KLIK gambar untuk menutup Iklan

Monday, May 23, 2016

CORPORATE GOVERNANCE : TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN DIREKSI , KOMISARIS INDEPENDEN ; STRUKTUR PENGAWASAN




CORPORATE GOVERNANCE :
(TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN DIREKSI , KOMISARIS INDEPENDEN ; STRUKTUR PENGAWASAN)

1.      tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan direksi , Komisaris Independen , Struktur pengawasan
1.1  Tanggung jawab Dewan Komisaris
Seperti yang kita ketahui di dalam suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) terdapat organ-organ di dalamnya yang memegang wewenang dan tanggung jawab masing-masing.Organ-organ tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 1 angka 4, angka 5 dan angka 6 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur definisi yang dimaksud dengan ketiga organ tersebut. RUPS memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris.Sedangkan Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.Kemudian, yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.
Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Perseroan melalui supervise, pemberian panduan dan nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris bertindak mandiri dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya kepada Perseroan.Tidak satupun komisaris mempunyai hubungan keluarga, keuangan, manajemen dan/atau kepemilikan saham dengan anggota Dewan Komisaris lainnya ataupun dengan anggota Direksi.Dewan Komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.
1.1.1        Struktur dan Keanggotaan
Sesuai peraturan pasar modal, Dewan Komisaris mempunyai dua Komisaris Independen (salah satunya adalah Presiden Komisaris) dari keseluruhan lima Komisaris, yang sesuai persyaratan bahwa setidaknya 30% dari anggota harus independen, sebagaimana disebutkan oleh Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 tertanggal 5 Mei 2000; dan Peraturan BEI No I-A tertanggal 19 Juli 2004.Dengan dikeluarkannya Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 mengenai Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan Publik tertanggal 8 Desember 2014, Peraturan Bapepam-LK No.IX.I.6 tertanggal 7 Desember, 2012 tidak lagi berlaku. Pengangkatan, susunan, tugas, tanggung jawab dan proses Dewan Komisaris sudah mematuhi peraturan baru yang berlaku.Berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan Pasal 16 ayat 7, anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, efektif sejak tanggal ditetapkan dalam RUPS yang mengangkat mereka sampai pada penutupan RUPS tahunan ketiga sesudah tanggal pengangkatan, dan dapat diangkat kembali untuk periode berikutnya, tanpa mengurangi hak RUPS untuk memberhentikan sewaktu-waktu. Pada tanggal 11 April 2014, Pemegang Saham menerima pengunduran diri Roy Kuan dari Dewan Komisaris dan mengangkat Sigit Prasetya sebagai Komisaris.
1.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab
Sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan dan UU no 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris mengawasi dan memberikan panduan kepada Direksi dan secara kolektif bertanggung jawab untuk setiap penyimpangan yang dilakukan Direksi dalam melaksanakan tugasnya.Dalam kapasitasnya ini, Komisaris memantau dan mendukung implementasi tata kelola Perseroan yang baik
dan pemenuhan kewajiban dan komitmen tanggung jawab sosial Perseroan.Mereka juga mempunyai peran penting dalam memberikan nasehat dan menyetujui rencana strategis Perseroan serta implementasi rencana strategis oleh Direksi dalam mencapai tujuan usaha.
1.1.3        Rapat Dewan Komisaris
Dewan Komisaris mengadakan rapat setiap kuartal dan rapat interim yang dianggap perlu, untuk memastikan dialog rutin antara anggota-anggotanya.Rapat Dewan yang dijadwalkan untuk tahun 2014 dan 2015 telah ditetapkan dan didistribusikan kepada anggota-anggota oleh Sekretaris Perusahaan (atas nama Ketua) masing-masing pada tanggal 29 Oktober 2013 dan 29 Oktober 2014. Untuk rapat-rapat lainnya, pemberitahuan diberikan oleh Ketua Dewan Komisaris atau oleh dua Komisaris lain. Rapat dewan gabungan dipimpin oleh Ketua atau salah satu Komisaris yang dipilih oleh anggota laindalam rapat.Kuorum tercapai jika lebih dari 50% anggota Dewan Komisaris hadir, atau untuk rapat gabungan, jika lebih dari 50% anggota Dewan Komisaris dan Direksi hadir. Setiap anggota Dewan mempunyai satu suara dan diperbolehkan untuk mewakili seorang anggota lainnya melalui surat kuasa jika diinstruksikan.Rapat dipimpin oleh salah satu Komisaris, dengan satu anggota lainnya bertanggung jawab untuk mencatat isi rapat.Rata-rata kehadiran dalam rapat tahun 2013 mencapai lebih dari 95%, sehingga kuorum tercapai pada semua rapat.

1.2      Tanggung jawab Dewan Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
1.2.1     Pengangkatan Direksi
a)      Direksi diangkat oleh RUPS
b)      Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih
c)      Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
1.2.2   Tugas Direksi
Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :
a)      Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan   Perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas Perseroan
b)      Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggaran   Dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas Perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggaran Dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Perseroan.
c)      Direksi dalam memimpin dan mengurus Perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas Perseroan.
d)     Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu Direksi mengembangkan system pengendalian internal dan system manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif
e)      Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan Perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.
1.2.3        Pertanggungjawaban Pribadi Direksi
·         Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
·         Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
·         Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:
ü  kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
ü  telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
ü  tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
ü  telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
1.3      Tanggung jawab Komisaris Independen
keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukantransaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat.
1.3.1 Tanggung Jawab Komisaris Independen
Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris Independen harus secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.
b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer profesional.
c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.
d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.
e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik.
f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governancedipatuhi dan diterapkan dengan baik.
1.3.2 Tugas Komisaris independen
sebagaimana yang dimaksud  antara lain berupa:
a)      Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan perusahaan.
b)      Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas danstakeholder yang lain.
c)      Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil.
d)     Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.
e)      Menjamin akuntabilitas organ perseroan.
1.3.3        Wewenang Komisaris Independen
a)      Komisaris independen mengetuai komite audit dan komite nominasi.
b)      Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional dan kehati-hatian berhak menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam laporan tahunan.

1.4      Tanggung Jawab Struktur Pengawasan
1.4.1        Pengurus memiliki Tugas dan Tanggungjawab yang spesifik antara lain :
ü  Menyusun Rencana Strategis (Renstra).
ü  Memastikan organisasi kepengurusan berjalan dengan baik sesuai tanggung jawab dan otoritas            masing-masing anggotanya.
ü  Mengangkat manajer dan menetapkan uraian tugasnya, menerima rencana kerja dan mengevaluasi   kinerjanya, dan memutuskan remunerasi serta perkembangan kariernya (UU No. 25/92 ps 31).
ü  Menyusun struktur serta kebijakan organisasi pengelolaan CU.
ü  Membuat rencana-rencana yang komprehensif dalam hal pelayanan dan pengembangan fasilitas.
ü  Menetapkan indikator kinerja utama (key performance indikator) dengan mengacu pada komponen       uang, orang dan pertumbuhan.
ü  Menganalisa dan mengevaluasi perkembangan CU dalam menuju pada target mau pun sasarannya.
ü  Menjaga struktur pengawasan CU yang demokratis dan tingkat partisipasi anggotanya. Hal ini antara lain dilakukan dengan:
ü  menyelenggarakan Rapat Anggota
ü  Memastikan kegiatan operasional berjalan secara efektif dan menghasilkan dengan melakukan       evaluasi terhadap tim kerja maupun rencana kerja anggotanya.
ü  Mempertahankan hubungan yang efektif dengan CU lain, masyarakat sekitar dan pemerintah.
ü  Memberikan kepemimpinan yang mampu mendukung dan mengembangkan CU

1.5      Contoh kasus tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direksi , komisaris independen , struktur pengawasan terhadap Pt Kereta Api Indonesia
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas didalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pelayanan public, PT KAI memiliki business environment yang berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dan merupakan pembelajaran yang menarik bagi perusahaan lainnya terutama mengenai bagaimana membangun pengawasan yang efektif.
Kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi departemen teknis maupun Kementrian BUMN sebagai wakil pemegang daham untuk menerapkan public governance Kasus PT KAI  bermuara pada perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris, khususnya komisaris yang merangkap sebagai ketua komite audit diaman komisaris tersebut menyetujui dan mendatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Perbedaan pandanganantara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat atas 4 hal, yaitu :
1)      Masalah piutang PPN
Piutang PPN per 31 desember 2005 senilai Rp. 95,2 Milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak di koreksi oleh auditor. Manajemen menganggap bahwa pemberian jasa yang dilakukan tidak kena PPN, namun karena dirjen pajak menagih PPN atas jasa tersebut, PT KAI menagih PPN tersebut kepada pelanggan.
2)      Masalah beban ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 desember  2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha
3)      Masalah persedian dalam perjalanan
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp 104 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI  yang belum selesai proses akuntansinya per 31 desember 2015 menururt Komite audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2016.
4)      Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN)
(BPYBDS) sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Menurut teori dan best practices dalam good corporate governance, dewan komisaris dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya memiliki 3 fungsi, yaitu :
a)      Advising, Memberi nasehat bagaimana seharusnya Direksi bersikap. Oleh sebab itu, sebaiknya dewan Komisaris terdiri dari beberapa latar belakang.
b)      Protecting, Melindungi perusahaan dari sesuatu yang tidak diharapkan. Misalnya, memberikan argumentasi dan pendapat independen yang kuat atas sesuatu yang dapat merugikan perusahaan dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip GCG.
c)    Supervising. Mengawasi pengelolaan perusahaan agar mampu menciptakan value yang optimal bagi stakeholders.
Peran vital yang dijalankan oleh komite audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam 3 hal tersebut diatas, yaitu advising, supervising, dan protecting (dengan cara memberikan analisis bagaimana memproteksi perusahaan). Hal terpenting yang harus dipahami adalah bahwa Komite audit tidak memiliki suara untuk mengatasnamakan perusahaan sehingga tidak diperkenankan berbicara di luar perusahaan. Karena komite audit merupakan tools Dewan Komisaris dengan demikian yang berhak berbicara adalah dewan Komisaris.
1)      Mereview audit plan
2)      Mendiskusikan penunjukan auditor eksternal. Pada saat proses lelang, Komite Audit harus sudah ikut untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat fairness proses pemilihan. Yang akan bicara kepada Direksi adalah Dewan Komisaris, bukan Komite Audit. Jangan sampai Komite Audit over duties (berlebih-lebihan).
3)    Mereview transaksi-transaksi besar untuk dilaporkan kepada Dewan Komisaris, kemudian Dewan Komisaris berkomunikasi dengan Direksi.Agar pengawasan Dewan Komisaris dapat berjalan dengan baik, Komite Audit dapat membantu Dewan Komisaris untuk memberikan nasehat dengan cara :
ü  Mereview sistem internal control, ada pemisahan fungsi atau tidak (internal control setting) bagus atau tidak. Hal ini dilaporkan kepada Dewan Komisaris.
ü  Komunikasi antara Komite Audit, Dewan Komisaris dan manajemen. Seharusnya Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam menelaah/mereview laporan manajemen karena tidak selalu 100 % laporan keuangan dipahami oleh Dewan Komisaris, terutama karena latar belakang yang bukan keuangan. Jadi fungsi Komite Audit adalah mentransformasikan angka-angka kedalam suatu bentuk usulan kepada Dewan Komisaris agar Dewan Komisaris dapat memberikan advise kepada Direksi.
SOLUSI DAN REKOMENDASI
Dengan pembahasan kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia, beberapa pelajaran berharga dapat dipetik dari kasus tersebut, diantaranya adalah :
1)    perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan. Apabila Dewan Komisaris merasa Direksi tidak capable memimpin perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti Direksi. Hal ini akan jauh lebih baik dan tentunya mampu menghindarkan perusahaan dari social cost yang tidak perlu. Social cost seringkali timbul karena public judgement yang sudah terlanjur dijatuhkan dan seringkali public judgement ini tidak fair bagi perusahaan.
2)    Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehingga Dewan Komisaris memiliki satu suara. Namun demikian bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan pendapat dalam Dewan Komisaris. Perbedaan pendapat diakomodir dengan jelas dalam dissenting opinion yang harus dicatat dalam risalah rapat. Untuk itulah perlunya kebijaksanaan (wisdom) dari anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan public domain dan informasi yang merupakan private domain. Hal ini terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG yaitu transparansi, karena transparansi bukan berarti memberikan seluruh informasi perusahaan kepada semua orang, namun harus tepat sasaran dan memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
3)    sesuai dengan SA 380, Komunikasi Auditor Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses audit suatu perusahaan. Kasus PT. Kereta Api merupakan cerminan bahwa komunikasi yang intens antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit sangat diperlukan. Kendala komunikasi yang dihadapi pada kasus PT. Kereta Api salah satunya dipicu oleh adanya pergantian anggota Komite Audit pada saat pelaksanaan audit. Auditor eksternal mengalami hambatan karena terdapat kekosongan beberapa bulan sebelum anggota Komite Audit yang baru diangkat.
4)    komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu faktor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan. Sebagai ilustrasi mengenai kurangnya komunikasi antara Komite Audit dan Auditor Internal, sejak Komite Audit aktif September 2005, sampai dengan saat ini belum pernah satu kalipun terjadi komunikasi antara Komite Audit dengan Auditor Internal untuk proses audit tahun buku 2006.
5)    terkait dengan prinsip konsistensi yang harus diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku. Dengan demikian bukan berarti kebijakan akuntansi yang telah dilakukan tahun lalu akan dianggap konsisten apabila tahun ini tetap dilakukan.

No comments:

Post a Comment