contoh Kasus :
Subprime Mortgage
Amerika Serikat
Pertumbuhan
subprime mortgage market di Amerika meningkat dengan cepat yang mencapai
22% dari total originasi KPR dalam jumlah total sisa pinjaman lebih $650 juta
pada akhir tahun 2006 (lihat grafik). Beberapa faktor utama meningkatnya pasar.
Dari sisi demand, sektor perumahan yang baik selama tahun 2002- 2005,
rendahnya suku bunga KPR & apresiasi harga rumah. Dari sisi suplai, dengan demand
yang tinggi dan masih terbukanya peluang usaha, penyalur KPR berbodong-bondong
masuk ke pasar ini untuk menawarkan jasanya.. Dengan meningkatnya kompetisi,
penyalur KPR bersaing untuk mendapat konsumen dengan menawarkan produk KPR yang
cukup bervariasi tanpa mengenal secara mendalam karakterisktik risikonya serta
me-relaxkan ketentuan originasi KPR. Hal ini mengakibatkan banyak KPR dengan
fitur berisiko tinggi yang disetujui untuk konsumen yang tidak layak. Dengan
menurunnya pertumbuhan sektor perumahan semenjak awal 2006 yang ditandai dengan
menurunya peningkatan harga rumah dan meningkatnya suku bunga KPR, banyak
konsumen KPR di pasar ini yang mengalami kesulitan membayar angsuran dan
kemudian dinyatakan gagal bayar. Hasil survei yang dikeluarkan oleh Mortgage
Banker Association (MBA) mengatakan bahwa delinquency rate untuk subprime
mortgage loans untuk Q4-2006 berada di 13,33%. Sebagai perbandingan, deliequency
rate untuk prime mortgage loan berkisar 2,57 %. Sementara itu, foreclosure
rate adalah 2% dibanding 0,24% untuk subprime & prime mortgage loan
per Q4-2006. Dan foreclosure inventory ratea adalah 0,5% dan 5,1% untuk subprime
& prime mortgage loan per Q4-2006.
Pembahasan :
Dari kasus
ini dapat kami simpulkan bahwa krisis
Subprime Mortgage Amerika Serikat disebabkan oleh investor yang tidak
memperhatikan faktor fundamental portofolio yang dibelinya, dan penyaluran
kredit yang menyimpang dari prinsip 5 C (Character, Capacity, Collateral,
Condition, Capital). Akibat adanya globalisasi, dimana transaksi keuangan bisa
terjadi lintas negara, bahkan lintas dunia, maka dampak krisis subprime
mortgage AS ini menginfeksi bursa saham di seluruh dunia, mengakibatkan
penurunan harga saham besar-besaran, dan membangkitkan kepanikan para investor.
Untuk mengatasinya, diperlukan intervensi bank sentral, terutama The Fed,
melalui kebijakan open market operation dan penurunan tingkat suku bunga
diskonto.
Dilihat dari
kasus ini peran dari audit internal dan manajemen risiko sangat diperlukan didalamnya
agar ketika akan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu kegiatan,
sebelumnya sudah dikaji dan dievaluasi terlebih dahulu
kegiatan tersebut serta risiko-risiko apa yang
akan didapat kedepannya apabila melakukan hal tersebut. Dengan begini jika
kegiatan tersebut sudah dikatakan layak untuk dijalankan maka nantinya risiko-risiko
yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat diminimalisir sebaik mungkin.
Sehingga jumlah keuntungan yang didapat lebih besar daripada tingkat kerugian
yang didapat dari risiko-risiko kegiatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment