KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, May 23, 2016

Corporate Governance : Peran Audit Internal dan Manajemen Risiko



Peran Audit Internal dan Manajemen Risiko

Ø  Pengertian Audit Intern
Perkembangan profesi internal auditing, dewasa ini melaju sangat cepat seiring dengan perkembangan jaman pada era globalisasi. Adapun definisi atau pengertian internal auditing juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Yaitu menurut ara ahli adalah sebagai berikut:
·         Menurut Sawyer Internal audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi.
·         Menurut Institute of internal Auditor Internal audit adalah suatu aktivitas independen,yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirangcang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi.
Peran Internal Auditor di Era Globalisasi.
Globalisasi yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi mendorong profesi internal audit untuk lebih responsif terhadap kebutuhan manajemen dalam rangka meningktkan keunggulan kompetitif di pasar bisnis. Di era globalisasi, auditor internal akan menghadapi tantangan yang lebih berat terutama adanya perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi informasi serta lingkungan yang turbulensi. Menurut Hery (2004), sebagai penilaian dan persepsi negatif sering ditujukan terhadap fungsi internal audit. Auditee sering kali merasa bahwa keberadaan Devisi Internal Audit hanya akan mendatangkan cost yang lebih besar dibandingkan benefit yang akan diterima. Auditor internal dianggap masih jauh peranannya untuk dapat mejadi seorang konsultan internal (yang merupakan ekspresi tertinggi dalam peran pengawas internal). Seringkali usulan perubahan atau rekomendasi dari audit internal masih dianggap menyulitkan dan merugikan bagi audit, bahkan terkesan formalitas dan cenderung mengabaikan tingkat kesulitan tau kendala yang akan dihadapi audit nantinya atas pelaksanaan saran dari bagian audit internal tersebut.

Manajemen Risiko
Ø  Pengertian Manajemen Risiko
Pada dasarnya Manajemen Risiko adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat.  Jadi Manajemen Risiko mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinir dan mengawasi program penanggulangan risiko.
Fungsi Pokok Manajemen Risiko
Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup :
  1. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi :
1.      Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan
2.      Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi perusahaan.
3.      Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain
4.      Kerugian-kerugian yang timbul karena : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak    jujurnya karyawan dan sebagainya.
5.      Kerugian-kerugian yang timbul akibat “keyman” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Tujuan Manajemen Risiko
Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan pada dasarnya untuk mengamankan perusahaan dari kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh Manajemen Risiko dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1.    Tujuan sebelum terjadinya peril.
2.    Tujuan sesudah terjadinya peril.
Ø  Tujuan sebelum terjadinya peril.
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam, antara lain :
1.      Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya program keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2.      Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, sebab adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya upaya penanggulangan maka kondisi itu dapat diatasi.
3.      Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga/pihak luar perusahaan, seperti :
a)      Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, misalnya : pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : gas masker) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b)      Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.

Ø  Tujuan setelah terjadinya peril
     Pada pokoknya mencakup upaya untuk penyelamatan operasi perusahaan setelah terkena peril, yang dapat berupa :
1.      Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2.      Mencari upaya-upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena peril.  Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melakukan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, misalnya: bank, sebab bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3.      Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya.  Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan untuk sementara melakukan kegiatan usaha di tempat lain.
4.      Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan usaha bagi perusahaan yang sedang melakukan pengembangan usaha, misalnya : yang sedang memproduksi barang baru atau memasuki pasar baru.  Jadi harus berupaya untuk mengatur strategi agar pengembangan yang sedang dirintis tetap bisa berlangsung.  Sebab untuk melakukan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5.      Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial dari perusahaan.  Artinya harus dapat menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan pengaruh buruk dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya.  Artinya akibat dari peril jangan sampai menimbulkan masalah sosial, misalnya jangan sampai mengakibatkan terjadinya pengangguran.

Pelaksanaan yang baik dari fungsi manajemen risiko dan fungsi audit internal dalam suatu struktur perusahaan masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Terdapat beberapa pendapat yang mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa fungsi manajemen risiko dan fungsi audit internal dapat disatukan, tetapi dibutuhkan pengelolaan yang lebih hati-hati terhadap situasi tersebut. Pendapat kedua menyatakan bahwa fungsi internal audit perlu menjaga independensinya untuk menilai kelayakan fungsi manajemen risiko. Tulisan ini dibuat bukan untuk membuktikan pendapat mana yang benar, melainkan untuk memberi landasan teori mengenai pendapat-pendapat tersebut dan memberikan contoh pelaksanaannya di beberapa perusahaan di Indonesia.    


Setiap perusahaan menghadapi risiko yang menjadi kendala bagi mereka dalam usaha mencapai tujuan. Penerapan manajemen risiko yang efektif pada perusahaan merupakan salah satu alat penting bagi manajemen untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP- 480/BL/2009, pelaksanaan fungsi manajemen risiko dilakukan berdasarkan suatu strategi manajemen risiko yang sekurang-kurangnya memuat: 
  1. Identifikasi semua risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan perusahaan.
  2. Penjelasan mengenai penyebab dari timbulnya risiko-risiko tersebut.
  3. Identifikasi kemungkinan terjadinya risiko-risiko tersebut. 
  4. Penjelasan tentang implikasi atas terjadinya risiko-risiko tersebut.
  5. Langkah-langkah yang akan diambil apabila risiko-risiko tersebut terjadi. 

Menurut ISO 31000: 2009 Risk Management – Principles and Guidelines, manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko sehingga manajemen risiko merupakan arsitektur untuk mengelola risiko secara sistematis, yang terdiri dari prinsip, kerangka kerja, dan proses untuk mengelola risiko. Manajemen risiko juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2009 sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha. Sesuai dengan penjelasan dan pengertian tentang manajemen risiko yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perusahaan yang menerapkan manajemen risiko khususnya yang berbasis ISO 31000: 2009 akan memperoleh manfaat sebagai berikut: 
  1. Meningkatkan kemungkinan untuk mencapai objektif perusahaan.
  2. Mendorong manajemen yang proaktif.
  3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk mengidentifikasi serta menghadapi risiko perusahaan.
  4. Meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman.
  5. Memenuhi persyaratan legal dan peraturan serta norma internasional.
  6. Memperbaiki pelaporan keuangan, tata kelola perusahaan, kepercayaan pemangku kepentingan, pengendalian, efektivitas dan efisiensi operasional, tindakan pencegahan kerugian dan insiden perusahaan, pembelajaran perusahaan, dan ketahanan perusahaan.
  7. Menyediakan informasi dan dasar yang dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan dan perencanaan.
  8. Meningkatkan kinerja kesehatan, keamanan dan keselamatan, termasuk perlindungan lingkungan.
  9. Mengurangi kerugian.
           
            Semakin berkembangnya perusahaan maka kegiatan dan masalah yang dihadapi perusahaan semakin kompleks. Oleh sebab itu, selain dari penerapan manajemen risiko yang baik, perusahaan perlu memiliki internal control atau pengendalian internal sebagai salah satu kebijakan yang dapat dijalankan oleh manajemen perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaannya. Pengendalian internal mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu organisasi perusahaan. Pengendalian internal merupakan alat yang baik untuk membantu manajemen dalam menilai operasi perusahaan guna dapat mencapai tujuan usaha. Untuk menjaga agar sistem pengendalian internal dapat dilaksanakan, diperlukan adanya bagian yang berfungsi melaksanakan tugas pengawasan atau audit internal. Fungsi yang dimaksudkan merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan (fraud) melalui pembinaan dan pemantauan pengendalian internal secara terus-menerus. Fungsi ini harus membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya. Pelaku yang menjalankan fungsi ini disebut dengan internal auditor. 

            Menurut American Institute of Certified Public Accountants melalui Commitee on Auditing Procedures, Statement on Auditing Statement Net, AICPA, New York, pengendalian internal adalah pengawasan internal yang meliputi susunan organisasi dan semua metode serta ketentuan yang terkoordinir dan dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta benda miliknya, memeriksa kecermatan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan perusahaan yang telah dibentuk. Sesuai dengan pengertian dan fungsinya, maka internal auditor melaksanakan tugasnya sebagai berikut: 
  1. Mengevaluasi secara terus-menerus apakah Sistem Pengendalian Intern (SPI) perusahaan telah memadai dan berjalan sesuai dengan ketentuan. 
  2. Memverifikasi setiap transaksi apakah telah dilaksanakan sesuai dengan sistem dan prosedur, serta ketentuan perusahaan dan undang-undang yang berlaku.
  3. Menyampaikan informasi tentang kondisi (adanya penyimpangan atau transaksi yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku) yang diperoleh dari hasil audit, dan membuat saran-saran perbaikan kepada manajemen melalui laporan hasil audit. 
            Berdasarkan tugas-tugas yang dilaksanakan tersebut, apabila dalam audit ditemukan adanya penyimpangan, maka auditor akan menginformasikan kepada manajemen tentang hal penyimpangan yang ditemukan, dan mengapa hal tersebut terjadi serta siapa yang melakukannya. Atas dasar temuan tersebut, auditor akan memberikan saran atau rekomendasi kepada manajemen. 

            The Risk Management Society (RIMS) dan The Institute of Internal Auditors (IIA) menyatakan bahwa fungsi manajemen risiko dan audit internal akan lebih efektif jika bekerja sama daripada terpisah, terutama jika keduanya memahami perannya masing-masing. Di Indonesia, penerapan manajemen risiko telah dianggap sangat penting khususnya pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri jasa keuangan. Hal tersebut terbukti dari dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 5/8/PBI/2003 yang diubah atau diperbaharui oleh PBI Nomor 11/25/PBI/2009 dan surat edaran Bank Indonesia No. 13/23/DPNP tentang penerapan manajemen risiko bagi perusahaan bank umum. Begitu pula dengan penerapan fungsi audit internal yang sangat penting bagi perusahaan di Indonesia karena akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 





Contoh Kasus :
Subprime Mortgage Amerika Serikat

            Pertumbuhan subprime mortgage market di Amerika meningkat dengan cepat yang mencapai 22% dari total originasi KPR dalam jumlah total sisa pinjaman lebih $650 juta pada akhir tahun 2006 (lihat grafik). Beberapa faktor utama meningkatnya pasar. Dari sisi demand, sektor perumahan yang baik selama tahun 2002- 2005, rendahnya suku bunga KPR & apresiasi harga rumah. Dari sisi suplai, dengan demand yang tinggi dan masih terbukanya peluang usaha, penyalur KPR berbodong-bondong masuk ke pasar ini untuk menawarkan jasanya.. Dengan meningkatnya kompetisi, penyalur KPR bersaing untuk mendapat konsumen dengan menawarkan produk KPR yang cukup bervariasi tanpa mengenal secara mendalam karakterisktik risikonya serta me-relaxkan ketentuan originasi KPR. Hal ini mengakibatkan banyak KPR dengan fitur berisiko tinggi yang disetujui untuk konsumen yang tidak layak. Dengan menurunnya pertumbuhan sektor perumahan semenjak awal 2006 yang ditandai dengan menurunya peningkatan harga rumah dan meningkatnya suku bunga KPR, banyak konsumen KPR di pasar ini yang mengalami kesulitan membayar angsuran dan kemudian dinyatakan gagal bayar. Hasil survei yang dikeluarkan oleh Mortgage Banker Association (MBA) mengatakan bahwa delinquency rate untuk subprime mortgage loans untuk Q4-2006 berada di 13,33%. Sebagai perbandingan, deliequency rate untuk prime mortgage loan berkisar 2,57 %. Sementara itu, foreclosure rate adalah 2% dibanding 0,24% untuk subprime & prime mortgage loan per Q4-2006. Dan foreclosure inventory ratea adalah 0,5% dan 5,1% untuk subprime & prime mortgage loan per Q4-2006.

Pembahasan :
            Dari kasus ini dapat kami simpulkan bahwa krisis Subprime Mortgage Amerika Serikat disebabkan oleh investor yang tidak memperhatikan faktor fundamental portofolio yang dibelinya, dan penyaluran kredit yang menyimpang dari prinsip 5 C (Character, Capacity, Collateral, Condition, Capital). Akibat adanya globalisasi, dimana transaksi keuangan bisa terjadi lintas negara, bahkan lintas dunia, maka dampak krisis subprime mortgage AS ini menginfeksi bursa saham di seluruh dunia, mengakibatkan penurunan harga saham besar-besaran, dan membangkitkan kepanikan para investor. Untuk mengatasinya, diperlukan intervensi bank sentral, terutama The Fed, melalui kebijakan open market operation dan penurunan tingkat suku bunga diskonto.
            Dilihat dari kasus ini peran dari audit internal dan manajemen risiko sangat diperlukan didalamnya agar ketika akan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu kegiatan, sebelumnya sudah dikaji dan dievaluasi terlebih dahulu kegiatan tersebut serta risiko-risiko apa yang akan didapat kedepannya apabila melakukan hal tersebut. Dengan begini jika kegiatan tersebut sudah dikatakan layak untuk dijalankan maka nantinya risiko-risiko yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat diminimalisir sebaik mungkin. Sehingga jumlah keuntungan yang didapat lebih besar daripada tingkat kerugian yang didapat dari risiko-risiko kegiatan tersebut.





















DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment