CORPORATE GOVERNANCE :
(TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN
DEWAN DIREKSI , KOMISARIS INDEPENDEN ; STRUKTUR PENGAWASAN)
1.
tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan direksi , Komisaris Independen
, Struktur pengawasan
1.1 Tanggung jawab Dewan
Komisaris
Seperti
yang kita ketahui di dalam suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) terdapat
organ-organ di dalamnya yang memegang wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.Organ-organ tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”), Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 1 angka 4, angka 5 dan angka 6
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur
definisi yang dimaksud dengan ketiga organ tersebut. RUPS memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris.Sedangkan
Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan
Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar.Kemudian, yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah organ Perseroan
yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.
Dewan
Komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Perseroan melalui
supervise, pemberian panduan dan nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan
Komisaris bertindak mandiri dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya kepada
Perseroan.Tidak satupun komisaris mempunyai hubungan
keluarga, keuangan, manajemen dan/atau kepemilikan saham dengan anggota Dewan
Komisaris lainnya ataupun dengan anggota Direksi.Dewan Komisaris bertanggung
jawab kepada pemegang saham.
1.1.1
Struktur dan Keanggotaan
Sesuai peraturan pasar modal, Dewan
Komisaris mempunyai dua Komisaris Independen (salah satunya adalah Presiden
Komisaris) dari keseluruhan lima Komisaris, yang sesuai persyaratan bahwa
setidaknya 30% dari anggota harus independen, sebagaimana disebutkan oleh Surat
Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 tertanggal 5 Mei 2000; dan Peraturan BEI
No I-A tertanggal 19 Juli 2004.Dengan dikeluarkannya Peraturan OJK No.
33/POJK.04/2014 mengenai Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan Publik
tertanggal 8 Desember 2014, Peraturan Bapepam-LK No.IX.I.6 tertanggal 7
Desember, 2012 tidak lagi berlaku. Pengangkatan, susunan, tugas, tanggung jawab
dan proses Dewan Komisaris sudah mematuhi peraturan baru yang
berlaku.Berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan Pasal 16 ayat 7, anggota Dewan
Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, efektif
sejak tanggal ditetapkan dalam RUPS yang mengangkat mereka sampai pada
penutupan RUPS tahunan ketiga sesudah tanggal pengangkatan, dan dapat diangkat
kembali untuk periode berikutnya, tanpa mengurangi hak RUPS untuk
memberhentikan sewaktu-waktu. Pada tanggal 11 April 2014, Pemegang Saham
menerima pengunduran diri Roy Kuan dari Dewan Komisaris dan mengangkat Sigit
Prasetya sebagai Komisaris.
1.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab
Sebagaimana tercantum dalam Anggaran
Dasar Perseroan dan UU no 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris
mengawasi dan memberikan panduan kepada Direksi dan secara kolektif bertanggung
jawab untuk setiap penyimpangan yang dilakukan Direksi dalam melaksanakan
tugasnya.Dalam kapasitasnya ini, Komisaris memantau dan mendukung implementasi
tata kelola Perseroan yang baik
dan pemenuhan kewajiban dan komitmen tanggung jawab sosial Perseroan.Mereka juga mempunyai peran penting dalam memberikan nasehat dan menyetujui rencana strategis Perseroan serta implementasi rencana strategis oleh Direksi dalam mencapai tujuan usaha.
dan pemenuhan kewajiban dan komitmen tanggung jawab sosial Perseroan.Mereka juga mempunyai peran penting dalam memberikan nasehat dan menyetujui rencana strategis Perseroan serta implementasi rencana strategis oleh Direksi dalam mencapai tujuan usaha.
1.1.3
Rapat Dewan Komisaris
Dewan Komisaris mengadakan rapat
setiap kuartal dan rapat interim yang dianggap perlu, untuk memastikan dialog
rutin antara anggota-anggotanya.Rapat Dewan yang dijadwalkan untuk tahun 2014
dan 2015 telah ditetapkan dan didistribusikan kepada anggota-anggota oleh
Sekretaris Perusahaan (atas nama Ketua) masing-masing pada tanggal 29 Oktober
2013 dan 29 Oktober 2014. Untuk rapat-rapat lainnya, pemberitahuan diberikan
oleh Ketua Dewan Komisaris atau oleh dua Komisaris lain. Rapat dewan gabungan
dipimpin oleh Ketua atau salah satu Komisaris yang dipilih oleh anggota
laindalam rapat.Kuorum tercapai jika lebih dari 50% anggota Dewan Komisaris
hadir, atau untuk rapat gabungan, jika lebih dari 50% anggota Dewan Komisaris
dan Direksi hadir. Setiap anggota Dewan mempunyai satu suara dan diperbolehkan
untuk mewakili seorang anggota lainnya melalui surat kuasa jika
diinstruksikan.Rapat dipimpin oleh salah satu Komisaris, dengan satu anggota
lainnya bertanggung jawab untuk mencatat isi rapat.Rata-rata kehadiran dalam
rapat tahun 2013 mencapai lebih dari 95%, sehingga kuorum tercapai pada semua
rapat.
1.2
Tanggung jawab Dewan Direksi
Direksi adalah Organ
Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
1.2.1 Pengangkatan
Direksi
a)
Direksi diangkat oleh RUPS
b)
Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi
atau lebih
c)
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan
pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan.
1.2.2 Tugas Direksi
Direksi dalam menjalankan
perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :
a)
Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas pengurusan Perseroan
dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan aktivitas Perseroan
b)
Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Anggaran
Dasar dan keputusan RUPS dan
memastikan seluruh aktivitas Perseroan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggaran Dasar, keputusan
RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Perseroan.
c)
Direksi dalam memimpin dan mengurus Perseroan semata-mata
hanya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan dan senantiasa berusaha
meningkatkan efisiensi dan efektivitas Perseroan.
d)
Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan
secara amanah dan transparan. Untuk itu Direksi mengembangkan system
pengendalian internal dan system manajemen resiko secara terstruktural dan
komprehensif
e)
Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan
Perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.
1.2.3
Pertanggungjawaban Pribadi Direksi
·
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya.
·
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau
lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.
·
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian apabila dapat membuktikan:
ü kerugian tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
ü telah melakukan pengurusan
dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan;
ü tidak mempunyai benturan
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian; dan
ü telah mengambil tindakan
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
1.3
Tanggung jawab Komisaris Independen
keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan.
Secara langsung keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena didalam
praktek sering ditemukantransaksi yang mengandung benturan kepentingan yang
mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta
stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan
dana masyarakat.
1.3.1
Tanggung Jawab Komisaris Independen
Komisaris Independen
memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar
dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara
efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Dalam upaya untuk
melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris Independen harus
secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan
nasehat kepada Direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal
sebagai berikut:
a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang
efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas
strategi tersebut.
b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan
manajer-manajer profesional.
c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem
pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.
d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan
yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan
operasinya.
e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu
diidentifikasikan dan dikelola dengan baik.
f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governancedipatuhi dan
diterapkan dengan baik.
1.3.2 Tugas Komisaris
independen
sebagaimana yang dimaksud
antara lain berupa:
a)
Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan
perusahaan.
b)
Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas danstakeholder yang lain.
c)
Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan
secara wajar dan adil.
d)
Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang
berlaku.
e)
Menjamin akuntabilitas organ perseroan.
1.3.3
Wewenang Komisaris Independen
a)
Komisaris independen mengetuai komite audit dan komite
nominasi.
b)
Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional
dan kehati-hatian berhak menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota
dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris
dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam
laporan tahunan.
1.4
Tanggung Jawab Struktur Pengawasan
1.4.1
Pengurus memiliki Tugas dan Tanggungjawab yang
spesifik antara lain :
ü Menyusun
Rencana Strategis (Renstra).
ü Memastikan
organisasi kepengurusan berjalan dengan baik sesuai tanggung jawab dan otoritas
masing-masing anggotanya.
ü Mengangkat
manajer dan menetapkan uraian tugasnya, menerima rencana kerja dan mengevaluasi
kinerjanya, dan memutuskan remunerasi
serta perkembangan kariernya (UU No. 25/92 ps 31).
ü Menyusun
struktur serta kebijakan organisasi pengelolaan CU.
ü Membuat
rencana-rencana yang komprehensif dalam hal pelayanan dan pengembangan
fasilitas.
ü Menetapkan
indikator kinerja utama (key performance indikator) dengan mengacu pada
komponen uang, orang dan
pertumbuhan.
ü Menganalisa
dan mengevaluasi perkembangan CU dalam menuju pada target mau pun sasarannya.
ü Menjaga
struktur pengawasan CU yang demokratis dan tingkat partisipasi anggotanya. Hal
ini antara lain dilakukan dengan:
ü menyelenggarakan
Rapat Anggota
ü Memastikan
kegiatan operasional berjalan secara efektif dan menghasilkan dengan melakukan evaluasi terhadap tim kerja maupun rencana
kerja anggotanya.
ü Mempertahankan
hubungan yang efektif dengan CU lain, masyarakat sekitar dan pemerintah.
ü Memberikan
kepemimpinan yang mampu mendukung dan mengembangkan CU
1.5
Contoh kasus tanggung jawab dewan
komisaris dan dewan direksi , komisaris independen , struktur pengawasan
terhadap Pt Kereta Api Indonesia
Salah satu
contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan
dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas
didalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu
menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Sebagai perusahaan
BUMN yang bergerak di bidang pelayanan public, PT KAI memiliki business
environment yang berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dan merupakan
pembelajaran yang menarik bagi perusahaan lainnya terutama mengenai bagaimana
membangun pengawasan yang efektif.
Kasus ini
juga dapat menjadi pembelajaran bagi departemen teknis maupun Kementrian BUMN
sebagai wakil pemegang daham untuk menerapkan public governance Kasus PT
KAI bermuara pada perbedaan pandangan
antara manajemen dan komisaris, khususnya komisaris yang merangkap sebagai
ketua komite audit diaman komisaris tersebut menyetujui dan mendatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor eksternal. Dan Komisaris
meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Perbedaan
pandanganantara Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat atas
4 hal, yaitu :
1) Masalah
piutang PPN
Piutang PPN per 31 desember 2005
senilai Rp. 95,2 Milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya
pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh
manajemen dan tidak di koreksi oleh auditor. Manajemen menganggap bahwa
pemberian jasa yang dilakukan tidak kena PPN, namun karena dirjen pajak menagih
PPN atas jasa tersebut, PT KAI menagih PPN tersebut kepada pelanggan.
2) Masalah
beban ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per
31 desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar
yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi,
menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban
usaha
3) Masalah
persedian dalam perjalanan
Berkaitan dengan pengalihan
persediaan suku cadang Rp 104 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke
unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI
yang belum selesai proses akuntansinya per 31 desember 2015 menururt
Komite audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2016.
4) Masalah
Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS) dan Penyertaan
Modal Negara (PMN)
(BPYBDS) sebesar Rp. 674,5 milyar
dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos
tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus
direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Menurut teori dan best practices dalam
good corporate governance, dewan komisaris dalam menjalankan peran dan tanggung
jawabnya memiliki 3 fungsi, yaitu :
a) Advising,
Memberi nasehat bagaimana seharusnya Direksi bersikap. Oleh sebab itu,
sebaiknya dewan Komisaris terdiri dari beberapa latar belakang.
b) Protecting,
Melindungi perusahaan dari sesuatu yang tidak diharapkan. Misalnya, memberikan
argumentasi dan pendapat independen yang kuat atas sesuatu yang dapat merugikan
perusahaan dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip GCG.
c)
Supervising. Mengawasi pengelolaan perusahaan
agar mampu menciptakan value yang optimal bagi stakeholders.
Peran
vital yang dijalankan oleh komite audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam 3
hal tersebut diatas, yaitu advising, supervising, dan protecting (dengan cara
memberikan analisis bagaimana memproteksi perusahaan). Hal terpenting yang
harus dipahami adalah bahwa Komite audit tidak memiliki suara untuk
mengatasnamakan perusahaan sehingga tidak diperkenankan berbicara di luar
perusahaan. Karena komite audit merupakan tools Dewan Komisaris dengan demikian
yang berhak berbicara adalah dewan Komisaris.
1)
Mereview audit plan
2)
Mendiskusikan penunjukan auditor eksternal.
Pada saat proses lelang, Komite Audit harus sudah ikut untuk melihat apakah
auditor eksternal layak dipilih dan melihat fairness proses pemilihan. Yang
akan bicara kepada Direksi adalah Dewan Komisaris, bukan Komite Audit. Jangan
sampai Komite Audit over duties (berlebih-lebihan).
3) Mereview
transaksi-transaksi besar untuk dilaporkan kepada Dewan Komisaris, kemudian
Dewan Komisaris berkomunikasi dengan Direksi.Agar pengawasan Dewan Komisaris
dapat berjalan dengan baik, Komite Audit dapat membantu Dewan Komisaris untuk
memberikan nasehat dengan cara :
ü
Mereview sistem internal control, ada pemisahan
fungsi atau tidak (internal control setting) bagus atau tidak. Hal ini
dilaporkan kepada Dewan Komisaris.
ü
Komunikasi antara Komite Audit, Dewan Komisaris
dan manajemen. Seharusnya Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam
menelaah/mereview laporan manajemen karena tidak selalu 100 % laporan keuangan
dipahami oleh Dewan Komisaris, terutama karena latar belakang yang bukan keuangan.
Jadi fungsi Komite Audit adalah mentransformasikan angka-angka kedalam suatu
bentuk usulan kepada Dewan Komisaris agar Dewan Komisaris dapat memberikan
advise kepada Direksi.
SOLUSI DAN
REKOMENDASI
Dengan pembahasan kasus audit umum PT. Kereta Api Indonesia,
beberapa pelajaran berharga dapat dipetik dari kasus tersebut, diantaranya
adalah :
1)
perselisihan antara Dewan Komisaris dan Direksi
sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara yang lebih elegan. Apabila Dewan
Komisaris merasa Direksi tidak capable memimpin perusahaan, Dewan Komisaris
dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti Direksi. Hal ini akan
jauh lebih baik dan tentunya mampu menghindarkan perusahaan dari social cost
yang tidak perlu. Social cost seringkali timbul karena public judgement yang
sudah terlanjur dijatuhkan dan seringkali public judgement ini tidak fair bagi
perusahaan.
2)
Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga
akan sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu orang juru bicara yang
mengatasnamakan seluruh Dewan Komisaris sehingga Dewan Komisaris memiliki satu
suara. Namun demikian bukan berarti tidak diperkenankan adanya perbedaan
pendapat dalam Dewan Komisaris. Perbedaan pendapat diakomodir dengan jelas dalam
dissenting opinion yang harus dicatat dalam risalah rapat. Untuk itulah
perlunya kebijaksanaan (wisdom) dari anggota Dewan Komisaris untuk
memilah-milah informasi apa saja yang merupakan public domain dan informasi
yang merupakan private domain. Hal ini terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG
yaitu transparansi, karena transparansi bukan berarti memberikan seluruh
informasi perusahaan kepada semua orang, namun harus tepat sasaran dan
memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
3)
sesuai dengan SA 380, Komunikasi Auditor
Eksternal dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
proses audit suatu perusahaan. Kasus PT. Kereta Api merupakan cerminan bahwa
komunikasi yang intens antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit sangat
diperlukan. Kendala komunikasi yang dihadapi pada kasus PT. Kereta Api salah
satunya dipicu oleh adanya pergantian anggota Komite Audit pada saat
pelaksanaan audit. Auditor eksternal mengalami hambatan karena terdapat
kekosongan beberapa bulan sebelum anggota Komite Audit yang baru diangkat.
4)
komunikasi antara Komite Audit dengan Internal
Auditor yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu faktor yang turut
memiliki andil dalam memicu kasus ini. Sebagaimana diketahui bersama bahwa
Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya
untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
Sebagai ilustrasi mengenai kurangnya komunikasi antara Komite Audit dan Auditor
Internal, sejak Komite Audit aktif September 2005, sampai dengan saat ini belum
pernah satu kalipun terjadi komunikasi antara Komite Audit dengan Auditor
Internal untuk proses audit tahun buku 2006.
5)
terkait dengan prinsip konsistensi yang harus
diterapkan dalam akuntansi, perlu ditekankan bahwa pelaksanaan prinsip konsistensi
dengan tetap berpegang pada pengetahuan dan prinsip akuntansi yang berlaku.
Dengan demikian bukan berarti kebijakan akuntansi yang telah dilakukan tahun
lalu akan dianggap konsisten apabila tahun ini tetap dilakukan.
No comments:
Post a Comment